Share

Bab 5. RDBS.

Author: Halii-choe
last update Last Updated: 2025-05-12 11:35:37

Di dalam mobil, Lia menggenggam ponselnya lebih erat, layar masih menyala, tetapi jarinya tak bergerak. Ia tak tahu harus membalas apa.

Aiman melirik sekilas dari balik kemudi, menangkap gelagat yang tak biasa. “Kamu kenapa?” tanyanya, nada suaranya sedikit menurun, seolah sudah bisa menebak jawabannya.

Lia tetap diam, tetapi nafasnya sedikit lebih pendek dari biasanya. Setelah beberapa detik yang terasa terlalu panjang, ia akhirnya mengangkat ponsel dan memperlihatkan layar itu kepada Aiman.

Pesan dari Almira terpampang jelas.

"Li, ini syal kamu, kan?"

Aiman membaca cepat, lalu menghela nafas panjang. Ia tidak menyangka Almira akan bergerak secepat ini.

Ia tetap fokus pada jalan, tetapi pikirannya mulai merancang solusi. “Balas dia, jangan biarkan dia makin curiga,” ucapnya pelan, seolah memastikan mereka tidak membuat kesalahan.

Lia menelan ludah. “Bales apa?”

“Bilang syalnya ada di rumah. Nanti kalau kamu sudah pulang, kamu bilang bakal tunjukin ke dia. Bilang padanya sekarang kamu udah di jalan ke kantor.”

Lia mengangguk kecil, meskipun tangannya sedikit bergetar saat mengetik pesan itu. Begitu terkirim, ia berharap dadanya terasa lebih ringan.

Tapi tidak, justru semakin berat.

Karena sekarang, ia harus mencari syal yang sama dengan yang tertinggal di mobil Aiman.

Lia menatap jalanan dari balik kaca, pikirannya berputar cepat. Bagaimana jika Almira sudah tahu lebih dari yang ia kira?

Bagaimana jika ini hanya awal dari sesuatu yang lebih besar?

Aiman tetap mengemudi dengan tenang. Tapi jauh di dalam dirinya, ia tahu permainan sudah mulai berubah.

Dan Almira baru saja menguji mereka untuk pertama kalinya.

~∆~∆~∆~

Matahari siang menyorot tajam saat Almira mengemudi menuju kafe, pikirannya dipenuhi percakapan yang akan terjadi dengan Nia. Rencana itu sudah mulai terbentuk dalam benaknya, tetapi ia masih membutuhkan seseorang untuk merealisasikannya.

Namun, sebelum sampai di tujuan, mobilnya tiba-tiba melambat. Almira merasakan sesuatu yang tak beres, pergerakan mesin tidak lagi stabil. Dalam sekejap, kendaraan berhenti total di tengah jalan.

Ia mencoba menghidupkan mesin kembali, tetapi tidak ada respon. Padahal tadi pagi semuanya baik-baik saja.

Tanpa ada pilihan lain, Almira keluar dari mobil, menghela nafas panjang. Posisi mobil yang sedikit menghalangi jalur membuatnya harus segera memindahkannya ke pinggir jalan sebelum menyebabkan kemacetan.

Ia mendorong mobilnya, namun beratnya lebih dari yang ia kira. Sendirian, ini akan sulit.

Lalu, tiba-tiba sesuatu berubah. Mobil yang tadinya terasa berat kini lebih ringan, bergerak lebih mudah.

Almira menoleh ke belakang. Seseorang telah membantu mendorongnya.

Matanya langsung membulat saat melihat sosok yang berdiri di sana, Haikal.

Seketika dadanya terasa aneh. Perasaan lama yang sudah lama terkubur tiba-tiba muncul ke permukaan. Tapi Almira segera meredamnya, menyimpan keterkejutan itu sebentar.

Setelah mobil berada di pinggir jalan, Almira menghembuskan napas lega. “Terima kasih,” ucapnya cepat, masih mencoba mengendalikan pikirannya.

Namun Haikal tidak langsung pergi.

Ia menatap mobil Almira dengan ekspresi penuh analisis, lalu berjongkok dan membuka kap mesin. “Kamu yakin mobilmu nggak ada masalah sebelumnya?” tanyanya sambil melihat bagian dalam mesin.

Almira menggeleng. “Sebelumnya nggak ada tanda-tanda apa-apa.”

Haikal mengamati lebih dalam, kemudian menemukan sesuatu, dua kabel yang terbuka, menyebabkan korsleting kecil. “Ini penyebabnya,” ucapnya sambil merapikan kabel itu.

Tak lama, ia mencoba menyalakan kembali mesin. Mobil itu bergetar sebentar sebelum akhirnya kembali menyala seperti biasa.

Almira menghela nafas lega. “Kamu memang selalu bisa diandalkan, terima kasih ya,” ujarnya tanpa sadar.

Haikal tersenyum kecil. “Sama-sama, kebetulan saja aku lewat.”

Almira menatapnya sejenak, lalu berkata, “Eh, aku mau ke kafe, ada janji sama Nia. Mau ikut gak sekalian?”

Haikal mengangkat alis, sejenak terdiam sebelum akhirnya mengangguk. “Boleh.”

Tanpa banyak kata lagi, mereka masuk ke mobil masing-masing. Mobil Almira melaju lebih dulu, sementara mobil Haikal mengikuti di belakang.

Namun, sepanjang perjalanan, pikiran Almira terus berputar. Sebuah ide baru muncul dalam benaknya.

Ia butuh seseorang yang bisa membantunya mengungkap kebenaran.

Dan siapa yang lebih tepat daripada seseorang yang dulu pernah berharap bisa selalu ada untuknya?

Namun pertanyaannya… Akankah Haikal mau membantu?

Ia tersenyum samar. Hanya satu cara untuk mengetahuinya, bertanya langsung padanya.

~∆~∆~∆~

Di sudut kafe, Nia duduk santai sambil menikmati minumannya, sesekali mengamati lalu-lalang orang di sekitar. Suasana tenang, hingga sesuatu menarik perhatiannya.

Matanya membulat saat melihat sosok di belakang Almira, seseorang yang sangat ia kenal. Tak mungkin ia salah lihat.

“Al, apa yang terjadi?” tanyanya, nada suaranya mengandung keterkejutan yang sulit disembunyikan.

Almira tidak langsung menjawab. Ia menoleh ke arah pria itu, lalu mengangguk kecil. “Haikal, duduk dulu,” ucapnya.

Tanpa banyak bicara, Haikal menarik kursi dan duduk bersama mereka. Sejenak, ada keheningan di antara mereka sebelum akhirnya percakapan mengalir, pertanyaan tentang kabar, tentang waktu yang berlalu tanpa pertemuan.

Tetapi bagi Almira, pertemuan ini bukan sekadar nostalgia.

Setelah beberapa saat, ia menoleh ke arah Haikal, ekspresinya berubah lebih serius.

“Haikal, kamu mau nggak bantu aku?”

Haikal mengernyit. “Bantu apa?” tanyanya, bingung.

Almira menarik napas dalam, lalu akhirnya mengungkapkan semuanya. Perselingkuhan. Pengkhianatan. Bukti yang harus dikumpulkan sebelum ia mengajukan cerai.

Haikal diam. Tidak langsung menjawab.

Ia menatap Almira, membaca ketegangan di wajahnya. Ada sesuatu dalam tatapan itu, sesuatu yang lebih dalam dari sekadar permintaan biasa.

Dulu, Almira memilih pergi. Dan kini, ia meminta bantuan.

Haikal menunduk sedikit, jemarinya mengetuk permukaan meja pelan.

Ia tahu, jawabannya akan mengubah banyak hal. Dan ia tahu, ini bukan sekadar membantu seseorang, ini adalah bagian dari sesuatu yang jauh lebih besar.

Mata Almira masih mengunci Haikal, menunggu jawaban.

Untuk sesaat, waktu seakan berhenti di antara mereka. Karena keputusan ini akan menentukan langkah berikutnya.

~∆~∆~∆~∆~∆~

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahasia di Balik Senyuman    Bab 5. RDBS.

    Di dalam mobil, Lia menggenggam ponselnya lebih erat, layar masih menyala, tetapi jarinya tak bergerak. Ia tak tahu harus membalas apa. Aiman melirik sekilas dari balik kemudi, menangkap gelagat yang tak biasa. “Kamu kenapa?” tanyanya, nada suaranya sedikit menurun, seolah sudah bisa menebak jawabannya. Lia tetap diam, tetapi nafasnya sedikit lebih pendek dari biasanya. Setelah beberapa detik yang terasa terlalu panjang, ia akhirnya mengangkat ponsel dan memperlihatkan layar itu kepada Aiman. Pesan dari Almira terpampang jelas. "Li, ini syal kamu, kan?" Aiman membaca cepat, lalu menghela nafas panjang. Ia tidak menyangka Almira akan bergerak secepat ini. Ia tetap fokus pada jalan, tetapi pikirannya mulai merancang solusi. “Balas dia, jangan biarkan dia makin curiga,” ucapnya pelan, seolah memastikan mereka tidak membuat kesalahan. Lia menelan ludah. “Bales apa?” “Bilang syalnya ada di rumah. Nanti kalau kamu sudah pulang, kamu bilang bakal tunjukin ke dia. Bilang padanya

  • Rahasia di Balik Senyuman    Bab 4. RDBS.

    Malam itu, Almira dan Aiman duduk di atas tempat tidur, berbincang ringan seperti biasa. Percakapan sebelum tidur, rutinitas yang selalu mereka lakukan. Tapi malam ini, rasanya ada sesuatu yang lain. Sesuatu yang tak terlihat, tetapi jelas ada di udara. “Mas, sebenarnya waktu itu kamu nggak pergi ke Bandung, kan?” tanya Almira tiba-tiba, suaranya terdengar datar, tetapi tekanan di baliknya begitu nyata. Aiman menghentikan gerakan tangannya sesaat sebelum kembali berusaha terlihat tenang. “Maksud kamu apa sih? Ya enggak lah, aku emang pergi ke Bandung.” Jawabannya cepat, tetapi ada sesuatu dalam cara ia berbicara, terlalu terlatih, terlalu disusun. Almira tidak mengalihkan pandangan. “Oya? Tapi waktu itu aku lihat kamu sama Lia di kafe.” Sejenak, keheningan mengisi ruang. Aiman menegakkan tubuhnya, rahangnya mengeras. “Kamu ini kenapa sih? Bicara sembarang, kamu nuduh aku selingkuh sama Lia?” Suaranya lebih tajam sekarang, lebih defensif dari biasanya. “Bukan nuduh.” Almira menari

  • Rahasia di Balik Senyuman    Bab 3. RDBS.

    Malam itu, Almira berjalan menuju ruang keluarga setelah menyelesaikan masakan terakhir untuk makan malam. Aroma rempah masih menggantung di udara, bercampur dengan keheningan yang terasa lebih berat dari biasanya. Di sana, Aiman duduk santai, tetapi tidak sepenuhnya terlihat nyaman. Bahunya sedikit tegang, jemarinya menggenggam ponsel terlalu erat, seakan menyembunyikan sesuatu dalam genggaman kecil itu. Saat Almira berdiri di dekatnya, layar ponsel Aiman memantulkan kilauan samar. Sekian detik berlalu, cukup bagi Almira untuk menangkap nama yang muncul di sana, ‘Ail’. Pesan yang belum terbuka. Ia berusaha menepis spekulasi yang muncul begitu saja, tapi otaknya bekerja lebih cepat dari yang bisa ia kendalikan. ‘Ail’? Nama yang terlalu mirip dengan ‘Lia’. Sebuah perasaan aneh merayapi punggungnya, membuat bulu kuduknya berdiri tanpa alasan yang jelas. Almira tidak mengucapkan apapun. Ia hanya mengamati sambil berpikir. "Mas, makan malam sudah siap. Mau makan sekarang?" A

  • Rahasia di Balik Senyuman    Bab 2. RDBS

    Pagi itu, aroma bawang goreng memenuhi dapur rumah Almira, menghangatkan suasana. Ia berdiri di depan kompor, satu tangan memegang spatula, yang lain menyesuaikan api agar tidak terlalu besar. Embun pagi masih menyelimuti kaca jendela, menciptakan kilauan yang menenangkan. Tetapi ada sesuatu yang terasa berbeda. Perasaan itu muncul seperti bayangan di sudut matanya, seperti ada sesuatu yang tidak sesuai tempatnya. Langkah kaki mendekat. Almira tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang. Aiman muncul di ambang pintu dapur, kaos oblong dan celana pendek membuatnya tampak santai, tetapi bagi Almira, kesan itu hanya permukaan. Ia berbalik, menatap suaminya. Ada jeda sejenak, keheningan yang seharusnya tidak ada dalam pagi mereka yang biasanya terasa ringan. Belakangan ini, Aiman lebih sering pulang larut malam, dengan alasan pekerjaan yang menumpuk. Tetapi setiap kali Almira bertanya lebih jauh tentang proyek yang sedang dikerjakan, jawabannya terdengar kabur, kurang spesi

  • Rahasia di Balik Senyuman    Bab 1. RDBS

    Almira tak pernah menyangka bahwa pernikahan yang selama ini tampak baik-baik saja ternyata menyimpan sesuatu yang busuk di dalamnya. Ia melihat sendiri suami dan sahabatnya, bersama dalam pengkhianatan yang tak pernah terlintas dalam pikirannya. Jika bukan karena matanya yang menyaksikan langsung, mungkin ia takkan percaya. Selama ini, suaminya tak pernah menunjukkan gelagat aneh, tak pernah meninggalkan jejak yang mencurigakan. Atau mungkin justru ia sendiri yang terlalu naif, terlalu percaya tanpa pernah mempertanyakan. Namun setelah hari itu, Almira tak tinggal diam. Ia mulai mencari bukti, mengumpulkan potongan-potongan yang dapat memperjelas kenyataan yang selama ini tersembunyi di balik kehidupan pernikahannya. Yang terlihat di wajahnya hanyalah senyuman, senyuman yang dulu penuh ketulusan, kini menjadi tameng yang menyembunyikan segala luka dan dendam yang perlahan-lahan ia rangkai menjadi rencana dalam keheningan. _________________________"Kok mobil Mas Aiman ada di si

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status