Share

Dilema dan Awal Bencana

Penulis: Eugene Dobois
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-06 14:46:26

“Siapa dia?" desak Winda, wajahnya memerah padam.

Winda menatap tajam menuntut jawaban."Kenapa dia menangis? Apa yang kau lakukan padanya, Wisnu?"

“Anu, anu itu—“ balas  Wisnu terbata-bata, kebingungan. Kesulitan menemukan alasan yang tepat.

“Dasar dosen brengsek!” Belum sempat Wisnu menjelaskan, Fina sudah memotong. “Kau akan menerima balasannya! Dasar Kodok Zuma!” makinya lantang.

Suara Fina menggema di parkiran, membuat, beberapa staf dan mahasiswa yang kebetulan lewat menoleh ke arah mereka, sambil cekikikan.

“Hentikan, Fina! Aku bukan kodok zuma!” bentak Wisnu geram, karena dipermalukan.

“Kau akan mati dalam kehampaan, Wisnu!" sumpah serapah keluar dari mulut Fina, disertai derai air mata.

Winda terkesiap melihat Fina, berani mengacungkan jari tengahnya, pada Wisnu. “Astaga…” lirihnya.

Tanpa berkata apapun, Fina segera berlari ke mobilnya. Suara bantingan pintu mobil berdebam keras menggema di parkiran.

Mobil mirip kepik merah itu kemudian, melaju kencang meninggalkan parkiran.

"Siapa wanita itu, Wisnu?” Winda menatap penuh curiga."Kenapa dia bersikap seperti itu kepadamu?"

Wisnu berusaha tenang, mencari alasan logis. "Oh dia, mahasiswi bimbinganku. Dia memang agak emosian anaknya. Maklum masih labil,” kilahnya.

"Benarkah, begitu?" Winda melirik curiga.

Wisnu menatap Winda dalam-dalam.“Sayang, tolong merngertilah. Di kampus ini, sebagai dosen. Aku harus menghadapi berbagai karakter mahasiswa.”

“Jadi tolong jangan salah paham,” tandas Wisnu dengan nada rendah.

Winda terdiam, merasakan kehangatan tatapan Wisnu yang begitu dalam seolah menelanjangi jiwanya, membuatnya jantungnya berdegup kencang.

“Aku minta maaf, atas sikapku,” ucap Winda tersipu malu. “Aku hanya khawatir kehilanganmu, Wisnu. Takut pernikahan kita akan—

“Sstt…” Wisnu menempelkan jari telunjuknya ke bibir Winda, "Saat ini, sebaiknya kita fokus, pada pernikahan yang sudah tinggal beberapa hari lagi."

“Tolong jangan terlalu banyak pikiran.” Wisnu memandang calon istrinya penuh kasih sayang.

Winda tersenyum. “Baiklah.”

Perlahan, rasa cemburu pun di hati Winda mereda. Ia merasa Wisnu merupakan takdir indah, yang ditetapkan untuknya.

"Aku percaya padamu, Wisnu," bisik Winda pelan. "Aku yakin pernikahan kita akan bahagia."

Wisnu tersenyum. "Aku berjanji tidak akan pernah mengecewakanmu, sayang.”

"Oh ya. Sayang, kita harus segera ke perancang busana IVN, untuk fitting jas pernikahanmu," tutur Winda secara mendadak.

"Hah, benarkah?" Wisnu sedikit terkejut.

“Iya. Tadi pagi, sekretaris pribadiku memberitahu hal ini. Makanya, aku buru-buru ke sini,” tegas Winda.

"Ayo, kita pergi.”  Winda menggamit lengan Wisnu. “Pakai mobilku saja. Tinggalkan motormu di kampus!”

“Nanti, biar aku suruh, anak buah papa untuk mengangkut CBR-mu itu, ke langsung ke rumahmu, sayang,” imbuhnya.

"Baiklah." Wisnu menghela napas pasrah. Karena tidak mau ribut dengan wanita keras kepala, pewaris tunggal Perusahaan Adiyaksa Group.

Keduanya merasakan perasaan yang berbeda. Winda merasa semakin mantap, menuju gerbang pernikahan. Sebaliknya, Wisnu merasa semakin tersiksa, karena harus mematikan separuh hatinya demi perjodohan ini.

***

Hari terus berganti. Di balik kemegahan persiapan pernikahan, Wisnu dilanda kegelisahan yang tak terperi. Dilema begitu menyiksa batin. Malam ini pun, ia tidak bisa tidur, hanya rebahan di dalam kamar.

"Aduh. Besok hari pernikahanku, tapi kenapa terasa hampa?”

“Apa yang harus aku lakukan? Bisakah aku melewati malam pertama, dan menjadi suami yang baik bagi Winda? Ah!” Wisnu mengacak-acak rambutnya dengan frustasi.

Di satu sisi, ia masih mencintai Fina. Di sisi lain, paksaan pernikahan dengan Winda, pewaris tunggal Adiyaksa Group, tak kuasa dihindari.

Sekelebat, bayangan wajah cantik Fina, mampir di benaknya. “Maafkan aku, Fina. Kau mungkin akan membenciku. Tapi aku tidak….”

Wisnu termangu di atas tempat tidur, memandangi foto Fina dan dirinya di galeri hape. Saat mereka tertawa, berpegangan tangan di bawah pohon rindang.

"Aku harap kamu tidak melakukan hal bodoh, seperti bunuh diri...."

Tiba-tiba, suara pintu kamar terbuka. Bu Dewi, ibunya, berdiri di ambang pintu dengan wajah terkejut. “Kamu belum tidur, Nak? Ini sudah jam 12 malam, loh.”

 “Sebentar lagi, Bu,” Wisnu menyembunyikan hapenya di bawah bantal.

"Cepatlah tidur! Besok hari pernikahanmu. Akan ada banyak, tamu undangan penting, yang hadir. Jadi kamu harus tampil prima, Wisnu,” omel Bu Dewi.

“Baik, Bu,” balas Wisnu, tersenyum getir.

“Sana, cepat tidur.” Bu dewi pun, menutup kembali pintu kamar, pergi meninggalkan kamar anak pertamanya.

***

Keesokan harinya, di dalam kemegahan ballroom hotel bintang lima, di pusat ibu kota, menjadi saksi bisu pernikahan Wisnu Bramastya dan Winda Adiyaksa.

Tamu undangan penting, dari kalangan pengusaha dan pejabat pemerintahan memenuhi ruangan, memancarkan aura glamor dan prestise.

Winda tampil bagaikan ratu, dalam balutan gaun pengantin rancangan desainer ternama. Senyuman tak pernah pudar dari bibirnya, memancarkan kebahagiaan yang tak terkira.

Di sampingnya, Wisnu tak kalah menawan dalam tuxedo yang melekat sempurna di tubuhnya yang tinggi dan atletis. Namun, di balik senyuman menawannya, tersembunyi luka dan kepura-puraan.

"Pestanya berlangsung meriah ya, sayang," bisik Winda, matanya berbinar penuh cinta.

Wisnu tersenyum palsu. "Iya.”

"Aku sangat bahagia sekali hari ini, Wisnu," tutur Winda.

Wisnu tidak menjawab. Hanya sebuah senyuman tipis merekah dibibirnya, menyembunyikan perih hatinya

Setelah berlangsung meriah selama 3 jam. Akhirnya  pesta pun usai.

Di dalam suite presidential room mewah, di dalam kamar pengantin, yang dipenuhi dengan hiasan bunga. Winda berganti pakaian, mengenakan lingerie seksi. Memancarkan keindahan, setiap lekuk tubuhnya.

“Malam ini adalah malam yang special,” Winda menyemprotkan parfum keseluruh tubuhnya.

Tidak lama kemudian, terdengar suara pintu kamar dibuka.

“Kau sudah datang sayangku,” sambut Winda. “Malam ini menjadi malam yang spesial bagi kita,” ucap Winda dengan manja.

Tanpa basa-basi, Winda mendekatkan diri memeluk manja suaminya. Wisnu bisa merasakan nafas hangat istrinya di wajahnya. Namun, sebelum bibir mereka bersentuhan, Wisnu menghindarinya.

"Ada apa, sayang?" tanya Winda setengah terkejut, mendapat reaksi tak terduga.

"Tidak apa-apa. Aku hanya terlalu lelah setelah acara.” Wisnu berbohong.

Entah mengapa disaat seperti ini, bayangan Fina tiba-tiba muncul. Perasaan bersalah mendadak menghantui benak Wisnu.

 “Maafkan aku, sayang. Mungkin lain kali. Aku lelah,” elaknya.

"Baiklah, sayang. Aku bisa mengerti.”  Winda mencoba memberikan pengertian.

Setelah berganti pakaian, dengan kimono tidur Wisnu, terpaku di sisi ranjang. Bayangan Fina terus menari di pelupuk matanya. Wajahnya, tawanya, sentuhan yang pernah menggetarkan jiwanya—semua itu menghantuinya.

Sementara, Winda, terbaring di sisi lain ranjang, memendam rasa kesal dan kecewa. Malam yang seharusnya penuh cinta dan gairah, berubah menjadi malam sunyi dan dingin.

"Wisnu," bisiknya. "Bisakah kamu memelukku, Sayang?" pinta Winda lirih.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Rahasia Terlarang Dosen Tampan   Intrik di Pulau Dewata

    Matahari Bali menyambut tim dengan hangat saat rombongan perusahaan Wisnu tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai. Suasana sibuk terasa di antara lima belas anggota tim, termasuk Wisnu, Fina, dan Pak Burhan, yang berbaris dengan koper-koper mereka. Wisnu, yang berjalan di depan dengan kacamata hitamnya, menoleh ke belakang memastikan semua orang siap.“Fina,” panggilnya dengan nada tegas. “Pastikan semuanya berjalan sesuai jadwal. Ini proyek besar, jangan sampai ada kesalahan.”“Siap, Pak,” jawab Fina sambil menyesuaikan tas selempangnya, meski di dalam hati ada tekanan yang tidak bisa ia abaikan. Tatapan tegas Wisnu selalu berhasil membuatnya merasa seperti seorang anak sekolah yang kena teguran.Wisnu menunjuk ke arah sebuah mobil Alphard putih yang parkir di depan. "Kamu ikut, dengan saya."Fina mencoba menolak dengan sopan. "Terima kasih, Pak Wisnu, tapi saya akan naik minibus dengan yang lain."Wisnu menatapnya tajam. “Saya tidak menerima penolakan, Fina. Cepat naik.”Akhirnya,

  • Rahasia Terlarang Dosen Tampan   Jerat Mengoda

    Wisnu melangkah maju, mendekatkan dirinya kepada Fina yang masih terpaku di tempat. “Aku tahu kau masih punya perasaan kepadaku, Fina,” ucap Wisnu dengan suara rendah, hampir seperti bisikan. “Kau bisa mencoba melarikan diri, tapi kau tidak bisa membohongi hatimu sendiri.”Fina menelan ludah, tangannya mencengkeram kuat pinggiran meja untuk menahan diri. Ia menggeleng cepat. “Pak Wisnu, saya mohon… ini tidak benar. Semuanya sudah—“ “Kenapa Fina? kau hanya takut mengakuinya? Kau tidak perlu takut padaku. Aku hanya ingin—“Namun, sebelum kata-katanya selesai.BLAK! Pintu ruangan tiba-tiba terbuka lebar, menggelegar seperti guntur. Kipli, OB baru yang disuruh membeli minuman, muncul tanpa mengetuk. Wajahnya polos, bahkan tampak ceria, ia melangkah masuk ke dalam ruangan direktur sambil membawa tas kresek hitam di tangannya. “Pak Wisnu! Kratindieng-nya kagak ada! Toko sebelah juga kagak jual. Adanya cuma Pocari ama Sprite!” teriak Kipli dengan nada santai, tanpa sadar bahwa ia baru saja

  • Rahasia Terlarang Dosen Tampan   Perasaan Terpendam yang Muncul

    "Kenapa kamu diam?" Wisnu berbisik pelan, suaranya berat dan menggoda. "Apa aku membuatmu tidak nyaman?"Fina menggigit bibir bawahnya, berusaha menenangkan gemuruh di dadanya. "S-saya hanya---“ Jarak di antara mereka begitu tipis, membuatnya kesulitan mengatur napas, dadanya naik-turun mencoba menguasai dirinya sendiri, namun sekujur tubuhnya terasa lemah di bawah tatapan Wisnu yang begitu intens.“Tolong...,” suaranya nyaris tak terdengar, bergetar di antara keraguan dan rasa yang tak bisa ia pahami. “Ini tidak benar.” Udara di antara mereka terasa berat. Setiap tarikan napas, membawa mereka semakin dekat.Wisnu tertawa kecil, suara rendahnya bergaung di ruang kantor yang kini terasa terlalu sempit dan intim.Kamu tahu, Fina," katanya sambil mempersempit jarak. Napas hangatnya menyapu lembut di leher Fina, membuat kulitnya merinding. "Ada sesuatu yang aku ingin katakan padamu..." Wisnu berbisik, suaranya pelan, nyaris tak terdengar."P-pak Wisnu... ini... tidak seharusnya." Fina men

  • Rahasia Terlarang Dosen Tampan   Drama Di Kantor

    Saat melihat Fina meninggalkan ruangan divisi marketing, para seniornya menyeletuk sinis, "Lihatlah, si sok tau itu!"“Coba lihat, dia. Pasti mau cari perhatian lagi ke Pak Wisnu."Hati Fina semakin merasa perih mendengar celetukan itu, tapi ia berusaha untuk tidak mempedulikannya. Fina terus mempercepat langkahnya ke ruangan direktur.Fina tiba di ruangan Wisnu dengan napas tersengal-sengal, membawa sejumlah besar dokumen tercetak yang diminta. Dia merasa seperti dipermainkan oleh keadaan, tergesa-gesa karena panggilan tak terduga itu.Wisnu duduk di balik meja, wajahnya tegang namun tak terbaca ekspresinya dengan jelas.“Fina, cepat duduk. Aku butuh dokumen untuk event ini segera."Fina menyerahkan dokumen dengan hati-hati. "Ini dokumen yang diminta, Pak Wisnu."Wisnu, periksa dengan cepat tumpukan dokumen itu. Dahinya berkerut. “Kenapa data para sponsor dan finansialisasi belum selesai?”“Kamu ini apa-apaan, sih! Padahal event sudah semakin dekat! Dan data harus segera aku laporka

  • Rahasia Terlarang Dosen Tampan   Kecurigaan Mencuat

    ‘Akan aku buat kalian menyesal telah menghinaku, para senior!’ Tekad Fina.Udara di divisi marketing terasa panas dan penuh tekanan. Fina mengepalkan tangannya erat, di bawah meja. Kata-kata hinaan para seniornya masih terngiang di telinganya."Tidak bisa dibiarkan," bisiknya. Api mulai bergelora di hatinya. Dalam diam, Fina tidak terima diperlakukan seperti ini."Aku tidak akan membiarkan mereka menginjak-injak harga diriku lagi," bisiknya pelan. Ia siap menghadapi apa pun yang datang.Di saat yang sama, Wisnu, sang CEO, merasakan keanehan di kantornya. Saat kembali ke ruangannya, ia melihat kehadiran petugas kebersihan dan AC yang tidak biasa berkeliaran. Wisnu mengamati, para petugas itu mengenakan pakaian jumpsuit hitam, topi pet hitam, dan handy talky terselip di pinggang. Ada sekitar enam sampai tujuh orang, dengan badan tegap dan terlalu kekar untuk ukuran seorang kuli servis AC.Wisnu mengerutkan kening. Feelingnya yang tajam mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. "Ada ap

  • Rahasia Terlarang Dosen Tampan   Kecurigaan

    Winda menemukan foto lama Wisnu yang tampak mesra dengan seorang wanita muda di dalam laci meja kerja suaminya. Wajahnya memerah, hatinya dipenuhi kecurigaan, cemburu, amarah, dan tanda tanya. "Siapa wanita ini?" gumamnya dengan suara bergetar, matanya menatap tajam pada foto itu seolah-olah berharap mendapatkan jawaban.“Sialan, Wisnu! Sebenarnya kau pria seperti apa?” geramnya.Gejolak emosi mulai merambat mengusai hati Winda Adiyaksa. “Aku tidak bisa membiarkan hal ini---“Dering telepon genggam nyaring berbunyi, “Sh*t!” umpat Winda. Ia pun segera mengangkat panggilan yang ternyata dari Bu Rudi Budiman, salah satu kelompok sosialitanya.“Pagi Jeng Winda, kenapa belum sampai di Hotel? Kami sudah menunggu anda, Jeng” ucapnya dari seberang telepon.“Oh maaf, saya agak telat datang. Karena ada sedikit urusan. Tapi tenang saja Jeng Rudi, saya akan segera OTW ke sana,” balas Winda ramah.“Baiklah, Jeng Winda. Kami tunggu kedatangannya, ya…. Karena kalo tidak ada Jeng Winda, rasanya kuran

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status