Home / Romansa / Rahasia di Ranjang Malam Pertama / 10 | Karet Kucir Pink dan Biru

Share

10 | Karet Kucir Pink dan Biru

Author: Lolly
last update Last Updated: 2025-08-04 00:11:06
"Sampai kapan kita mau kayak gini terus, Kak?"

"Masih nanya?"

Daisha menatap Garda yang sedang mengganti pakaiannya jadi lebih casual.

Daisha sendiri juga mengganti gamisnya dengan kaus dan celana training milik lelaki itu walau agak kebesaran. Menolak sopan baju Mama Gea, memilih pakaian suaminya.

Garda meraih ponsel di nakas. Kemudian duduk bersandar ke kepala ranjang dan fokus dengan benda itu.

Daisha memainkan jemari. "Aku bukannya nggak mau ngasih tahu, tapi nggak bisa."

Garda mendengkus. "Bisa. Kamunya aja yang nggak mau."

Daisha menahan napas sebab rasa sesak itu kembali menyerang dada. "Kalau aku kasih tahu, Kakak bisa janji buat nggak usah melakukan apa pun dan terus rahasiakan ini dari semua orang, terkhusus papa dan mamaku?"

Ada sorot mata yang terlempar sengit. Itu tatapan Garda kepadanya. Daisha lagi-lagi dihujami tatapan yang demikian. Lain dengan sorot lembut yang Daisha pancarkan.

"Bukan aku mau ngelindungin orang itu, Kak. Bukan. Aku juga maunya dia t
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   13 | Kecupan Hangat

    "Pas banget, Mama juga lagi kangen sama kalian. Baru aja bilang sama papa, gimana kalo besok main ke rumah Ais. Ya, Pa, ya?" ucap mama seraya melirik papa. Pun, menyambut anak-menantunya. "Iya, nih. Eh, tahu-tahu nyetrum ke Garda. Nelepon Papa sama mama ada di rumah apa nggak. Bisa gitu, ya?" Papa terkekeh. Daisha mencium tangan orang tuanya seperti yang Garda lakukan. Yang membedakan, senyum Daisha bahkan kaku. "Eh, tangan Ais dingin banget. Lagi sakit, Nak?" tanya mama. Masih sambil menjabat tangan putrinya. "Lho, pucet juga mukanya. Sakit, Sayang?" Kening Daisha sampai disentuh, mengukur suhu tubuh. Mama tampak begitu khawatir. Sontak, Daisha menggeleng. "Di mobil AC-nya dingin, masih kebawa-bawa sampe sini kayaknya, Ma." "Beneran?" Mama Nuni tampak tidak percaya. "Papa telepon dokter dulu." "Eh, nggak usah, Pa. Ais nggak pa-pa, beneran." "Di rumah," celetuk Garda. Dan sepertinya saat-saat sang suami buka mulut, Daisha selalu dirundung takut. Jantungnya berdebar kencang. "

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   12 | Tak Teryakinkan

    "Kalo sampe ada cewek lain ...." Daisha berucap di detik Garda masuk rumah. Sontak membuat langkah lelaki itu berhenti dan memandangnya yang duduk di sofa ruang tamu. Sejak tadi Daisha menunggu. Dari saat matahari masih bertugas sampai bumi disinari rembulan."Apa? Cerai?"Datar nada suara Garda, tetapi Daisha berasa dicemooh. Mungkin karena ekspresi suaminya di setelah mengatakan dua kata itu."Tolong jangan terlalu terang-terangan." Lirih Daisha lantunkan, sebab ada perih di dalam dada yang tak kuasa dia tepikan. Ini yang hendak Daisha utarakan.Walaupun sebenarnya ... bukan.Daisha tak sanggup bilang cerai, meski kata pisah sempat menggentayangi pikiran."Tolong jangan sampai ketahuan, Kak." Justru ini yang dia utarakan, dengan sisa-sisa ketahanan. Tak mau ada air mata yang membersamai ucapannya.Tampak di sana, sepertinya Garda mendengkus tak habis pikir. Apalagi saat Daisha rampungkan, "Khususnya sama papa dan mamaku, jangan sampai mereka tahu."Tatapan Daisha dan Garda bertemu.

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   11 | Pemilik Kucir Rambut Pink

    [Abang, jam dua siang jadi, ya.] Daisha membaca notifikasi pesan masuk di ponsel suami. Yang saat itu langsung Garda telungkupkan ponselnya. Benar, sedang sarapan dalam keheningan seperti biasa. "Abang?" Daisha me-notice. Garda diam saja. Daisha mulai merasa kesulitan menelan makanannya. Rambatan perih itu datang, menggentayangi dengan denyut nyeri dalam dada. Rongga paru sampai dirasa menyempit. Oh, Daisha sesak. Dan dalam ketercekatan itu dia tanyakan, "Berapa umurnya, Kak?" Tidak dijawab. Daisha meremas sendok tanpa sadar. "Lebih muda dari aku, kan, pasti?" ucap Daisha lagi. Yang dia yakini sebagai sosok serupa dengan si pemilik kuciran pink di laci dashboard mobil Garda kemarin. Gardanya masih mode hening. Daisha menggigit bibir bagian dalam. Tak tahan, tetapi ditahan-tahan sampai tergelincir ucapan, "Dikara pernah lihat kalian jalan bareng." Oh, akhirnya Daisha tuturkan tentang yang selama ini cuma menggelayuti pikiran. "Dan aku lihat dari video call

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   10 | Karet Kucir Pink dan Biru

    "Sampai kapan kita mau kayak gini terus, Kak?" "Masih nanya?" Daisha menatap Garda yang sedang mengganti pakaiannya jadi lebih casual. Daisha sendiri juga mengganti gamisnya dengan kaus dan celana training milik lelaki itu walau agak kebesaran. Menolak sopan baju Mama Gea, memilih pakaian suaminya. Garda meraih ponsel di nakas. Kemudian duduk bersandar ke kepala ranjang dan fokus dengan benda itu. Daisha memainkan jemari. "Aku bukannya nggak mau ngasih tahu, tapi nggak bisa." Garda mendengkus. "Bisa. Kamunya aja yang nggak mau." Daisha menahan napas sebab rasa sesak itu kembali menyerang dada. "Kalau aku kasih tahu, Kakak bisa janji buat nggak usah melakukan apa pun dan terus rahasiakan ini dari semua orang, terkhusus papa dan mamaku?" Ada sorot mata yang terlempar sengit. Itu tatapan Garda kepadanya. Daisha lagi-lagi dihujami tatapan yang demikian. Lain dengan sorot lembut yang Daisha pancarkan. "Bukan aku mau ngelindungin orang itu, Kak. Bukan. Aku juga maunya dia t

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   9 | Kesayangan Mertua

    "Buat apa mesin espresso itu?" Daisha menoleh. Sudah lewat satu minggu dari apa yang dia lihat di video call dan hingga detik ini belum Daisha bicarakan, sengaja. "Bikin kopi." Garda tahu. Lagi pula mesin espresso, kan, mesin untuk membuat kopi. "Kamu suka ngopi?" Soalnya Garda tidak terlalu. "Suka." Singkat jawaban Daisha. Dia sedang mencoba mesin baru. Ada rencana untuk buka kafe, tetapi masih sekadar rencana. "Ini aku beli pakai uang sendiri, kok." Barangkali maksud Garda menyinggungnya adalah karena terpikir menggunakan uang nafkah. Sama sekali tidak. Uang nafkah yang jadi terkesan seperti gaji itu mulai tidak Daisha senangi, tetapi tak protes. "Uang apa pun kalo adanya di dompet dan rekening kamu, ya, emang uang kamu sendiri." Daisha senyum. Sebatas itu. Garda pun berlalu. Kalau Daisha tidak banyak bicara maka rumah ini serasa tidak benar-benar ada penghuninya. Obrolan yang terajut cuma sepatah dua patah, habis itu sudah. Seringnya Garda diam di kamar, mungk

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   8 | Bergelayut Mesra

    "Kak." Daisha menahan langkah suaminya yang hendak beranjak dari ruang makan. "Kakak cukup dengan ngatain aku murahan, nggak harus bikin aku jadi bener-bener kayak perempuan murahan, kan?" Mata Daisha berembun, tetapi tak dia izinkan ada setitik pun air yang menetes dari pelupuknya. "Aku yang nggak jujur dari awal, bukan berarti sampai sekarang semua yang kuomongin itu kebohongan." Untai kata Daisha dilisankan dengan suara pelan, ada desakkan perih di dada yang takutnya membuat air mata terpancing meluruh. "Aku salah, aku tahu. Aku ...." Henti di situ, Daisha melihat Garda meneruskan langkahnya. Seolah tak mau mendengar penuturan apa pun lagi darinya. Gegas saja Daisha susul. Mau sampai kapan seperti ini, ya, kan? Dan pergelangan tangan lelaki itu berhasil Daisha pegang, dia genggam erat-erat, dibuatnya langkah Garda kembali berhenti. Daisha berdiri di depan sang suami. Agak mendongak karena Garda lebih tinggi. Percayalah, telapak tangan Daisha mendingin. Tatapan keduanya b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status