Share

Bab 16. RDBS.

Author: Halii-choe
last update Huling Na-update: 2025-06-10 13:58:23
Aiman memandang rumah itu sejenak, jendela-jendela tertutup rapat, tetapi lampu teras masih menyala, memberi sedikit kehidupan di tengah keheningan malam.

Ia menghembuskan napas panjang, meraih gagang pintu mobil, lalu melangkah keluar. Langkahnya mantap, tetapi pikirannya penuh tanda tanya yang belum terjawab.

Seharusnya, ini tidak perlu terjadi.

Seharusnya, Almira tidak perlu melakukan hal sejauh ini untuk meninggalkan semuanya.

Tetapi ia tetap melangkah. Begitu sampai di depan pintu rumah, ia menekan bel.

Detik demi detik berlalu, terasa lebih lambat dari biasanya. Pintu pun akhirnya terbuka, memperlihatkan sosok Bu Ami di belakang pintu.

Wanita itu berdiri tegak, memandang Aiman dengan ekspresi yang sulit ditebak, tidak sepenuhnya dingin, tetapi juga tidak hangat seperti dulu.

Ada jeda beberapa detik sebelum Aiman akhirnya berkata,

"Malam, Bu. Almira ada?" suaranya terdengar hati-hati, seperti seseorang yang tahu bahwa setiap kata yang akan keluar harus diper
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Rahasia di Balik Senyuman    Bab 19. RDBS.

    Pintu apartemen terbuka perlahan, suara gesekan antara engsel dan kayu terdengar pelan, hampir seperti peringatan akan badai yang akan datang. Aiman melangkah masuk, melepaskan jasnya dengan gerakan lelah. Seharian bekerja menguras tenaganya, membuat tubuhnya terasa berat, dan pikirannya hanya menginginkan satu hal, tidur dan ketenangan. Namun, sebelum ia sempat melangkah lebih jauh, suara nyaring menghantam udara. "Jadi gini caramu pulang? Diam aja, seolah gak ada yang perlu dibahas?" Aiman menghela napas panjang, meletakkan tasnya tanpa menoleh. Dadanya terasa sesak, bukan karena kelelahan, tapi karena tahu percakapan ini tidak akan berakhir dengan baik. "Lia, aku capek." ucapnya, suaranya lebih sebagai permohonan daripada pernyataan. Tapi Lia tidak terpengaruh, "Aku juga capek, Bebz! Capek nunggu kamu ngelakuin sesuatu! Kamu pikir rumah itu bakal balik sendiri kalau kamu cuma duduk manis?" Aiman menutup matanya sejenak, berusaha mencari sedikit kesabaran yang masih tersisa.

  • Rahasia di Balik Senyuman    Bab 18. RDBS.

    Siang itu, mobil Almira terhenti di depan kedai kopi. Jam tangannya menunjukkan pukul 11:45, lima belas menit lebih awal dari waktu yang sudah ditentukan. Tak masalah, lebih baik menunggu daripada tergesa-gesa. Almira memesan cappuccino dan duduk di sudut ruangan, mengamati setiap orang yang berlalu-lalang. Tak lama kemudian, suara langkah tergesa terdengar mendekat. Lia muncul dengan ekspresi penuh emosi, matanya menyala tajam, dan tanpa membuang waktu, ia langsung menarik kursi dan duduk di hadapan Almira. "Kamu gila, ya?!" suara Lia meluncur tanpa basa-basi, nadanya tinggi, tajam. Tanpa menoleh, Almira tetap tenang, hanya meraih cangkirnya dan menyesap sedikit sisa cappuccino di dalamnya. "Siapa yang gila?" jawabnya datar, seolah tidak tertarik untuk memasuki perdebatan yang sudah ia duga akan terjadi. Lia, yang baru saja duduk di hadapannya, tampak kehilangan kesabaran dalam sekejap. "Kamu! Kenapa kamu jual rumah itu?! Apa kamu nggak kepikiran kalau aku bakal tinggal di s

  • Rahasia di Balik Senyuman    Bab 17. RDBS.

    Suasana malam itu terasa begitu sunyi, hanya diiringi suara hembusan angin yang sesekali menggetarkan tirai jendela. Aiman melangkah masuk, wajahnya terlihat lelah, tetapi ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar kelelahan fisik, beban yang tak terlihat, yang menggantung di pikirannya seperti awan mendung yang tak kunjung pecah. Lia yang sejak tadi duduk di sofa langsung menoleh begitu melihat Aiman memasuki ruangan. Senyum lebar menghiasi wajahnya, ekspresinya penuh antusias. "Gimana, bebz? Udah selesai? Almira sudah keluar dari rumah itu?" tanyanya dengan mata berbinar. Aiman tidak menunjukkan banyak reaksi. Langkahnya tetap terjaga, tanpa memperlambat sedikit pun. Dengan suara datar, ia menjawab singkat, "Sudah." Jawaban itu seolah terlalu biasa, terlalu ringan dibandingkan besarnya keputusan yang baru saja terjadi. Namun, Lia tidak peduli. Baginya, jawaban itu cukup untuk membuatnya melompat dari duduknya, mengikuti Aiman yang kini menuju kamar. "Kapan kita pindah

  • Rahasia di Balik Senyuman    Bab 16. RDBS.

    Aiman memandang rumah itu sejenak, jendela-jendela tertutup rapat, tetapi lampu teras masih menyala, memberi sedikit kehidupan di tengah keheningan malam. Ia menghembuskan napas panjang, meraih gagang pintu mobil, lalu melangkah keluar. Langkahnya mantap, tetapi pikirannya penuh tanda tanya yang belum terjawab. Seharusnya, ini tidak perlu terjadi. Seharusnya, Almira tidak perlu melakukan hal sejauh ini untuk meninggalkan semuanya. Tetapi ia tetap melangkah. Begitu sampai di depan pintu rumah, ia menekan bel. Detik demi detik berlalu, terasa lebih lambat dari biasanya. Pintu pun akhirnya terbuka, memperlihatkan sosok Bu Ami di belakang pintu. Wanita itu berdiri tegak, memandang Aiman dengan ekspresi yang sulit ditebak, tidak sepenuhnya dingin, tetapi juga tidak hangat seperti dulu. Ada jeda beberapa detik sebelum Aiman akhirnya berkata, "Malam, Bu. Almira ada?" suaranya terdengar hati-hati, seperti seseorang yang tahu bahwa setiap kata yang akan keluar harus diper

  • Rahasia di Balik Senyuman    Bab 15. RDBS.

    Pagi itu, sinar matahari menyelinap masuk melalui celah jendela, menyoroti sudut kamar Almira yang ada di rumah orang tuanya. Ia berdiri di depan cermin, memeriksa penampilannya sekali lagi. Roknya jatuh sempurna, blusnya rapi, dan hijabnya tertata dengan baik. Tak ada yang perlu diperbaiki, semuanya sudah seperti yang ia inginkan. Hari ini adalah hari baru, hari yang benar-benar baru. Dari arah dapur, Bu Ami muncul, mengelap tangannya dengan kain setelah selesai merapikan meja makan. Ia berhenti di ambang pintu, matanya sedikit menyipit saat memperhatikan Almira yang tampak siap untuk pergi. "Mau ke mana, Al?" tanyanya, nadanya terdengar bingung. Almira mengambil tasnya dan melirik sekilas ke arah ibunya. "Mau survey tempat buat buka toko kue nanti," jawabnya tanpa ragu, suaranya penuh semangat. Bu Ami mengernyit, langkahnya mendekat. "Apa gak terlalu cepat? Apa kamu nggak mau nenangin pikiran dulu?" tanyanya, nada suaranya sarat dengan kekhawatiran. Almira tersenyum

  • Rahasia di Balik Senyuman    Bab 14. RDBS.

    Aiman duduk tegak di depan penghulu, sesekali melirik ke arah Lia yang tampak sedikit resah di tempatnya. Orang tua Lia duduk dengan sikap tenang, seolah tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Pak Penghulu menatap Aiman sejenak sebelum berbicara, "Bagaimana, sudah siap?" Tanpa ragu, Aiman mengangguk. "Baiklah, kalau begitu kita mulai sekarang." Penghulu mulai bersiap mengucapkan ijab qobul. Semua orang menahan napas, menunggu kata-kata pertama keluar dari mulutnya.“Brak!” Pintu tiba-tiba terbuka dengan keras. Suara hantaman kayu terhadap dinding membuat semua orang sontak menoleh. Di ambang pintu, Almira berdiri dengan tegak. Langkahnya mantap, sorot matanya tajam. Rahangnya mengeras, dan nafasnya sedikit terburu-buru, seolah baru saja bergegas ke tempat ini tanpa memikirkan apa pun selain satu tujuan. Ruangan yang tadinya penuh ketegangan kini berubah menjadi syok total. Lia menegang, jari-jarinya mencengkeram kain gaunnya dengan kuat. Orang tuanya saling bertukar pandang

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status