Share

Sekretaris Baru

Bisikan tak henti menggema di kantor Lingga Konstruksi hari ini. Bukan tanpa sebab, itu karena bos besar mereka kedatangan sekretaris baru lagi menggantikan mendiang Sonia. Kali ini sekretaris Joey jauh lebih aduhai dari sebelumnya. Bahkan beberapa orang mengklaim bongkahan belakang milik wanita yang diketahui bernama Jovanka itu adalah hasil implan silikon dipadu dengan penggunaan rutin slimming suit.

“Dia mau jadi sekretaris apa mau jadi lonte sih? Bajunya ketat banget!” celetuk salah satu karyawan bernama Mala.

Karyawan lain yang lebih muda ikut menimpali. “Kayak enggak tahu Pak Joey, sekretaris dia memang tugasnya sebelas dua belas sama lonte, kan? Bedanya dia ngerjain kerjaan kantoran juga selain buka selangkangan.”

Tawa kecil terdengar dari bibir Mala. Mungkin terdengar kasar, tetapi memang begitu nyatanya. “Kalau kamu sendiri, memang enggak mau diajak begituan sama cowok seganteng Pak Joey?”

“Siapa sih yang enggak mau anu-anu sama orang yang susah digapai kayak dia. Tapi kalau melihat riwayat sekretarisnya, mending aku mundur teratur.”

Mala mengangguk setuju. “Iya juga. Aneh banget, setiap sekretaris Pak Joey enggak pernah ada yang bertahan lama dan selalu berakhir aneh-aneh. Ada yang tiba-tiba kabur, ada yang masuk rumah sakit jiwa terus meninggal, ada yang sakit sampai meninggal juga, terakhir Sonia malah berakhir tragis banget.”

Dua wanita itu bergidik sembari mengusap kedua lengannya. Membicarakan hal itu membuat bulu kuduk mereka berdiri.

“Sudah, ah! Yuk kita balik ke ruangan. Aku merinding.”

***

Joey tersenyum tipis saat melihat penampakan sekretaris yang dimaksud Daelano. Kali ini dia mengacungi jempol untuk lelaki itu. Ternyata penampakan Jovanka lebih dari yang dia bayangkan. “Kamu yang namanya Jovanka?”

Jovanka masih setia menunduk gugup seraya mengangguk kecil. “Iya, Pak. Saya Jovanka Salim.”

“Kenapa kamu menunduk? Uang kamu jatuh di lantai?”

Pertanyaan berbau sarkasme dari Joey sontak membuat wanita itu mengangkat kepala. Hanya cengiran gugup yang mampu dia berikan. “M-maaf, Pak. Saya hanya gugup.”

Joey bangkit dari kursi kebesarannya dan mendekati Jovanka. Bibir tebalnya menyeringai tipis sembari menatap tajam wanita itu dari atas sampai bawah.

“Kamu suka ikan arwana?”

Manik mata Jovanka mengerjap pelan. Wanita itu sedikit terkejut dengan pertanyaan absurd dari sang atasan. “Maksud Bapak bagaimana?”

“Saya punya peliharaan arwana, namanya Beni. Kalau kamu suka, bisa main-main ke apartemen saya sambil kasih dia makan. Dia suka kalau dikunjungi wanita cantik.”

Semburat merah muda muncul di pipi Jovanka. Bukankah itu artinya sang bos tampan ini mengundang dia ke apartemennya? Dan lagi, pujian cantik dari Joey membuat Jovanka jadi merasa istimewa.

“Saya dengan senang hati ke sana kalau Bapak berkenan.”

Satu sudut bibir Joey terangkat. Tanpa aba-aba Joey mendekati Jovanka hingga wanita itu menabrak meja. Deru napas Joey menerpa wajah Jovanka seiring dengan jarak yang semakin menipis. Wanita semampai itu sampai menelan ludahnya kasar.

“Saya mau mengecek, kamu amatir apa pro?”

Belum sempat Jovanka menyahut, bibir tebal Joey telah menyambar bibir tipis wanita itu. Senyum kecil terbit di bibir Jovanka. Wanita itu merasa semakin istimewa bisa mendapat perlakuan begini dari lelaki yang konon dingin dan misterius ini. Mungkin nanti lama-lama aku bisa jadi Nyonya Pratama, batinnya memekik senang.

Bunyi kenop pintu yang terbuka membuyarkan perang bibir antara Joey dan Jovanka. Di sana berdiri Diana dengan beberapa tumpukan dokumen di tangannya. Wanita bermata bulat itu melongo melihat pemandangan tak senonoh di depan sana. Rasanya dia ingin enyah saja detik ini juga.

“Si karyawan pemalas ini lagi! Kenapa kamu ganggu—“

Prang!

Ketiga manusia yang ada di sana terkejut saat sebuah guci keramik jatuh dari bufet di ruangan Joey. Tak lama beberapa pajangan ikut jatuh ke lantai dengan sendirinya. Diana semakin bingung melihat keadaan yang terjadi di depan mata. Awalnya dia hanya ingin menyerahkan beberapa dokumen yang diminta manajernya untuk diberikan pada Pak Joey. Namun, kursi sekretaris yang kosong memaksa Diana untuk bertemu lelaki ini langsung. Dia sudah beberapa kali mengetuk pintu, tetapi tak ada jawaban. Jadi, bukan salah Diana jika dia akhirnya menyelonong masuk.

“Kalian berdua keluar!”

Manik legam milik Joey menatap tak bersahabat, terutama ke arah Diana. Lelaki itu terus memberi pandangan menusuk seolah ingin merobek sukma Diana sekarang juga.

“Apa kalian tuli? Keluar!”

Diana dengan kaki gemetar berjalan mundur meninggalkan ruangan Joey, diikuti oleh Jovanka yang memasang wajah masam ke arah Diana.

“Mbak! Lain kali kalau mau masuk itu ketuk dulu. Ganggu orang tahu, enggak? Lihat, tuh! Pak Joey sampai marah banget,” ujar Jovanka ketus. Bibir tipisnya menyungging senyum remeh ke arah Diana.

Diana terkejut dengan bentakan dari karyawan baru bernama Jovanka ini. Memang posisinya adalah sekretaris direktur, tetapi bukankah Diana terhitung lebih senior di sana?

“Maaf, Mbak. Lain kali kalau mau menegur tolong lebih sopan. Saya juga sudah ketuk kok tadi.”

Jovanka bukannya malu, tetapi semakin menjadi. Wanita semampai itu mendorong kasar bahu Diana hingga terhuyung. “Aku ini kesayangannya Pak Joey, tahu! Aku bisa minta dia pecat kamu. Jadi, baik-baik kalau bicara sama aku. Dan juga, kayaknya Pak Joey memang enggak suka kamu.”

Dengan mulut menganga Diana menatap tubuh Jovanka yang sudah berjalan menjauh ke arah toilet. Selain Luna, bertambah lagi satu spesies menyebalkan di kantor ini. Tangan mungil Diana mengusak kasar wajah cantiknya. Sungguh dia hanya ingin bekerja dengan tenang tanpa ingin punya masalah dengan siapa pun.

“Akh!”

Diana tersentak saat lengannya ditarik paksa oleh seseorang. Tubuh mungilnya diseret masuk kembali ke ruangan yang dia tinggalkan beberapa menit lalu.

“P-Pak Joey,” lirih Diana saat menyadari siapa gerangan yang menariknya.

Joey memojokkan Diana ke tembok ruangan bernuansa abu-abu itu. Perlahan wajah rupawannya mendekat ke arah wajah Diana. Tak lupa tatapan setajam elang Joey layangkan pada Diana.

“Kamu sebenarnya siapa, hah?”

Mata bulat Diana mengerjap lucu. Memangnya siapa lagi? Tentu saja dia adalah Diana. “Saya? Saya Diana Sanjaya, Pak.”

Bibir tebal Joey menyeringai. Tentu bukan itu yang dia maksud. Lelaki itu semakin mendekatkan wajahnya ke arah Diana hingga hidung bangir mereka berdua hampir bersentuhan. “Bukan itu, tolol! Apa hubunganmu dengan Mora? Kamu siapa?”

Dengan alis bertaut Diana memandang lekat Joey. Dia tidak tahu siapa Mora. Seingatnya dia tidak punya kenalan bernama Mora.

“Saya tidak kenal dengan Mora, Pak.”

Joey kembali mendesis sinis. Lelaki itu terlihat tidak percaya perkataan Diana. “Sudah pemalas, sekarang tukang bohong! Kamu memang lebih cocok jadi makanan ikan arwana saya daripada bekerja di sini.”

Mata bulat Diana berbinar. Apa tadi? Ikan arwana? Dia jadi ingat ikan arwana peliharaan ayahnya dulu. Diana sangat menyayangi ikan arwana yang dia beri nama Moli itu. Akan tetapi sayang umur Moli harus berhenti di angka lima belas tahun.

“Bapak punya ikan arwana? Saya juga dulu punya. Ikan arwana saya suka makan kelabang beku.”

Lelaki jangkung itu menatap tak percaya akan respons Diana. Bolehkah dia langsung patahkan saja leher gadis ini?

Suara pintu terbuka mengejutkan Joey dan Diana. Keduanya sama-sama menoleh hingga tak sengaja hidung mereka bersentuhan. Dengan posisi awkward begitu, pasti orang lain mengira yang tidak-tidak terhadap mereka.

“M-maaf. Saya sudah ketuk, tapi tidak ada jawaban,” ujar Yuda terbata. Dia hanya berniat meminta tanda tangan Joey. Sekretaris yang tidak ada di tempat membuat dia terpaksa mengetuk langsung ruangan lelaki ini. Namun, tak disangka pemandangan seperti ini yang dia lihat.

“Kamu ada apa ke sini? Kamu ganggu saya sama dia,” tukas Joey angkuh. Wajahnya yang dingin terlihat semakin dingin.

“Maaf, Pak. Saya hanya mau minta tanda tangan. Saya perlu dokumen ini untuk nanti sore.”

Joey merampas berkas dari tangan Yuda dan menandatanganinya dengan cepat. “Sudah, kan? Jangan kebanyakan minta maaf tiap ketemu saya. Ini bukan lebaran.”

Diana yang masih berdiri mematung akhirnya memilih undur diri meninggalkan Joey dan Yuda. Baginya ini adalah kesempatan untuk kabur dari Joey.

“Saya juga permisi, Pak. Terima kasih,” ujar Yuda yang dibalas kibasan tangan sarat keacuhan dari Joey.

Langkah tegap Yuda berusaha menyusul Diana setelah keluar dari ruangan Joey. Wajah rupawan Yuda tampak pias akibat melihat gadis pujaan hatinya tengah bercumbu dengan sang bos. Begitu kira-kira yang ada di pikiran Yuda.

“Diana!”

Diana menoleh saat mendengar teriakan Yuda. Gadis itu berusaha tersenyum meski hatinya masih syok akibat kejadian di ruangan Joey.

“Ada apa, Kak?”

Yuda mengatur napasnya yang tersengal. Pemuda itu kini menatap Diana dengan tatapan sulit diartikan. “Kamu tadi lagi ngapain di ruangan pak Joey?”

Manik mata Diana meliar. Tak mungkin rasanya dia menceritakan hal tadi pada Yuda. “Kami lagi ngobrolin tentang pekerjaan kok, Kak.”

“Pekerjaan? Dengan posisi kayak orang mau ciuman?” tanya Yuda dengan nada suara yang meninggi. Wajah pias tadi kini berubah jengkel.

“Kak Yuda kenapa, sih?”

“Kamu yang kenapa! Kamu kenapa deketin Pak Joey? Setelah tahu mukanya ganteng jadi kamu juga pengen kejar dia kayak cewek-cewek lain?”

Diana mulai merasa tak nyaman dengan tuduhan Yuda. Dia merasa lelaki ini terlalu ikut campur. Entah apa yang mau dilakukan Diana, tidak perlu izin lelaki ini juga, kan?

“Kak Yuda aneh banget. Aku mau balik ke ruangan, takut dicariin Mbak Mala.”

Wanita itu melengos meninggalkan Yuda yang melihatnya dengan tatapan terluka. Tangan yang memegang dokumen itu mengerat hingga kertas putih itu lecek karena menjadi pelampiasan.

“Apa yang kemarin itu enggak manjur, ya?”

***

Joey menapak lelah lorong apartemennya. Sudah pukul sebelas malam dan dia baru pulang. Jangan pikir dia lembur di kantor, itu tak akan terjadi pada Joey yang sangat menghargai efisiensi waktu dalam bekerja. Lelaki tinggi itu baru saja pulang dari sebuah klub malam. Inginnya dia pulang pagi saja, tetapi dia ingat besok ada rapat penting.

“Sialan! Siapa sebenarnya dia?”

Telapak tangan besarnya mengusap kasar rambut dengan tatanan coma hair. Joey merasa ada yang tidak beres dengan wanita bernama Diana itu.

“Dia pasti bisa melihat Mora. Dasar gadis licik!”

Acara menggerutu Joey terhenti saat sampai di depan pintu masuk apartemen. Setelah memasukkan angka password, langkah lebar Joey berjalan masuk seraya membuka ikatan dasi yang terasa mencekik.

Perlahan Joey membuka kulkas untuk mengambil cacing beku yang dia simpan. Tak sampai lima menit, kini dia sudah berjalan menuju kamarnya. Helaan napas panjang dilontarkan hidung mancungnya saat membuka pintu dan melihat Beni yang berenang gelisah. Ikan arwana itu terlihat tak nyaman dengan sosok mengerikan yang tengah memukul kaca akuarium.

“Mora berhenti!”

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status