Home / Romansa / Rahasia Terlarang Dosen Tampan / Luka dan Pernikahan Dingin

Share

Luka dan Pernikahan Dingin

Author: Eugene Dobois
last update Last Updated: 2024-05-06 14:47:01

 “Ya, Winda, ada apa?”

Wisnu tersadar dari lamunannya, memandang istrinya disampingnya yang begitu mendambakan kehangatan darinya.

"Bisakah kamu memelukku?" pinta Winda sekali lagi, suaranya memendam kesedihan.

Tanpa berkata apapun, Wisnu segera memeluk Winda dengan erat, demi melegakan hasrat istrinya. Namun pelukannya terasa hampa dan dingin, tanpa cinta.

Jari jemari Winda, menelusup dibalik kimono tidur Wisnu, membelai lembut tubuh atletisnya. Tapi dengan cepat pria itu menangkapnya, menghentikan gerakan jemari lentik itu.

"Maaf Winda, aku ngantuk sekali," Wisnu berbohong. Ia segera melepaskan pelukannya dan berbaring berlawanan arah dengan Winda.

"Oh," jawab Winda singkat. Hatinya teriris, namun berusaha tegar.

Dingin menusuk tulang Winda, bukan hanya karena suhu ruangan, tapi juga karena sikap dingin Wisnu di malam pertama pernikahan mereka. ‘Kenapa dia begini?’ batinnya.

 Malam yang seharusnya penuh kebahagiaan, kini dipenuhi ketidakpastian.

‘Apa mungkin dia sedang tidak enak badan atau tidak mood?’ batin Winda, mencoba memberikan pengertian.

Winda ingin menanyakan keadaan pada suaminya secara langsung, tapi ia tidak berani. Melihat Wisnu sudah memejamkan mata di sampingnya. Padahal pria itu hanya pura-pura tidur demi menghindari 'kewajiban' di malam pertama.

Entah mengapa bayangan Fina masih menghantui pikiran Wisnu, membuatnya terombang-ambing antara rasa bersalah. ‘Maafkan aku,’ batin Wisnu resah.

Sementara Winda, yang tidak tahu apa-apa, terbaring di sisi Wisnu, merasakan kehampaan.

Malam itu, meskipun mereka berdua terbaring berdampingan, namun jiwanya terpisah jauh. Malam pertama berubah menjadi malam dingin yang sunyi.

***

Keesokan harinya. Wisnu baru saja selesai mandi, ia memandang dengan tatapan bersalah pada istrinya, di atas ranjang.

“Maafkan aku, atas semalam,” bisiknya lirih.

Tiba-tiba, terdengar ketukan pintu keras menggema di kamar hotel. Wisnu segera membuka pintu, mendapati seorang pria tegap, berambut cepak, dengan kulit sawo matang.

“Siapa, ya?” tanya Wisnu penasaran.

"Selamat pagi, Tuan Wisnu," sapa pria itu dengan sopan. "Saya Emil, sekretaris pribadi sekaligus ajudan, Tuan Edi Adiyaksa.”

"Beliau, meminta saya untuk kemari," imbuhnya.

"Ada apa, Pak Emil?" tanya Wisnu.

"Tuan Adiyaksa, meminta  saya untuk mengantar, anda dan Nyonya Winda ke bandara. Beliau, telah menyiapkan pesawat jet pribadi, untuk mengantar anda berdua, ke Paris, Perancis,” terang pria berambut cepak itu.

Wisnu termenung sejenak. "Baiklah, Pak Emil. Saya akan memberitahu istri saya, terlebih dahulu."

Emil mengangguk. "Baiklah, Tuan Wisnu. Saya akan menunggu Anda dan Nyonya di lobi hotel. Kita akan berangkat jam 11 siang. Saya mohon jangan telat," ucapnya dengan wajah datar.

Wisnu mengangguk sekali lagi, sebagai tanda mengerti. Lalu Emil pun meninggalkan kamar.

Kemudian, Wisnu segera masuk, menghampiri istrinya. Ia melihat Winda menerima telepon, dalam keadaan masih mengantuk.

"Apa? Hadiah bulan madu ke Paris?" pekik Winda tak percaya. "Papa nggak bohong kan?!" mendadak ekspresinya sumeringah.

"Makasih banget, Papa," Winda bersorak kegirangan, suaranya memenuhi ruangan. Senyumnya merekah, menghapus semua rasa kantuk yang tersisa.

Sementara Wisnu, hanya terdiam, melihat dengan tatapan datar. 'Dua minggu bulan madu di Paris?' batinnya kesal, 'Mertua sialan. Ada-ada saja!'

Winda mendekati suaminya. "Sayang! Kita harus segera bersiap!” ucapnya antusias. "Oh ya, Jangan lupa, packing baju-baju kita!” perintahnya.

Kemudian, Winda segera berlalu ke kamar mandi, meninggalkan suaminya yang masih melongo sendirian dengan batin yang kacau.

Wisnu menghela nafas panjang, “Hah, ada-ada saja?”

Terpaksa, ia bersiap packing baju sesuai perintah istrinya. Beruntung, barang bawaan mereka tidak banyak.

Setelah semuanya siap, Wisnu dan Winda segera menemui Emilio, yang menunggu di lobi hotel.

Perjalanan ke Paris pun dimulai.

Suasana di dalam pesawat terasa agak canggung. Keduanya duduk berdampingan, namun tidak ada sepatah kata pun yang terucap.

Wisnu terdiam seribu bahasa dengan kegelisahannya, ‘Bagaimana aku menghadapi Winda selama di Paris, nanti? Wanita ini cukup agresif. Dua minggu waktu yang cukup lama. Hadeeh,’ resah hatinya.

Sementara Winda, merasa sangat senang. Ia yakin bulan madu ini akan menjadi awal yang baru bagi pernikahan mereka. Ia berharap dapat lebih intim lagi dengan Wisnu saat di Paris nanti.

"Aku harap di Paris nanti, kita bisa lebih dekat dan saling mengenal lebih baik," ucap Winda, memecah keheningan.

Wisnu tersenyum tipis, "Semoga saja," balasnya singkat.

Agar tidak ditanyai macam-macam lagi oleh istrinya, Wisnu memilih untuk memejamkan mata, selama perjalanan.

Winda merasa kecewa, ‘Kenapa dia malah tidur lagi, sih?! Padahal, aku masih ingin mengobrol dengannya,’ batinnya kesal.

Demi mengobati kesepiannya, Winda memilih mendengarkan musik lewat headset yang terpasang di kursi kabin eksekutif.

Suasana di kabin pesawat sunyi. Hanya suara mesin pesawat yang memecah keheningan selama perjalanan.

Setelah melalui sekitar 14 jam penerbangan, dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta (CGK) Jakarta ,Indonesia. Akhirnya mereka mendarat di Bandara Paris-Charles de Gaulle (CDG) pada jam 1 pagi (GMT+1) keesokan harinya.

Menggunakan mobil sedan mewah sewaan, Emilio mengantarkan mereka ke Hotel Le Meurice.

Sebuah hotel mewah terkenal di Paris, yang biasa digunakan untuk destinasi bulan madu. Setelah membantu pengurusan semuanya, Emilio kembali ke Indonesia.

"Selamat bersenang-senang Tuan dan Nyonya,"ucapnya sopan."Saya akan kembali ke Indonesia, sesuai perintah Tuan besar Adiyaksa."

Winda tersenyum. "Terima kasih, Emilio." Sementara Wisnu, hanya menganggukkan kepala ringan dengan ekspresi datar.

"Oh ya hampir terlupa. Nyonya Winda, ini ada titipan untuk Anda. Dari sahabat Anda, Nona Lalisa," Emilio pun mengeluarkan kotak kecil berwarna merah dari balik jasnya. "Katanya, ini hadiah spesial untuk Anda," imbuh Emilio.

"Terima kasih, Emil," balas Winda, menerima kotak tersebut. Emilio pun langsung pamit meninggalkan kedua pasangan pengantin baru tersebut.

Di dalam kamar mewah Hotel Le Meurice, kini tinggal mereka berdua. Suasana menjadi sedikit tegang.

Di balik tirai tipis kamar hotel mewah di Paris. Winda segera menanggalkan pakaiannya. Rambutnya yang tergerai indah, menyentuh lehernya yang halus. Dengan gerakan yang menggoda, ia mendekati Wisnu.

Wisnu menelan ludah, ‘Gawat. Ditagih jatah setoran, nih,’ batinnya cemas.

“Sayang,” bisik Winda dengan suara menggoda. “Kamu tahu, di Perancis, jam segini waktunya---“

“Cari kopi! Aku ngantuk!” potong Wisnu sambil mendadak berdiri dari tempat duduknya. Winda terhenyak mundur karena kaget.

“Apa kamu mau kopi juga, Winda?” tawar Wisnu. Dengan cepat, ia mencari-cari alasan untuk bisa segera, meninggalkan kamar.

“Tidak. Aku tidak suka kopi. Tetapi sesuatu yang panjang, besar, dan keras,” balas Winda sambil tersenyum nakal.

“A-apa?” Wisnu terkesiap.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia Terlarang Dosen Tampan   Intrik di Pulau Dewata

    Matahari Bali menyambut tim dengan hangat saat rombongan perusahaan Wisnu tiba di Bandara Internasional Ngurah Rai. Suasana sibuk terasa di antara lima belas anggota tim, termasuk Wisnu, Fina, dan Pak Burhan, yang berbaris dengan koper-koper mereka. Wisnu, yang berjalan di depan dengan kacamata hitamnya, menoleh ke belakang memastikan semua orang siap.“Fina,” panggilnya dengan nada tegas. “Pastikan semuanya berjalan sesuai jadwal. Ini proyek besar, jangan sampai ada kesalahan.”“Siap, Pak,” jawab Fina sambil menyesuaikan tas selempangnya, meski di dalam hati ada tekanan yang tidak bisa ia abaikan. Tatapan tegas Wisnu selalu berhasil membuatnya merasa seperti seorang anak sekolah yang kena teguran.Wisnu menunjuk ke arah sebuah mobil Alphard putih yang parkir di depan. "Kamu ikut, dengan saya."Fina mencoba menolak dengan sopan. "Terima kasih, Pak Wisnu, tapi saya akan naik minibus dengan yang lain."Wisnu menatapnya tajam. “Saya tidak menerima penolakan, Fina. Cepat naik.”Akhirnya,

  • Rahasia Terlarang Dosen Tampan   Jerat Mengoda

    Wisnu melangkah maju, mendekatkan dirinya kepada Fina yang masih terpaku di tempat. “Aku tahu kau masih punya perasaan kepadaku, Fina,” ucap Wisnu dengan suara rendah, hampir seperti bisikan. “Kau bisa mencoba melarikan diri, tapi kau tidak bisa membohongi hatimu sendiri.”Fina menelan ludah, tangannya mencengkeram kuat pinggiran meja untuk menahan diri. Ia menggeleng cepat. “Pak Wisnu, saya mohon… ini tidak benar. Semuanya sudah—“ “Kenapa Fina? kau hanya takut mengakuinya? Kau tidak perlu takut padaku. Aku hanya ingin—“Namun, sebelum kata-katanya selesai.BLAK! Pintu ruangan tiba-tiba terbuka lebar, menggelegar seperti guntur. Kipli, OB baru yang disuruh membeli minuman, muncul tanpa mengetuk. Wajahnya polos, bahkan tampak ceria, ia melangkah masuk ke dalam ruangan direktur sambil membawa tas kresek hitam di tangannya. “Pak Wisnu! Kratindieng-nya kagak ada! Toko sebelah juga kagak jual. Adanya cuma Pocari ama Sprite!” teriak Kipli dengan nada santai, tanpa sadar bahwa ia baru saja

  • Rahasia Terlarang Dosen Tampan   Perasaan Terpendam yang Muncul

    "Kenapa kamu diam?" Wisnu berbisik pelan, suaranya berat dan menggoda. "Apa aku membuatmu tidak nyaman?"Fina menggigit bibir bawahnya, berusaha menenangkan gemuruh di dadanya. "S-saya hanya---“ Jarak di antara mereka begitu tipis, membuatnya kesulitan mengatur napas, dadanya naik-turun mencoba menguasai dirinya sendiri, namun sekujur tubuhnya terasa lemah di bawah tatapan Wisnu yang begitu intens.“Tolong...,” suaranya nyaris tak terdengar, bergetar di antara keraguan dan rasa yang tak bisa ia pahami. “Ini tidak benar.” Udara di antara mereka terasa berat. Setiap tarikan napas, membawa mereka semakin dekat.Wisnu tertawa kecil, suara rendahnya bergaung di ruang kantor yang kini terasa terlalu sempit dan intim.Kamu tahu, Fina," katanya sambil mempersempit jarak. Napas hangatnya menyapu lembut di leher Fina, membuat kulitnya merinding. "Ada sesuatu yang aku ingin katakan padamu..." Wisnu berbisik, suaranya pelan, nyaris tak terdengar."P-pak Wisnu... ini... tidak seharusnya." Fina men

  • Rahasia Terlarang Dosen Tampan   Drama Di Kantor

    Saat melihat Fina meninggalkan ruangan divisi marketing, para seniornya menyeletuk sinis, "Lihatlah, si sok tau itu!"“Coba lihat, dia. Pasti mau cari perhatian lagi ke Pak Wisnu."Hati Fina semakin merasa perih mendengar celetukan itu, tapi ia berusaha untuk tidak mempedulikannya. Fina terus mempercepat langkahnya ke ruangan direktur.Fina tiba di ruangan Wisnu dengan napas tersengal-sengal, membawa sejumlah besar dokumen tercetak yang diminta. Dia merasa seperti dipermainkan oleh keadaan, tergesa-gesa karena panggilan tak terduga itu.Wisnu duduk di balik meja, wajahnya tegang namun tak terbaca ekspresinya dengan jelas.“Fina, cepat duduk. Aku butuh dokumen untuk event ini segera."Fina menyerahkan dokumen dengan hati-hati. "Ini dokumen yang diminta, Pak Wisnu."Wisnu, periksa dengan cepat tumpukan dokumen itu. Dahinya berkerut. “Kenapa data para sponsor dan finansialisasi belum selesai?”“Kamu ini apa-apaan, sih! Padahal event sudah semakin dekat! Dan data harus segera aku laporka

  • Rahasia Terlarang Dosen Tampan   Kecurigaan Mencuat

    ‘Akan aku buat kalian menyesal telah menghinaku, para senior!’ Tekad Fina.Udara di divisi marketing terasa panas dan penuh tekanan. Fina mengepalkan tangannya erat, di bawah meja. Kata-kata hinaan para seniornya masih terngiang di telinganya."Tidak bisa dibiarkan," bisiknya. Api mulai bergelora di hatinya. Dalam diam, Fina tidak terima diperlakukan seperti ini."Aku tidak akan membiarkan mereka menginjak-injak harga diriku lagi," bisiknya pelan. Ia siap menghadapi apa pun yang datang.Di saat yang sama, Wisnu, sang CEO, merasakan keanehan di kantornya. Saat kembali ke ruangannya, ia melihat kehadiran petugas kebersihan dan AC yang tidak biasa berkeliaran. Wisnu mengamati, para petugas itu mengenakan pakaian jumpsuit hitam, topi pet hitam, dan handy talky terselip di pinggang. Ada sekitar enam sampai tujuh orang, dengan badan tegap dan terlalu kekar untuk ukuran seorang kuli servis AC.Wisnu mengerutkan kening. Feelingnya yang tajam mengatakan ada sesuatu yang tidak beres. "Ada ap

  • Rahasia Terlarang Dosen Tampan   Kecurigaan

    Winda menemukan foto lama Wisnu yang tampak mesra dengan seorang wanita muda di dalam laci meja kerja suaminya. Wajahnya memerah, hatinya dipenuhi kecurigaan, cemburu, amarah, dan tanda tanya. "Siapa wanita ini?" gumamnya dengan suara bergetar, matanya menatap tajam pada foto itu seolah-olah berharap mendapatkan jawaban.“Sialan, Wisnu! Sebenarnya kau pria seperti apa?” geramnya.Gejolak emosi mulai merambat mengusai hati Winda Adiyaksa. “Aku tidak bisa membiarkan hal ini---“Dering telepon genggam nyaring berbunyi, “Sh*t!” umpat Winda. Ia pun segera mengangkat panggilan yang ternyata dari Bu Rudi Budiman, salah satu kelompok sosialitanya.“Pagi Jeng Winda, kenapa belum sampai di Hotel? Kami sudah menunggu anda, Jeng” ucapnya dari seberang telepon.“Oh maaf, saya agak telat datang. Karena ada sedikit urusan. Tapi tenang saja Jeng Rudi, saya akan segera OTW ke sana,” balas Winda ramah.“Baiklah, Jeng Winda. Kami tunggu kedatangannya, ya…. Karena kalo tidak ada Jeng Winda, rasanya kuran

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status