Share

2.

last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-27 23:17:44

Ayra terbangun dari tidurnya dengan nafas memburu serta tub uh bergetar ketakutan. Dia mengedarkan pandangannya mengamati sekelilingnya, hingga akhirnya dia menyadari ternyata dirinya berada di atas ranjang.

"Siapa yang membawaku ke sini, bukankah tadi aku berada di ....."

"Sayang, kenapa?" Arland merasa heran menyadari tub uh istrinya bergetar seperti sedang ketakutan.

"Apakah Mas yang membawaku ke sini?" Arland mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan Ayra.

"Membawamu darimana? Dari tadi kita tidur bersama di sini."

"Tidur, jadi semua hanya mimpi tapi kenapa seperti nyata?" Gumam Ayra heran.

"Kamu mimpi buruk?" Pertanyaan Arland mengagetkan Ayra, refleks menoleh ke arahnya. Ayra tampak terkejut ketika tanpa sengaja pandangan saling bertemu dengan pandangan Arland.

"Mata itu, sepertinya aku pernah melihatnya tapi dimana?" Bukannya menjawab pertanyaan Arland, Ayra justru mengamati ke dua bola mata suaminya itu.

"Awh!"Teriak Ayra dengan keras entah kenapa tiba-tiba kepalanya terasa sangat pusing, kedua tangannya refleks memegangi kepalanya dengan kuat.

Arland terkejut sekaligus panik melihat istrinya mengadu kesakitan. Dia segera mendekap tub uh Ayra menariknya ke dalam pelukannya.

"Sayang, kamu kenapa?" Tanya Arland tampak khawatir sesekali mengecup pucuk rambut istrinya.

"Mas, lepas!" Ayra meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari pelukan suaminya, namun Arland justru semakin erat memeluknya.

Potongan-potongan gambar acak bagaikan kaset rusak berputar-putar di otaknya. Ketika Ayra berusaha menyatukannya agar terlihat jelas, kepalanya justru terasa semakin pusing.

"Apa yang sebenarnya terjadi kenapa aku tidak bisa mengingatnya?" Batin Ayra heran perlahan pandangannya mengabur hingga akhirnya matanya terpejam sempurna. Ketika Ayra terus meronta-ronta dalam pelukannya, Arland menyuntikan obat penenang pada lengannya.

Menyadari istrinya sudah terlelap dalam pelukannya, Arland segera merebahkannya.

Pagi hari Ayra menggeliat terbangun dari tidurnya, membuka matanya secara perlahan kemudian menoleh ke arah jam yang tergantung di dinding. Dia terkejut matanya membulat sempurna melihat jarum jam sudah menunjukan pukul tujuh pagi.

"Sudah jam tujuh?" Ayra segera menyingkirkan selimut yang menutupi tub uhnya lalu turun dari ranjang.

Baru saja kakinya hendak menyentuh lantai terdengar suara pintu dibuka dari luar, seketika Ayra menoleh ke arah pintu terlihat Arland masuk ke dalam kamar yang sudah rapi dengan pakaian kerjanya.

"Maaf mas, bangunnya kesiangan." Ayra tersenyum kikuk ke arah Arland menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Nggak apa-apa, lanjutkan lagi tidurnya juga nggak masalah."

"Mas menyindirku karena bangunnya kesiangan?" Ayra mencebikkan bibirnya lalu memalingkan wajahnya.

"Pagi-pagi sudah merajuk?" Arland menyeringai mencondongkan tub uhnya ke arah Ayra, bahkan wajahnya berada tepat di depan wajah Ayra hanya berjarak beberapa sentimeter saja.

Ketika Ayra menoleh hidungnya menyentuh hidung Arland, membuat dia tersentak kaget refleks mengulurkan tangannya Mendorong Arland agar menjauh darinya. Namun karena tenaganya yang tidak sebanding, Arland tetap berada di tempatnya tidak bergeser sedikit pun.

Arland menggenggam tangan Ayra lalu mengecupnya.

"Mas pergi ke kantor dulu." Pamit Arland lalu mengecup singkat kening Ayra.

"Iya Mas."

"Jangan lupa sarapan!" Ujar Arland mengingatkan sebelum akhirnya membalikkan badannya berjalan keluar dari kamar.

*

Siang hari Ayra pergi ke supermarket ditemani oleh Bi Asih (ART yang bekerja di rumahnya), dia belanja bulanan seperti biasanya. Dia mengambil beberapa sabun memasukkannya ke dalam troli belanja, apa yang dilakukan olehnya ternyata menarik perhatian seseorang yang sejak tadi memperhatikannya.

"Ayra!" Orang yang sejak tadi memperhatikan Ayra kini memberanikan diri untuk mendekat lalu menyapanya.

Mendengar suara seseorang memanggil namanya Ayra segera menoleh ke arahnya. Membuka pandangan mereka saling bertemu.

Orang yang menyapa Ayra merupakan sahabat Ayra ketika menempuh pendidikan SMA serta kuliah, hubungan mereka sangat dekat layaknya saudara. Dia bernama Lisa. Lisa baru beberapa hari pindah ke kota ini mengikuti suaminya. Suaminya merupakan seorang polisi yang baru saja dipindah tugaskan ke kota ini.

"Ayra, ini beneran kamu?" Lisa mengamati wajah Ayra memastikan bahwa orang yang kini berada di hadapannya merupakan sahabatnya.

"Siapa dia, kenapa sok akrab begitu padahal tidak saling mengenal?" Batin Ayra heran. Peristiwa dua tahun yang lalu membuat Ayra hilang ingatan, sehingga dia tidak tahu apa yang telah terjadi di masa lalunya. Bahkan keluarganya pun dia lupa apalagi sahabatnya yang kini berada di hadapannya.

"Kamu siapa?" Lisa tampak terkejut mendapat pertanyaan seperti itu dari Ayra.

"Ayra, masa kamu lupa aku ini sahabatmu, Lisa!" Lisa berkata penuh penekanan di akhir kalimatnya.

"Lisa, aku tidak punya sahabat yang bernama Lisa mungkin kamu salah orang."

"Aku tidak mungkin lupa denganmu, kita pernah menjadi sahabat tidak hanya sehari dua hari. Apakah kamu ke sini bersama dengan suamimu mana dia?" Lisa mengedarkan pandangannya mencari keberadaan suami Ayra.

"Aku ke sini bersama Bi Asih, suamiku sedang bekerja jadi tidak ikut ke sini."

"Oh, sekarang Reyhan bekerja dimana?" Ayra mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan dari Lisa.

"Suamiku bukan Reyhan namanya, sepertinya memang benar kamu salah orang, aku bukan sahabatmu." Ujar Ayra tegas.

Seorang pria berjalan menghampiri mereka. Pria tersebut adalah Kevin suami Lisa.

"Lisa ternyata kamu ada di sini, Mas dari tadi cari kamu kemana-mana."

"Maaf Mas." Lisa tersenyum kikuk ke arah suaminya.

"Kamu sama siapa di sini?" Kevin menoleh ke arah Ayra.

"Ayra!" Kevin terkejut matanya membulat sempurna melihat Ayra berdiri di hadapannya, padahal Ayra sudah dikabarkan meninggal dunia bersama dengan suaminya dua tahun yang lalu akibat rumahnya kebakaran.

"Ini beneran kamu, jadi selama ini kamu masih hidup dan tinggal di kota ini?" Ayra terkejut mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh Kevin.

"Masih hidup, apa selama ini mereka menganggap ku sudah meninggal dunia? Sudah jelas mereka salah orang aku bukan Ayra yang mereka maksud." Monolong Ayra dalam hati.

"Iya Mas, aku juga tadi berpikir seperti itu. Tapi dia tidak mengingatku sama sekali, padahal aku yakin dia adalah Ayra sahabatku. Entahlah apa yang sudah terjadi dengannya." Sahut Lisa tampak sedih. Kevin mengerutkan keningnya mendengar penuturan istrinya. just

"Non Ayra..l!" Mereka menoleh ke arah wanita berusia 45 tahun berjalan menghampiri Ayra yang tidak lain adalah Bu Asih.

"Iya Bi?"

"Non belanjaannya sudah ada di kasir sedang dihitung."

"Ok ayo Bi, kita ke kasir!" Ayra dan Bi Asih berjalan menuju ke kasir meninggalkan Lisa dan Kevin.

"Kenapa wanita itu menganggap ku sebagai sahabatnya? Selain itu dia juga mengatakan kalau suamiku adalah Reyhan, siapakah Reyhan yang dimaksud olehnya? Kenapa aku merasa familiar dengan nama itu?" Monolog Ayra dalam hati merasa heran setelah selesai membayar barang belanjaannya.

"Reyhan.....Reyhan." Ayra berusaha mengingat tentang Reyhan namun kepalanya justru terasa sangat pusing.

"Awh!" Teriak Ayra dengan keras sambil memegangi kepalanya. Mendengar Ayra berteriak Bi Asih segera menoleh ke arahnya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rahasia Suamiku    Bab 82.

    Perpisahan yang Menyayat HatiDi ruang jenazah, Ayra melangkah pelan mendekati brankar tempat suaminya terbujur kaku. Dengan tangan gemetar, ia membuka kain putih yang menutupi wajah Revan sedikit demi sedikit. Hatinya mencelos saat melihat wajah suaminya yang penuh luka memar. Bekas darah yang mulai mengering semakin menegaskan betapa keras penderitaan yang dialaminya sebelum menghembuskan napas terakhir."Mas Revan..." gumamnya, bersamaan dengan buliran air mata yang jatuh tanpa bisa dibendung. Tangannya yang bergetar mengusap lembut wajah suaminya, seolah ingin menghapus jejak luka yang tersisa.Air matanya mengalir semakin deras. Tubuhnya melemah, lalu perlahan merosot ke lantai yang dingin. Dunia seolah berubah gelap. Ia tidak pernah membayangkan bahwa pertemuan mereka setelah satu bulan justru terjadi dalam keadaan seperti ini—Revan kembali, tetapi tanpa nyawa."Mas, secepat inikah kamu pergi meninggalkan aku dan Zavier? Bukankah kamu bilang ingin membahagiakan kami?" isaknya, s

  • Rahasia Suamiku    Bab 81.

    Pak Revan terdiam mendengar pertanyaan Kyai Syamsudin. Otaknya sibuk mencari jawaban yang tepat."Saya sudah meminta izin kepada istri dan anak saya. Untuk sementara, usaha saya akan diurus oleh Doni, jadi kebutuhan mereka tetap tercukupi," jawabnya mantap.Kyai Syamsudin mengangguk-angguk, memahami penjelasan Pak Revan.Dalam pertemuan itu, Pak Revan menceritakan masa lalunya. Penyesalan menggelayut dalam hatinya, terutama saat nama Reyhan kembali muncul dalam pikirannya, mengingatkan pada dosa-dosa yang pernah ia lakukan. Kyai Syamsudin menyarankannya untuk bertaubat dengan taubat nasuha.Pak Revan mengikuti saran itu. Dalam hati, ia bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik.Hari demi hari, ia belajar ilmu agama dari dasar—Tauhid, Fiqih, hingga membaca qiraati sebagai langkah awal sebelum mempelajari Al-Qur'an. Lidahnya terasa kaku saat melafalkan huruf-huruf hijaiyah, tapi ia tak menyerah. Ia sadar, belajar ilmu agama ternyata lebih sulit dibanding mempelajari bisnis.Terkada

  • Rahasia Suamiku    Bab 80.

    Kepergian Pak Revan"Sayang, Mas harus pergi ke luar kota selama satu bulan."Pak Revan baru saja pulang dari kantor ketika ia menyampaikan kabar itu. Ayra yang tengah duduk di sofa langsung terkejut mendengarnya."Kapan Mas pergi?" tanyanya hati-hati.Pak Revan menatap istrinya sekilas, lalu menyunggingkan senyum tipis. "Sepertinya kamu ingin Mas cepat-cepat pergi?"Ayra terbelalak, tidak menyangka suaminya berpikir seperti itu. Dengan cepat ia menggeleng. "Bukan begitu, Mas. Aku hanya bertanya.""Besok pagi," jawab Pak Revan akhirnya. "Kamu nggak apa-apa 'kan ditinggal di rumah sama Zavier?"Ayra mengangguk pelan. "Nggak apa-apa, Mas."Entah kenapa, jawaban istrinya justru membuat Pak Revan kecewa. Ia berharap Ayra akan mencoba menahannya pergi—setidaknya menunjukkan sedikit rasa enggan. Namun, wanita itu justru menerimanya dengan begitu tenang."Aku saja yang terlalu berharap," batinnya pahit. "Dulu dia bahkan tega meninggalkanku.""Mas!" panggilan Ayra membuyarkan lamunannya.Pak

  • Rahasia Suamiku    Bab 79.

    Kembalinya Masa LaluBeberapa hari telah berlalu. Pak Revan yang mengetahui bahwa istrinya telah suci akhirnya menyunggingkan senyum tipis. Ada kebahagiaan yang menjalar di hatinya—waktunya telah tiba untuk melanjutkan malam pernikahan mereka yang sempat tertunda."Sayang," panggilnya lembut.Ayra menoleh, matanya menatap suaminya dengan ragu. "Ada apa, Mas?""Bolehkah malam ini Mas meminta hak sebagai suami?" tanya Revan, suaranya terdengar dalam, penuh makna.Ayra terdiam. Hatinya bergetar, bukan karena rindu, melainkan karena bayangan masa lalu yang tiba-tiba muncul. Ingatan akan malam itu, ketika pria di hadapannya ini pernah menyakitinya, masih begitu jelas. Meskipun tahun telah berlalu, luka itu belum sepenuhnya sembuh.Menolak? Ayra tak berani. Dia tahu kewajibannya sebagai istri. Lagipula, bukankah menolak ajakan suami tanpa alasan yang sah adalah dosa? Namun, hatinya masih didera ketakutan.Pak Revan menyadari keraguan di mata istrinya. Dengan lembut, dia meraih dagu Ayra, me

  • Rahasia Suamiku    Bab 78.

    Ketakutan yang sejak tadi menghantuinya perlahan mereda ketika Ayra mendengar suara Zavier memanggilnya."Ibu!" seru Zavier, berlari ke arahnya.Seulas senyum tipis terbit di bibir Ayra saat melihat putranya mendekat. "Zavier, kamu sudah pulang?" tanyanya lembut."Sudah, Bu. Tadi di sekolah Zavier diajari lagu 'Kasih Ibu'."Ayra tersenyum. "Coba nyanyikan untuk Ibu, Ibu ingin dengar."Tanpa ragu, Zavier mulai menyanyikan lagu itu dengan suara polosnya. Ayra mendengarkan dengan seksama, hatinya menghangat. Setitik air mata jatuh di pipinya, namun segera ia hapus sebelum putranya menyadarinya."Anak Ibu sekarang sudah pintar nyanyi," pujinya sambil mengusap lembut rambut Zavier.Merasa bangga, Zavier menatap ibunya dengan mata berbinar dan tersenyum lebar."Ayo, ganti pakaian dulu, habis itu makan!" ajak Ayra."Mau sama Ibu!" pinta Zavier manja."Iya, sama Ibu."Ayra menggandeng tangan putranya, membawanya ke kamar untuk mengganti pakaian. Setelah itu, ia segera menyiapkan makan siang u

  • Rahasia Suamiku    Bab 77.

    Pagi itu, Ayra sibuk di dapur menyiapkan sarapan. Seperti kebiasaannya dulu saat bersama Reyhan, rutinitas ini memberinya ketenangan. Namun, kesadarannya tersentak ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang, lalu mengecup lembut kedua pipinya.Tanpa menoleh, Ayra sudah tahu siapa pelakunya."Mas, lepas... susah gerak," pintanya, sedikit memaksa, mencoba melepaskan diri dari pelukan suaminya.Pak Revan akhirnya melepaskan Ayra, lalu melipat kedua tangannya di dada. "Aku heran, apa nggak takut tanganmu lecet gara-gara masak?" tanyanya dengan nada menggoda, tapi ada sindiran di sana."Kalau Mas nggak mau makan, nggak apa-apa. Aku masak buat diri sendiri dan Zavier."Dahi Pak Revan berkerut mendengar jawaban istrinya. "Sayang, kamu mengabaikan suamimu?"Ayra menatapnya sekilas, lalu kembali sibuk dengan masakannya. "Terserah Mas mau mikir apa," ucapnya, sebelum membawa masakannya ke meja makan, meninggalkan suaminya yang hanya bisa mendengus kesal.Pak Revan menyusulnya, duduk be

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status