Share

9 | Kesayangan Mertua

Author: Lolly
last update Last Updated: 2025-08-02 17:23:43

"Buat apa mesin espresso itu?"

Daisha menoleh. Sudah lewat satu minggu dari apa yang dia lihat di video call dan hingga detik ini belum Daisha bicarakan, sengaja.

"Bikin kopi."

Garda tahu. Lagi pula mesin espresso, kan, mesin untuk membuat kopi.

"Kamu suka ngopi?" Soalnya Garda tidak terlalu.

"Suka." Singkat jawaban Daisha. Dia sedang mencoba mesin baru. Ada rencana untuk buka kafe, tetapi masih sekadar rencana. "Ini aku beli pakai uang sendiri, kok."

Barangkali maksud Garda menyinggungnya adalah karena terpikir menggunakan uang nafkah. Sama sekali tidak. Uang nafkah yang jadi terkesan seperti gaji itu mulai tidak Daisha senangi, tetapi tak protes.

"Uang apa pun kalo adanya di dompet dan rekening kamu, ya, emang uang kamu sendiri."

Daisha senyum. Sebatas itu.

Garda pun berlalu.

Kalau Daisha tidak banyak bicara maka rumah ini serasa tidak benar-benar ada penghuninya. Obrolan yang terajut cuma sepatah dua patah, habis itu sudah.

Seringnya Garda diam di kamar, mungkin melukis. Garda kalau tidak ada panggilan melukis di luar memang melakukannya di rumah.

Daisha sempat punya bayangan indah waktu masih di luar kota, sebelum pulang dan melakukan pertemuan pertama dengan lelaki itu setelah sekian lama.

Tiap-tiap papa menceritakan tentang Garda, Daisha melongok akun media sosialnya.

Ada banyak hasil melukis Garda di sana dan Daisha membayangkan bila nanti 'iya' menikah, mungkin akan ada momen di mana Garda melukis dan Daisha menontonnya, atau bahkan sesekali jadi model iseng-isengnya. Tapi—ah, panas!

Daisha tersentak, lalu tanpa sengaja menjatuhkan gelas sebab tersenggol tangannya yang tadi tersiram air panas.

Mungkin karena bunyi pecahan itu juga membuat Garda kembali mendekat, bahkan menarik tangan Daisha, termasuk tubuhnya.

Daisha mendongak. Dia melihat gurat khawatir di wajah suaminya. Yang tidak hanya mengecek jemari, tetapi juga kaki Daisha. Membuatnya menunduk saat ini.

Hati Daisha menghangat. Dia merasakan sosok Garda di sebelum pesan teror itu datang. Dan ini ... apa artinya? Kenapa mudah bersikap kejam, lalu kemudian seolah jadi sosok penyayang?

Jelas karena Daisha masih punya harapan untuk mengembalikan kehangatan yang hilang itu, kan? Pelan-pelan, tak harus menyebut siapa pria masa lalunya, Daisha sangat berharap bisa hanya dengan begini.

Bukan maksud melindungi pelaku, Daisha hanya sedang melindungi yang lain. Bukan juga karena tak mau, tetapi tak bisa.

Tanpa sadar tangan Daisha menjulur hendak menyentuh rambut Garda, tetapi langsung urung karena—

"Nggak usah sok mainin mesin kopi kalo nggak bisa makenya," ucap pria itu, yang sekarang menatap tepat di mata Daisha. "Minggir!"

Tubuh Daisha digeser paksa, mungkin sebab tak segera menyingkir. Sekarang Garda kembali berjongkok dan membersihkan pecahan gelas di lantai, Daisha setia dalam geming hingga akhirnya tak ada lagi sisa serpihan kaca di sana.

"Kakak khawatir?"

Lolos begitu saja dari lisannya. Daisha memandang putra Mama Gea.

Tidak dijawab.

"Makasih."

Garda berlalu. Sama sekali tidak menimpali Daisha. Di mana habis itu, Daisha membasuh bekas siraman air panas tadi, juga mengecek kaki yang ternyata ada luka di sana.

Sekali lagi Daisha dibuat bingung dengan sikap suaminya. Hari-hari lalu acuh tak acuh, lalu kejam sampai membuat Daisha terkesan bak pemuas nafsu semata.

Macam para lacur yang dibandroli harga, bahkan dari tutur katanya juga jahat menyayat, tetapi selalu ada titik-titik di mana Daisha merasa disayang. Mungkin salah satunya seperti saat ini?

Menafikan kenyataan tentang wanita di gandengan Garda tempo lalu, yang Dikara pergoki. Kalian tahu tanggapan Daisha kala itu kepada sang sepupu?

Iya.

Daisha bilang, "Oh ... itu. Aku kenal. Masih sodaranya suamiku, Ra."

Daisha tutupi.

Bukan karena saking cintanya ke Garda sehingga Daisha berbuat demikian, bukan.

Sekarang Daisha pandangi sosok pria yang membuat hatinya dihinggapi rasa bersalah sekaligus luka-luka, Garda tampak begitu telaten mengobati goresan kecil dari serpihan gelas tadi di kaki Daisha.

Yang mana Daisha duduk di kursi makan, sementara Garda jongkok di lantai.

Ah, sial.

Mata Daisha memanas.

Walau tak lantas jatuh tangis.

Garda selesai, senyum Daisha kembali terulas berikut untai terima kasihnya.

Sudah.

Cuma itu.

Kalian berharap apa?

"Oh, ya. Mama ngundang kita makan malam di rumahnya, jadi kamu jangan ada luka."

Ah ... karena itu rupanya.

***

Pashmina membalut kepala Daisha yang begitu cocok dengan jenis kerudung ini. Warnanya senada dengan kaus Garda, denim.

Di perjalanan menuju kediaman Mama Gea—mertua Daisha—suasana di mobil hanya diisi dengan musik 'Fly Me to the Moon' versi jazz oleh Frank Sinatra.

Daisha menatap ke luar jendela. Setelah dipikir-pikir, ini pertama kali Daisha duduk di mobil suaminya. Belum pernah, kan?

Namun, bagaimana dengan perempuan itu, ya? Sudah berapa kali duduk di jok ini? Dan bila duduk di sini, kira-kira bagaimana suasananya? Tak mungkin sama seperti yang Daisha alami, kan?

Pasti ada banyak obrolan, mungkin juga tawa dan candaan.

Duh, perih.

Hati Daisha.

Dia tarik napas dalam dengan samar, bahkan embusannya tak ingin sampai terdengar, Daisha keluarkan sepelan mungkin.

"Kamu boleh gandeng tangan Kakak di sana."

Tiba-tiba. Daisha praktis menoleh. Ditatapnya raut suami, Garda fokus ke jalanan. Tak ada ekspresi berarti.

"Lebih dari itu juga boleh."

Daisha kembalikan tatapannya ke luar jendela. Sama sekali tidak memberi respons dari lisannya.

Sebab itu, Garda melirik Daisha.

Hening lagi.

Daisha cuma sedang menekan perasaan. Kalau dia bicara, takutnya ada getar tangis yang susah payah ditahan itu keluar. Pikiran Daisha sedang berfokus di perempuan lain suaminya.

Tak terasa, tiba di pelataran rumah Mama Gea. Oh, lihat! Mertua Daisha bahkan tampaknya sedang menunggui kedatangan anak-mantu. Mereka yang duduk di bangku teras itu praktis berdiri kala mobil Garda berhenti.

Begitu turun, Mama Gea menyongsong Daisha.

"Ya ampun, cantiknya!" Sambil cupika-cupiki, lalu menarik lembut Daisha untuk masuk. "Mama udah masak banyak dan enak-enak buat Ais icipin."

Papa Khalil berdeham, sosok yang telah Daisha cium tangannya dengan takzim. "Bukan Mama yang masak, Mama cuma request. Mama mana bisa masak."

"Ish, Papa!"

Tampak sekali mereka harmonis. Pukulan mama terlihat mesra, nada suaranya juga manjalita.

Daisha terkekeh.

"Eh, kalian nginap sini, kan?" kata mama lagi. "Gar, nginap, lho! Mama penginlah diinapin sama kalian."

Mungkin karena Garda anak satu-satunya di rumah ini, jadi Daisha sebagai mantu juga auto yang paling disayang.

"Terserah Ais, Ma."

Lho, kok, gitu? Nanti kalau Daisha mengiakan, pulang-pulang Garda marah atau tidak?

"Ya, Sayang, ya? Nginap, ya?"

"Udah, nginap aja. Tuh, kamar Garda sampe udah Mama beresin, digantiin spreinya," imbuh papa.

Kalau begini, Daisha mana bisa menolak. Alhasil, dia senyum dan mengangguk. "Iya, Ma. Nginap."

Yang itu berarti ... untuk kali kedua, malam-malamnya akan terlelap di dalam satu ruang bersama Garda.

Harusnya tidak jadi masalah, kan?

Namun, pikiran Daisha terseret ke sore di mana dirinya digagahi dengan hina. Seketika membuat kuduk Daisha meremang, juga timbul perasaan enggan.

Ah, tidak.

Ini, kan, di rumah Mama Gea. Memangnya Garda bisa melakukan apa?

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Ziana Anindya
mungkin anak pejabat yang anuin aiss
goodnovel comment avatar
Irkhamna Faiqoh
siapa laki2 itu? kyknya bukan d lindungi mngkin Ais trauma kali ya
goodnovel comment avatar
Felora Xabiru
tuh.... lihat mama papamupun bahagia Garda. yang jelek dari kisah papamu ke mamamu dulu gk usah ditiru. walau kamu kecewa sama Ais tetep gk usah brengsek gtu. eh...... Garda tau gk sih lolly sama kisah awal mama papanya?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   81 | Adik?

    "Kenapa, Kak?"Sudah cukup banyak hari berlalu, sampai kini tak terasa Adya mulai bisa berjalan, mulai bisa diajak ngobrol dan nyambung. Di mana selama itu, Garda telah mempersiapkan bisnis galeri seninya di Coffee U. Namun, Daisha melihat Garda seperti termenung. Mungkin ada sesuatu yang menimpanya? Maka dari itu Daisha tanya kenapa."Ais ....""Hm?"Tuh, kan. Suaminya terlihat resah, seperti ada hal yang ingin dibicarakan, tetapi Garda bingung bagaimana bilangnya sampai-sampai termenung."Kenapa, Kak?""Kakak rasa ... pendapatan Kakak menurun." Garda sudah menggunakan seluruh tabungannya untuk perwujudan galeri tersebut. Saat itu dia yakin-yakin saja bila stok pundi-pundi dunia yang ada di rekening tabungannya akan mudah terisi lagi, mengingat penghasilan Garda sebagai konten kreator lukis tak bisa dikatakan sedikit.Awal terasa penurunannya tidaklah signifikan hingga di bulan-bulan itu Garda rasa 'wajar', nanti juga naik lagi. Namun, bulan ke bulan ... sampai satu tahun Garda ama

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   80 | Naksir Ala Garda

    "Ais. Kamu inget, gak?" Garda bertanya, tetapi tatapannya di Adya, sedangkan pertanyaannya untuk Daisha.Mami Adya pun menoleh, dia sedang berbenah memasukkan pakaian ke dus, bersiap-siap mau pindahan. Furnitur sudah dikirim dan langsung dengan pengerjaan desain interior. Mungkin lusa atau besok juga selesai, sudah dari kemarin soalnya. Rencana pindahan juga diputuskan mundur beberapa hari sampai rumah benar-benar sudah tertata sampak ke isi-isinya."Ingat apa, Kak?"Adya tengkurap, Garda usap-usap punggungnya, sesekali dia juga jawil pipi si kecil. Gemas, jujur. Menatap Adya tak pernah bosan karena inilah hasil karya Garda yang sesungguhnya bersama Daisha. Bukan sekadar lukisan, tetapi buah hati mereka."Pas SMP kita camping. Tepatnya, waktu angkatan kamu kemah dan Kakak jadi seniornya."Gerak tangan Daisha henti untuk sepersekian detik, kembali menoleh menatap Garda yang tidur menyamping menghadap Adya—juga menghadap ke arah Daisha yang lesehan di dekat lemari."Ingat." Saat camping

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   79 | Rumah Tangga Impian

    [Kak.][Bagusan yang mana warna birunya buat langit?][Sore, Kak. Kalau buat lukis abstrak ....]Dan masih banyak lagi kiriman pesan lain dari nomor Leona, hanya saja kontak itu sudah tidak disimpan di ponsel Garda—sedang Daisha lihat-lihat, inspeksi suka-suka. Tahu bahwa itu nomor Leona karena namanya tercantum di profil.[Sedih banget Kak Garda udah nggak open jasa lukis buatku lagi, padahal langganan sejak Kak Garda baru netes. :( ]Kalau itu dari Ayla.Nomornya sudah dihapus juga di ponsel Garda. Tahu ini kontak Ayla karena dari riwayat chat sebelumnya.Garda: [Terima kasih, ya, Ayla. Selama ini udah jadi pelanggan tetap dan ....]Ungkapan macam itu kira-kira yang Garda kirim terakhir kali. Ke sini-sininya pesan Ayla tidak pernah Garda balas lagi.Kalau begini sama saja dengan memutus tali silaturahmi tidak, sih? Tapi kalau mereka masih kontakan, Daisha juga kurang senang. Salahkah? Atau sudah benar seperti ini?Suami tidak berkontak dengan lawan jenis mana pun yang berpotensi mem

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   78 | Bebas Mengekspresikan

    Bangun tidur, habis mandi, lalu bertatapan dengan Garda menjadi hal yang membuat perut Daisha digelitiki sayap kupu-kupu imaji. Ini pasti karena kejadian semalam. Ah, tidak mau Daisha jabarkan dengan rinci. Terlalu intim, Daisha malu. Garda tersenyum-senyum, masih di kasur. Oh, azan Subuh sudah berkumandang. Makanya itu Daisha bangun dan mandi suci lekas-lekas. "Aku udah wudu, Kak," tukas Daisha saat Garda hendak menempel. Takutnya bersentuhan dengan iringan nafsu sisa semalam. Garda mengerti. "Tunggu, ya? Jangan salat duluan. Kakak imamin." "Iya ...." Lagi, pipi Daisha memanas. Ini baru benar. Ini baru rumah tangga sungguhan, serasa malam pertama yang sebenarnya, tanpa ada kekhawatiran apa pun karena tak ada kebohongan yang dirawat. Lekas Daisha siapkan alat salatnya. Hal-hal kecil macam ini jadi terasa manis, menyiapkan seperangkat alat salat untuk suami. Di sisi lain, Baby Adya masih terpejam. Oh, tentu di jam-jam tertentu Daisha sempatkan bangun untuk menyusui putranya.

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   77 | Menyempurnakan

    Rasanya seperti yang pertama. Debarannya sama. Saat ada tatapan Garda yang tidak biasa menjamah mulai dari wajahnya, tampak berkabut, seperti ada hasrat yang perlahan berkobar. Daisha merasakan semua itu sekadar dari sorot mata dan embusan napas papi Adya. Bayi kecil mereka sudah lelap, tetapi sejujurnya Daisha masih khawatir. Bagaimana jika Adya bangun saat dirinya dan Garda sedang di puncak keintiman? Kini ... kerudung Daisha sudah dilepas, jarak wajah ke wajah juga tak sampai satu jengkal, dapat Daisha rasakan buruan napas panas pria di atasnya. Oh, tentu. Adya tidur di dalam boks bayi. Agak tercekat napas Daisha kala bibir Garda mengecup-ngecup pipi hingga ke sekitaran daun telinga. Mulai intens. Lengan Daisha juga diusap-usap. Kecupan itu turun ke rahang, Daisha agak mendongak. Meremas sprei. Jantung makin heboh saja berdetak. Betul-betul seperti sedang malam pertamaan lagi. Di mana sekarang ... bibir dan bibir yang berjumpa. Daisha memejamkan mata, pun dengan Garda. Ada

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   76 | Mulai dari Nol

    Tanpa terasa, tiba waktu di mana Daisha mulai menyiapkan MPASI pertama untuk sang anak. Ada Mama Nuni yang memberi tahu variasi menunya. Di sisi lain, Garda sudah mulai nego harga terkait rumah. Untuk kali ini segalanya benar-benar dimulai dari nol. Dari awal lagi. Perihal rumah tangga. "Mama ... kok, dilepeh terus, ya? Susah banget nyuapinnya," ucap Daisha. Padahal tadi waktu membuatkan hidangan pertama untuk si kecil, Daisha sudah yakin pol bayi enam bulannya akan lahap menyantap. Namun, lihatlah itu. "Belum terbiasa dia," kata Mama Nuni. Oh, ya, katanya mama mertua Daisha juga sedang di perjalanan mau ke sini. Adya yang duduk di kursi makan khusus bayi itu menepuk-nepuk bagian mejanya. "Coba kasih minum dulu," sambung mama. Daisha pun menyodorkan sesendok air mineral kepada bayinya. Eh, eh, malah sendoknya digigit-gigit. Air minumnya tumpah meluber. Asli, celemotan dia—sampai ke dada-dada yang dilapisi celemek. "Ini, lho ... ini yang dimakan, Nak. Bukan sendoknya.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status