Share

4.

last update Last Updated: 2024-09-27 23:19:57

"Mas, lepas! Aku mau tidur." Ayra meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari Arland, namun usahanya sia-sia karena tenaganya tidak sebanding dengan tenaga Arland.

"Ayra diam! Kamu marah sama Mas?" Arland menatap tajam ke arah Ayra seolah sedang mengintimidasinya.

Tok ... tok ... tok! Terdengar suara pintu diketuk dari luar.

"Masuk saja Bi, pintunya nggak dikunci!"

Bi Asih membuka pintunya dari luar sambil membawa nampan. Dia sedikit terkejut melihat Ayra duduk di pangkuan Arland, namun dengan cepat menundukkan pandangannya.

"Tuan ini makanannya?"

"Bawa ke sini!"

Bi Asih berjalan ke arah Arland dan Ayra lalu menyodorkan sepiring makanan ke arah Arland. Arland yang melihatnya segera meraihnya. Setelah memberikan makanannya Bi Asih segera keluar dari sana.

"Makan!" Titah Arland menyodorkan sesendok makanan ke mulut Ayra. Namun Ayra enggan membuka mulutnya sambil menggelengkan kepalanya pelan.

"Ayra, jangan membuat Mas semakin marah kepadamu!" Arland meninggikan nada bicaranya menatap tajam ke arah Ayra. Ayra menunduk menghindari tatapan tajam Arland yang ditunjukkan ke arahnya.

"Kenapa Mas Arland terlihat begitu marah kepadaku, bukankah seharusnya aku yang marah setelah melihat noda lipstik di kemejanya?" Monolong Ayra dalam hati merasa heran dengan Arland, padahal sebelumnya suaminya itu tidak pernah marah kepadanya.

Arland mengulurkan tangannya mengapit kedua pipi Ayra lalu menekannya agar terbuka. Hal tersebut membuat Ayra terkejut namun belum sempat menyingkirkan tangan Arland dari pipinya, sesuap makanan masuk ke dalam mulutnya.

"Kunyah lalu telan!" Titah Arland menatap tajam ke arah Ayra, memintanya untuk mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya lalu menelannya.

Menyadari Arland menatap tajam ke arahnya, akhirnya Ayra terpaksa mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya. Setitik air matanya menetes begitu saja di kedua pipinya mendapat perlakuan seperti itu dari pria yang selama ini disebut suami olehnya.

"Jika kamu menjadi istri yang penurut, Mas tidak akan marah kepadamu." Arland berkata dengan suara lembut menghapus buliran-buliran bening yang membasahi kedua pipi Ayra.

Arland menyunggingkan senyum tipis menyadari tidak ada lagi pemberontakan dari Ayra, mungkin Ayra sudah merasa lelah karena ujung-ujungnya dia juga yang tersakiti.

Arland begitu antusias menyuapi Ayra, walaupun dia tahu Ayra terpaksa membuka mulutnya.

"Mas, kenyang." Ayra menggelengkan kepalanya pelan setelah makan beberapa suap.

"Sedikit lagi ya?" Ayra menggelengkan kepalanya menanggapi pertanyaan Arland.

"Minum dulu!" Arland menyodorkan segelas air minum ke arah Ayra. Ayra yang melihatnya segera meraih gelas tersebut lalu meneguk isinya.

"Awalnya aku merasa telah menjadi wanita paling bahagia karena bisa menikah dengan Mas Arland, tapi entah kenapa sekarang dia justru terasa asing bagiku?" Monolog Ayra dalam hati menatap wajah Arland.

Arland merasa heran melihat Ayra menatap ke arah wajahnya dalam waktu yang cukup lama.

"Sayang, kenapa?" Lagi-lagi Ayra hanya menggelengkan kepalanya tanpa ada niat untuk menjawabnya. Hingga akhirnya dia melihat setitik noda lipstik di sudut bibir Arland. Tangannya bergetar terulur berusaha untuk menghapusnya, tanpa sadar setitik air matanya menetes di kedua pipinya.

"Ini benaran noda lipstik? Jadi Mas Arland telah membagi cintanya dengan wanita lain." Monolog Ayra hatinya terasa nyeri membayangkan suaminya bercumbu mesra bersama dengan wanita lain.

"Sayang, kamu kenapa?" Arland mengerutkan keningnya melihat apa yang dilakukan oleh Ayra.

"Ada sisa makanan yang menempel di sudut bibir Mas." Jawab Ayra berbohong berusaha tersenyum ke arah suaminya.

"Kenapa kamu sampai menangis seperti itu?" Arland semakin merasa heran melihat buliran-buliran bening membasahi kedua pipinya Ayra, dia mengulurkan tangannya untuk menghapusnya.

"Bukankah Mas harus kembali ke kantor? Jika Mas tidak bekerja bagaimana akan menafkahiku?" Ayra mengubah topik pembicaraan berusaha mengusir Arland secara halus. Saat ini dia butuh waktu untuk menenangkan diri.

"Apa keberadaan mas mengganggumu? Padahal mas rela menyerahkan sebuah pekerjaan di kantor kepala Mark (asisten Arland) agar bisa menjagamu."

"Aku nggak apa-apa, lebih baik Mas kembali ke kantor kasihan Mark mengerjakan semual sendiri!" Arland mendengus kesal mendengar ucapan Ayra.

"Kamu bahkan lebih peduli dengan Mark dibandingkan suamimu sendiri?" Sindir Arland. Ayra memutar bola matanya malas mendengar ucapan Arland.

"Aku lebih peduli dengan diriku sendiri."

"Apa kamu masih berpikir bahwa selama ini mas selingkuh dengan wanita lain? Bukankah kamu tahu mas selalu memprioritaskan mu dibanding dengan yang lainnya, ketika Bi Asih mengatakan kamu sedang sakit mas langsung pulang." Ayra tidak menyangkal apa yang diucapkan oleh Arland karena itu benar adanya, tapi noda lipstik di kemeja serta di sudut bibir Arland tidak bisa dianggap remeh begitu saja.

"Aku tidak menuduh Mas."

"Jadi kamu percaya kalau mas tidak selingkuh?"

"Aku merasa heran kenapa Mas selalu membahas tentang perselingkuhan?"

"Mas hanya tidak ingin kamu berpikir yang tidak-tidak." Ayra turun dari pangkuan Arland lalu merebahkan tub uhnya.

Melihat Ayra sudah merebahkan tub uhnya Arland segera mengusap-usap rambut Ayra dengan lembut. Perlahan Ayra memejamkan matanya membiarkan Arland mengusap-usap rambutnya. Tidak ada lagi pembicaraan di antara mereka, semua sibuk dengan pikirannya masing-masing.

*

"Sayang, mas pergi dulu ada janji temu dengan klien." Pamit Arland kepada Ayra setela selesai makan malam.

"Iya Mas." Jawab Ayra singkat ada perasaan lega akhirnya Mas Arland pergi.

"Kamu tidur dulu tidak perlu menunggu mas!" Arland beranjak dari duduknya mendekat ke arah Ayra, mencium keningnya dalam waktu yang cukup lama.

"Percayalah hanya kamu wanita satu-satunya yang mas cintai." Bisik Arland namun Ayra hanya diam tanpa merespon.

Arland kembali menegakkan tub uhnya membalikkan badannya, berjalan meninggalkan Ayra yang sedang menatap ke arahnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Arland mengendarai mobilnya menuju hotel Horison untuk menemui Riska. Ucapannya hanyalah bualan semata dia pergi bukan untuk bertemu dengan klien melainkan untuk bertemu dengan Riska kekasih gelapnya.

Arland menempelkan access card di ganggang pintu kamar hotel Horison yang telah dipesan olehnya. Dia membuka pintunya secara perlahan terlihat kamar dengan sedikit cahaya penerang karena hanya lampu tidur yang dinyalakan.

Ketika dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar seseorang langsung memeluknya. Dari aroma parfumnya dia tahu orang yang sedang memeluknya adalah Riska.

"Mas, aku sudah menunggumu sejak tadi. Aku kira kamu tidak akan datang."

"Maaf sudah membuatmu menunggu." Arland mengusap pipi Riska dengan lembut. Riska yang merasakan usapan lembut di pipinya segera mendongak menatap wajah Arland, kedua tangannya menangkup pipi Arland.

"Aku mencintaimu." Ujar Riska menatap wajah Arland lalu mengecup bibirnya.

Awalnya hanya kecupan namun perlahan semakin dalam serta menuntut lebih. Tanpa melepaskan tautan bibirnya mereka berjalan ke arah ranjang, lalu terjerembab bersama di atasnya.

Kelopak-kelopak bunga mawar segar bertaburan di atas ranjang, semerbak harumnya menusuk indera penciuman. Layaknya tempat tidur yang dipersiapkan untuk pengantin baru.

Kamar hotel Horison tersebut menjadi saksi atas apa yang mereka lakukan malam itu. Saling mengecap kenikmatan dalam hubungan yang tidak seharusnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Suamiku    Bab 82.

    Perpisahan yang Menyayat HatiDi ruang jenazah, Ayra melangkah pelan mendekati brankar tempat suaminya terbujur kaku. Dengan tangan gemetar, ia membuka kain putih yang menutupi wajah Revan sedikit demi sedikit. Hatinya mencelos saat melihat wajah suaminya yang penuh luka memar. Bekas darah yang mulai mengering semakin menegaskan betapa keras penderitaan yang dialaminya sebelum menghembuskan napas terakhir."Mas Revan..." gumamnya, bersamaan dengan buliran air mata yang jatuh tanpa bisa dibendung. Tangannya yang bergetar mengusap lembut wajah suaminya, seolah ingin menghapus jejak luka yang tersisa.Air matanya mengalir semakin deras. Tubuhnya melemah, lalu perlahan merosot ke lantai yang dingin. Dunia seolah berubah gelap. Ia tidak pernah membayangkan bahwa pertemuan mereka setelah satu bulan justru terjadi dalam keadaan seperti ini—Revan kembali, tetapi tanpa nyawa."Mas, secepat inikah kamu pergi meninggalkan aku dan Zavier? Bukankah kamu bilang ingin membahagiakan kami?" isaknya, s

  • Rahasia Suamiku    Bab 81.

    Pak Revan terdiam mendengar pertanyaan Kyai Syamsudin. Otaknya sibuk mencari jawaban yang tepat."Saya sudah meminta izin kepada istri dan anak saya. Untuk sementara, usaha saya akan diurus oleh Doni, jadi kebutuhan mereka tetap tercukupi," jawabnya mantap.Kyai Syamsudin mengangguk-angguk, memahami penjelasan Pak Revan.Dalam pertemuan itu, Pak Revan menceritakan masa lalunya. Penyesalan menggelayut dalam hatinya, terutama saat nama Reyhan kembali muncul dalam pikirannya, mengingatkan pada dosa-dosa yang pernah ia lakukan. Kyai Syamsudin menyarankannya untuk bertaubat dengan taubat nasuha.Pak Revan mengikuti saran itu. Dalam hati, ia bertekad untuk menjadi pribadi yang lebih baik.Hari demi hari, ia belajar ilmu agama dari dasar—Tauhid, Fiqih, hingga membaca qiraati sebagai langkah awal sebelum mempelajari Al-Qur'an. Lidahnya terasa kaku saat melafalkan huruf-huruf hijaiyah, tapi ia tak menyerah. Ia sadar, belajar ilmu agama ternyata lebih sulit dibanding mempelajari bisnis.Terkada

  • Rahasia Suamiku    Bab 80.

    Kepergian Pak Revan"Sayang, Mas harus pergi ke luar kota selama satu bulan."Pak Revan baru saja pulang dari kantor ketika ia menyampaikan kabar itu. Ayra yang tengah duduk di sofa langsung terkejut mendengarnya."Kapan Mas pergi?" tanyanya hati-hati.Pak Revan menatap istrinya sekilas, lalu menyunggingkan senyum tipis. "Sepertinya kamu ingin Mas cepat-cepat pergi?"Ayra terbelalak, tidak menyangka suaminya berpikir seperti itu. Dengan cepat ia menggeleng. "Bukan begitu, Mas. Aku hanya bertanya.""Besok pagi," jawab Pak Revan akhirnya. "Kamu nggak apa-apa 'kan ditinggal di rumah sama Zavier?"Ayra mengangguk pelan. "Nggak apa-apa, Mas."Entah kenapa, jawaban istrinya justru membuat Pak Revan kecewa. Ia berharap Ayra akan mencoba menahannya pergi—setidaknya menunjukkan sedikit rasa enggan. Namun, wanita itu justru menerimanya dengan begitu tenang."Aku saja yang terlalu berharap," batinnya pahit. "Dulu dia bahkan tega meninggalkanku.""Mas!" panggilan Ayra membuyarkan lamunannya.Pak

  • Rahasia Suamiku    Bab 79.

    Kembalinya Masa LaluBeberapa hari telah berlalu. Pak Revan yang mengetahui bahwa istrinya telah suci akhirnya menyunggingkan senyum tipis. Ada kebahagiaan yang menjalar di hatinya—waktunya telah tiba untuk melanjutkan malam pernikahan mereka yang sempat tertunda."Sayang," panggilnya lembut.Ayra menoleh, matanya menatap suaminya dengan ragu. "Ada apa, Mas?""Bolehkah malam ini Mas meminta hak sebagai suami?" tanya Revan, suaranya terdengar dalam, penuh makna.Ayra terdiam. Hatinya bergetar, bukan karena rindu, melainkan karena bayangan masa lalu yang tiba-tiba muncul. Ingatan akan malam itu, ketika pria di hadapannya ini pernah menyakitinya, masih begitu jelas. Meskipun tahun telah berlalu, luka itu belum sepenuhnya sembuh.Menolak? Ayra tak berani. Dia tahu kewajibannya sebagai istri. Lagipula, bukankah menolak ajakan suami tanpa alasan yang sah adalah dosa? Namun, hatinya masih didera ketakutan.Pak Revan menyadari keraguan di mata istrinya. Dengan lembut, dia meraih dagu Ayra, me

  • Rahasia Suamiku    Bab 78.

    Ketakutan yang sejak tadi menghantuinya perlahan mereda ketika Ayra mendengar suara Zavier memanggilnya."Ibu!" seru Zavier, berlari ke arahnya.Seulas senyum tipis terbit di bibir Ayra saat melihat putranya mendekat. "Zavier, kamu sudah pulang?" tanyanya lembut."Sudah, Bu. Tadi di sekolah Zavier diajari lagu 'Kasih Ibu'."Ayra tersenyum. "Coba nyanyikan untuk Ibu, Ibu ingin dengar."Tanpa ragu, Zavier mulai menyanyikan lagu itu dengan suara polosnya. Ayra mendengarkan dengan seksama, hatinya menghangat. Setitik air mata jatuh di pipinya, namun segera ia hapus sebelum putranya menyadarinya."Anak Ibu sekarang sudah pintar nyanyi," pujinya sambil mengusap lembut rambut Zavier.Merasa bangga, Zavier menatap ibunya dengan mata berbinar dan tersenyum lebar."Ayo, ganti pakaian dulu, habis itu makan!" ajak Ayra."Mau sama Ibu!" pinta Zavier manja."Iya, sama Ibu."Ayra menggandeng tangan putranya, membawanya ke kamar untuk mengganti pakaian. Setelah itu, ia segera menyiapkan makan siang u

  • Rahasia Suamiku    Bab 77.

    Pagi itu, Ayra sibuk di dapur menyiapkan sarapan. Seperti kebiasaannya dulu saat bersama Reyhan, rutinitas ini memberinya ketenangan. Namun, kesadarannya tersentak ketika tiba-tiba seseorang memeluknya dari belakang, lalu mengecup lembut kedua pipinya.Tanpa menoleh, Ayra sudah tahu siapa pelakunya."Mas, lepas... susah gerak," pintanya, sedikit memaksa, mencoba melepaskan diri dari pelukan suaminya.Pak Revan akhirnya melepaskan Ayra, lalu melipat kedua tangannya di dada. "Aku heran, apa nggak takut tanganmu lecet gara-gara masak?" tanyanya dengan nada menggoda, tapi ada sindiran di sana."Kalau Mas nggak mau makan, nggak apa-apa. Aku masak buat diri sendiri dan Zavier."Dahi Pak Revan berkerut mendengar jawaban istrinya. "Sayang, kamu mengabaikan suamimu?"Ayra menatapnya sekilas, lalu kembali sibuk dengan masakannya. "Terserah Mas mau mikir apa," ucapnya, sebelum membawa masakannya ke meja makan, meninggalkan suaminya yang hanya bisa mendengus kesal.Pak Revan menyusulnya, duduk be

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status