BAB 2 : Kegalauan Hati
Pagi ini Angel pulang ke rumah orang tuanya. Dia membawa beberapa potong pakaian, dia berencana akan berada di rumah orang tuanya satu minggu. Setelah membawa beberapa perlengkapan dan beberapa potong pakaian, lalu dia memesan taxi untuk pergi ke rumah orang tuanya.Setelah memastikan seluruh peralatan listrik yang digunakan telah dimatikan. Dia pun meninggalkan apartemen menuju lift untuk sampai ke lobby. Sesampai di lobby, taxi yang dipesan pun telah sampai. Di dalam taxi, ia langsung menghubungi mamanya.“Ma, Angel sudah on the way menuju rumah, mama masak apa hari ini?”“Mama hari ini masak sayur asem, cumi goreng kesenangan kamu.”“Aduh, Angel jadi lapar Ma...,” dengan manja ia berkomentar tentang makanan yang dimasak mamanya hari ini.Selama ini, jika Angel pulang ke rumah, mamanya selalu memasak makanan kesukaannya. Kerinduan Angel pada masakan mamanya membuat ia, bisa dua sampai tiga kali bolak balik rumah dan apartemen. Karena selezat apa pun masakan yang dibelinya, masakan mamanya tetap juara.Perjalanan ke rumah mamanya memakan waktu sekitar satu jam untuk hari sabtu dan minggu. Tetapi untuk hari jam sibuk bisa memakan waktu sekitar dua jam. Dalam perjalanan Angel kembali mengingat perkataan dari Tito. Miris sekali hatinya, karena selama ini dia pikir, Tito serius akan hubungan yang telah mereka rajut selama satu tahun lebih.Kenyataannya setelah mereka berhubungan selama satu tahun lebih, Tito memintanya untuk tidak menghubunginya selama satu bulan, karena ketakutan atas kecurigaan istrinya pada hubungan cinta mereka. Dulu, Tito sering mengeluh pada Angel, tentang istrinya yang tidak bisa mengurus anak-anak, senang shopping, kumpul dengan teman-tannya dan jarang melayaninya kebutuhan batin Tito sebagai suami.Waktu itu Angel berharap bisa menggantikan posisi nyonya Tito seperti yang sering kali ditanyakan tentang kelangsungan hubungan mereka. Angel yakin kelak Tito akan menyunting dirinya. Bagi Angel menjadi istri dari lelaki keren, mapan seperti Tito bukanlah suatu musibah, bahkan dianggap sebagai berkah. Dan teman-teman di sanggar senam pun sudah mengetahui status dari Angel dan Tito. Angel yang berkumpul dengan ibu-ibu di sanggar senam telah terbiasa berbagi cerita tentang apa pun, bahkan masalah ranjang mereka. Berbagi tip untuk membuat pasangan agar tetap betah di ranjang adalah topik yang biasanya jadi bahan lelucon di antara mereka.Ada juga teman sanggar senam yang mengingatkan Angel agar memaksa Tito menikahinya, hanya saja selama Tito belum pernah membahasnya. Jika Angel membahas masalah itu, yang diterima olehnya cuma janji belaka. Keseriusan Tito sewaktu menjalin cinta dengannya terlihat pada awal jalinan cinta terlarang yang masih menggebu dan penuh hasrat. Keseriusan Tito kala itu terlihat sewaktu ia meminta Angel berhenti bekerja dan menjamin kehidupan lahir batinnya. Sejak saat itu Angel tinggal di sebuah apartemen milik Tito. Dan mereka sudah seperti pasangan suami istri walaupun tanpa selembar kertas yang legal.Selama ini, Angel tidak pernah mengenalkan Tito pada mamanya sebagai teman dekat atau pun hanya teman biasa. Angel juga mengaku masih bekerja di perusahaan otomotif. Dan ini adalah awal dari satu kebohongan kecil tentang pekerjaan, lalu berlanjut dengan kebohongan-kebohongan lain yang sering kali meluncur dari bibirnya ketika bercerita pada mamanya.Keresahan hati Angel sekarang ini, disebabkan Tito yang tidak mengizinkan menghubunginya. Selama ini tidak pernah sekali pun hal itu terjadi dan hal ini jelas sangat membuat hatinya terluka. Perjalanan cinta terlarang mereka yang telah berjalan setahun lebih seakan-akan ter-nodai dengan larangan menghubungi lelaki yang menjadi pengharapan masa depannya.Padahal selama ini, Angel selalu memberikan cinta, perhatian dengan ketulusan walaupun cinta yang diberikan oleh Angel bukanlah cinta biasa. Angel sebelumnya menyadari konsekuensi mencintai lelaki beristri, hanya saja cinta di hati telah membutakan logikanya dalam berpikir wajar.“Maaf Non, sudah sampai.”“Ehh... iya pak, terima kasih, ini biaya taxi nya, kembaliannya ambil saja pak.”Karena lamunannya tentang Tito membuatnya tidak menyadari kalau ia sudah sampai di rumah.Terima kasih banyak Non.”Angel keluar dari dalam taxi, menuju pintu pagar yang tidak tergembok. Dilihatnya tanaman bunga-bunga di depan teras rumah bermekaran. Terasa indah dipandang mata, dan ada rasa ketenangan ketika melihat bermacam bunga yang tertata rapi dengan pot yang sesuai dengan jenis tanaman.Ketika memasuki pintu rumah itu, Angel serta merta memanggil mamanya.“Maa...Angel sudah sampai.”Tidak didengarnya ada sahutan, Angel pun langsung menuju dapur. Aroma cumi yang digoreng menghantarkannya ke dapur. Di lihat mamanya sedang asik menggoreng cumi asin tanpa menyadari kehadirannya.“Maa... sudah matang apa belum?”Seketika mama menoleh ke belakang mendengar suara yang tidak asing lagi. Dan tersenyum manis dan melambaikan tangannya meminta Angel masuk ke dalam ruang memasak.“Sini... Bantu mama.”Angel pun bergabung ke ruang masak, terlihat ia sedang mengulek sambal pada sebuah cobek yang telah berisi bahan yang sudah disiapkan.“Angel, nanti mama akan coba sambal buatan kamu yaa.”“Pasti enak laah Ma.”“Kalau sudah bisa bikin sambal enak, berarti kamu bisa mengurus suami kamu dengan baik.”Angel yang sedang malas membahas tentang hubungan bikin sambal dengan mengurus suami, tidak menimpali kembali ucapan mamanya. Ia terus saja mengulek sambal hingga terlihat halus. Selesai itu, ia membantu menggoreng tempe dan tahu. Setelah selesai mereka menata hidangan di meja makan, dan makan bersama. Ketika menikmati makanan itu, mamanya bercerita akan bertemu dengan teman lamanya dan meminta Angel ikut menemani karena papanya sedang pulang ke kampung menjenguk neneknya yang sudah sangat sepuh.“Angel, mama mandi dulu yaa.”“Kamu tidak mandi lagi?”“Yaa sudah mama mandi cepat sana, Angel masih harum, jadi enggak perlu mandi lagi,” jawab Angel dengan tersenyum manis ke arah mamanya.Angel beranjak ke ruang keluarga, mengambil beberapa album foto yang diletakan di dalam sebuah lemari kaca di samping meja televisi. Terkadang Angel sangat merindukan masa kecil, masa remaja. Ia adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Kedua kakak lelakinya telah menikah dan tinggal di luar kota, sehingga mamanya hanya tinggal bersama papanya. Ia merasa kasih sayang kedua kakak lelakinya telah lenyap ketika mereka menikah dan mempunyai anak.Hubungan mereka tidak seperti dulu lagi. Angel merasa kakaknya sibuk dengan keluarga kecilnya dan terlalu banyak menghabiskan waktu bersama istri dan anak mereka. Terkadang mamanya sering mengeluh tentang kurang perhatian kakaknya pada mama dan papanya setelah mereka menikah. Kalau sudah demikian, dalam pikiran Angel, ingin ia menikah dan hidup bersama kedua orang tuanya agar ia bisa membahagiakan kedua orang tuanya dengan kehadiran cucu yang jarang mereka temui dari kakaknya.“Angel...kemari.”Angel berjalan ke kamar mama dan melihat mamanya sedang mencoba beberapa pakaian.“Mama... Seperti akan ketemu pacar saja, sampai mencoba beberapa pakaian untuk ketemu teman lama.”“Apa mama ke temuan dengan mantan masa sekolah yaa?”Cekikikan Angel menggoda mamanya yang terlihat, melotot ke arahnya.“Bagusan yang warna biru muda apa ungu?”“Yang ungu aja maa.. lebih bagus bahan bajunya dan lebih cocok dipakai mama.”Selesai berpakaian dan memoles tipis wajah yang masih terlihat cantik walaupun separuh abad telah dilaluinya. Angel lalu berganti baju juga, agar selaras dengan warna baju yang akan dikenakannya. Apalagi mamanya mengatakan kalau saat ini, ia akan bertemu dengan teman alumni sekolah menegah atas yang sekarang telah menjadi seorang nyonya dari orang terkenal di tanah air ini.“Maa... coba lihat, sudah cocokkan dengan baju yang mama pakai.”“berdandanlah sedikit Angel, agar wajahmu terlihat segar.”Angel lalu berdandan ala kadar nya saja. Karena memang perasaan hatinya sejak kemarin hingga kini tidak bisa dibohongi kalau dia merasa ada yang telah berubah dari Tito. Setelah selesai mereka pun pergi dengan menggunakan taxi. Sesampai di sebuah rumah mewah, mereka pun keluar dari taxi menuju pagar rumah yang telah dijaga oleh dua orang security di pos jaga sebelum memasuki pagar tinggi berwarna hijau terang.Dilihat seorang security menghubungi seseorang, lalu mereka dipersilakan masuk. Memasuki pintu gerbang tinggi berwarna hijau terang membuat Angel dan mamanya sangat takjub dengan keindahan interior dari rumah mewah itu. Jalan menuju rumah itu adalah sebuah jalan yang terus menanjak. Dimana kanan dan kiri dari jalanan itu tertanam bunga mawar merah yang bermekaran. Batu sikat dengan motif bintang membuat keindahannya menyatu dengan bunga-bunga mawar.Sesampai di depan rumah tampak lima anak tangga menuju teras dengan tiga empat pilar besar yang ditempel dengan paras yogya berwarna kuning muda membuat rumah mewah itu terlihat kokoh berdiri walaupun ada guncangan yang akan menggoyahkannya. Sesampai di tangga ke lima mereka langsung disambut oleh pemilik rumah. Dia adalah tante Yuni, sahabat karib mamanya Angel, sewaktu masa sekolah. Tante Yuni terlihat lebih muda dilihat dari usianya.“Andini, apa kabar...?” peluk cium kedua sahabat itu pun terjadi, dan mereka kembali mengulang berpelukan. Terlihat rasa kangen yang demikian sangat bagi mereka berdua.Angel yang berdiri di antara kedua wanita paru baya itu hanya tersenyum menyaksikan pemandangan itu. Lalu Angel diperkenalkan dengan tante Yuni. Wanita cantik pemilik kemewahan rumah itu membimbing mereka memasuki kemegahan pada bagian dalam rumah itu. Dalam hati Angel berdecap kagum dengan interior dan furnitur yang tertata rapi. Mereka dipersilakan duduk pada kursi yang terlihat sangat besar dengan ukuran badan mereka.“Dini, putrimu cantik sekali,” Yuni memandang ke arah Angel sambil tersenyum ramah.“Terima kasih tante,” singkat jawab Angel ketika mendapatkan pujian atas kecantikannya.Mereka pun bercerita banyak tentang banyak hal, dan Angel sebagai pendengar setia yang sesekali tertawa ketika mendengarkan ulasan cerita masa lalu mereka. Kurang lebih tiga puluh menit kemudian datang seorang pria muda seumuran dengan Angel masuk ke ruang tamu.“Andi, sini nak... Kenalkan ini teman mama.” Yuni meminta putranya berkenalan dengan Angel dan mamanya.“Tampan sekali putramu Yun.”Mendengar pujian dari tamu yang baru dikenalnya membuat Andi tersenyum lebar dan menimpali perkataan dari mamanya Angel.“Setiap lelaki memang tampan, tante.”Mereka akhirnya tertawa bersama. Lalu Yuni meminta putranya untuk membersihkan diri, karena ia ingin putranya turut serta dalam makan siang. Andi pun undur diri dari ruang tamu dan bergegas membersihkan diri. Dan mereka pun kembali dalam percakapan yang berlanjut hingga Andi telah siap membawa mereka ke restaurant sesuai perintah mamanya.“Angel.., katakan pada papa, bagaimana cara papa bisa menebus segala kebodohan yang selama ini papa lakukan? Katakan sayang,” ucap Prayoga dengan masih menggenggam tangan putrinya dan sesekali diciumnya.“Papa.., jangan berkata seperti itu, semua itu juga bukan kesalahan papa semata. Angel minta, sembuhlah dari sakit dan jangan tinggalkan saya lagi, hanya karena penyakit itu,” ucap Angel disela tangis bahagianya karena mempunyai seorang papa yang sangat lembut dalam bertutur kata.Setelah saling sama-sama melepaskan kerinduan atas rasa kasih sayang yang telah lama tidak pernah mereka rasakan satu dan lainnya. Prayoga pun mengajak Angel untuk ke rumah dan menemui mamanya dan Eyangnya. Setelah itu mobil Prayoga pun keluar halaman dan usai mengunci semua pintu dan menggembok pintu pagarnya, Angel pun masuk ke mobil Prayoga. Lalu mobil pun berlalu dari rumah Andini menuju rumah Anggara dengan membawa penerus tunggal kejayaan dan kekayaan bagi keluarganya.Sepanjang perjalanan m
Taxi yang membawa Andini berhenti pada sebuah rumah megah dengan cat berwarna putih. Pada bagian ke rumah megah bercat putih dengan dua orang satpam yang berjaga di pos penjagaan. Dan Andini yang sudah terbiasa ke rumah itu sejak enam bulan ini telah sangat dikenal oleh satpam yang bertugas disana.“Silakan masuk Bu Dini,” seorang satpam membukakan pintu gerbang itu.Andini berjalan menuju rumah mewah itu dari pos penjagaan depan naik menyusuri sebuah rumah megah dimana seperti biasa jalan menuju teras dari rumah mewah itu berisi beragam tanaman yang sangat tertata dan sangat asri. Hingga sampai akhirnya ia berada pada beberapa anak tangga yang ia lewati untuk sampai menuju teras.“Eeh.., Bu Andini..,” sapa seorang pembantu rumah tangga di rumah itu, “Ditunggu yaa bu, saya beritahu pak Prayoga,: ucapnya meninggalkan Andini yang berada di ruang tamu dan duduk pada sofa panjang.Sesaat kemudian, Prayoga keluar dengan tersenyum manis pada Andini yang terlihat menatapn
Kepulangan Andini ke Indonesia sebelum dua minggu membuat kebahagiaan untuk Angel dan Anggara. Hari ini sekitar jam sembilan pagi mereka menjemput Andini dan Prayoga di bandara. Satu jam sebelum kedatangan mereka, Anggara yang mempunyai kartu VIP dapat menunggu kedatangan mereka di ruang tunggu VIP.Satu jam kemudian, pesawat yang membawa Andini dan Prayoga telah mendarat dengan selamat, dan itu diketahui dari pesan yang dikirimkan oleh Andini ke Angel. Lalu Anggara berkata, “Kita tunggu lagi sekitar empat puluh menit, karena mereka harus ke bagian imigrasi dan mengambil barang-barang.”Angel ingin sekali bercerita pada Andini mengenai beberapa kejadian yang menimpa sejak kepergiannya, hingga menunggu satu jam serasa berabad – abad. Begitu banyak pertanyaan yang berkecamuk di hatinya. Walau kedua kakaknya, tetap mengasihi dirinya. Tetapi kepastian atas papa kandungnya tetap menjadi keingintahuannya. Apalagi penghinaan yang telah dilakukan oleh Jody, yang
Sekitar jam enam pagi Angel telah terbangun dari tidurnya. Seperti biasa ketika ada mamanya, ia selalu membantu Andini di dapur. Tetapi di pagi ini, ia melakukan tugas di dapur seorang diri. Ia hanya memasak beberapa makanan instan yang telah di beli oleh Andini, sebelum berangkat ke Singapura. Angel membuka persediaan makanan yang ada di dalam kulkas. Hari ini ia ingin sarapan dendeng sapi, jadi baginya cukup untuk menggorengnya saja. Untuk menanak nasi, ia hanya perlu mencuci beras dan menaruhnya dalam Rice cooker. Kini ia sedang membuat air panas untuk menyeduh secangkir kopi. Dan kebiasaan barunya ini, ia lakoni sejak menemani Anggara ketika menikmati secangkir kopi di kantor. Aroma kopi yang di seduh Angel, menggugah selera untuk segera menyesapnya. Angel pun duduk di kursi makan dengan secangkir kopi hitam yang telah diseduh dengan air mendidih, ditemani dengan tiga iris kue lapis legit kesenangannya. Kini ia menyesap secangkir kopi dengan lamunannya pada beberapa peristiwa y
“Selamat Sore...Bu Angel,” sapa Santi yang telah masuk ke ruangan Angel. “Silakan duduk, Ibuu,” sambut Angel dengan ramah. Setelah Santi duduk di kursi tamu, pada ruangan Angel, mereka mulai berbicara satu sama lain, mengenai beberapa tempat kuliner miliknya yang telah tutup, dan itu semua disebabkan oleh Tito, yang terjerat oleh seorang janda beranak dua. Disana Santi, mulai menangis, mencurahkan segala perasaannya. “Bu Angel..., saya minta maaf atas kekasaran saya sama ibuu, pada saat itu, seharusnya saya yang marah dengan suami saya, bukan dengan ibuu, saya sungguh malu, sudah menghina ibu seperti itu,” ujar Santi dengan kepala tertunduk malu dan linangan air mata yang membasahi pipinya. “Bu Santi, semua itu sudah berlalu..., sudah jangan ibu pikirkan lagi, saya juga punya salah sama ibu. Semua orang, enggak ada yang sempurna. Jadi mari kita lupakan saja semuanya,” dengan lemah lembut Angel berkata-kata pada bu Santi, dan memberikan tissue untuk membasuh air matanya. “Buu, kema
Mobil yang membawa mereka berempat tiba di kantor tepat pukul 11 siang. Mereka masing-masing berjalan menuju lift dengan sesekali mengobrol. Lalu, Nina berkata pada Angel sebelum memasuki pintu lift, “Bu..., itu suaminya kan kecelakaan waktu sama cewek lain..., kasihan sekali bu Santi itu, kalau saya mah... udah saya ceraikan itu suaminya.” “Ooh...begitu,” ucap Angel ketika mereka baru saja masuk ke dalam lift menuju lantai masing-masing. “Lagian..., ibu Santi juga sih..., enggak merawat dirinya, liat tubuhnya sampai gembur seperti itu, kalau saya...., udah joging tiap hari biar cepat kurus,” Nina kembali bergosip ketika ada di dalam lift dan Angel hanya mendengarkan celotehnya sambil memainkan ponsel yang di pegangnya. “Daag..., saya duluan yaa..., terima kasih untuk kerja samanya. Good Job,” ujar Angel sambil keluar dari lift dan tersenyum ke arah mereka yang beda satu lantai. Angel melangkahkan kakinya menuju ruang Anggara, karena ia ingin membicarakan masalah kebijakan yang tel