Share

2 | Ketidaksempurnaan

Author: Lolly
last update Last Updated: 2025-07-27 10:58:00

"Kamu pernah keguguran?"

Daisha yang sedang melipat mukena tersentak samar mendengarnya. Cepat-cepat disimpan alat salat itu dan Daisha menoleh.

"Maksudnya, Kak?"

Mereka bertatapan. Ini subuh pertama selepas kemarin melaksanakan acara akad. Daisha sudah sah menjadi istri pria di depannya, bahkan malam pertama sudah berlalu.

Pernikahan dilakukan di rumah orang tua Daisha, dan dia merupakan putri satu-satunya dari seluruh anak Papa Genta. Daisha sosok yang sangat dijaga oleh orang tuanya, terkhusus sang papa.

Sejak kecil Daisha sudah dibiasakan berhijab. Diwanti-wanti untuk tidak ada main dengan lawan jenis, sekali pun itu sekadar main mata.

Daisha bukan tipe pemalu sebetulnya, bukan sosok penakut juga. Terbukti dari lintas jejaknya sebagai anak rantau, kuliah di luar kota sampai S2 dan kerja sambilan sebagai MC acara besar.

Tapi itu sebelum ada kejadian yang merenggut sebagian keberaniannya.

"Coba lihat hape kamu, ada chat semalam. Kakak buka."

Kembali pada detik ini, Garda mengucap santai sambil menatap gelagat Daisha. Ditatap begitu, Daisha langsung melaksanakan apa yang Garda ucap.

Ambil ponsel, posisinya memunggungi, yang mana Garda tak akan bisa melihat ketegangan di raut Daisha saat ini.

"Yang ini, Kak?" Sebisa-bisa Daisha tetap tenang, dia hampiri suami. Ditunjukkannya layar ponsel dan Garda mengiakan.

"Ini teror," terang Daisha.

Maaf.

Daisha takut.

"Jadi, pernah atau nggak?" Garda menekankan tentang isi pesannya. Terkait keguguran dan ketidakperawanan.

Daisha menggeleng.

"Beneran?" Garda butuh diyakinkan.

"Kalau ... kalau pernah?" Jantung Daisha berdebar. "Kalau, Kak. Bukan berarti aku pernah," imbuhnya. Masih berkilah.

Tatapan Garda membuat Daisha jadi dilema.

"Artinya kamu udah nggak perawan." Singkat saja. Tanpa tahu ucapannya membuat hati Daisha tersayat.

Sepersekian detik Daisha menggigit bibir bagian dalam. "Oh, iya. Kalau pernah keguguran udah pasti nggak perawan, sih."

Garda menimpali, "Tapi itu maksudnya gimana dan kenapa juga kamu diteror dengan kalimat kayak gitu? Ini yang Kakak bahas soal chat keperawanan dan anak 'kita' yang gugur."

Tampaknya Garda belum puas, Daisha berpikir keras. Bukan maksud untuk berbohong, tetapi untuk jujur terasa begitu sulit. Ada yang bercokol di tenggorokan, ada yang menahan dalam dada, dan ada yang memprovokasi agar mulutnya tidak bersuara. Daisha geleng-geleng.

"Nggak tahu. Nggak ngerti aku juga, Kak." Beranjaklah dia hendak mengambil jilbab, tetapi lengan Daisha dicekal.

"Kakak belum selesai, nanti aja ambil kerudungnya. Kita bahas ini dulu." Seolah tahu bahwa tujuan Daisha beranjak untuk mengambil khimar.

Sekarang Daisha didudukkan di sofa. Kamar nuansa abu muda yang lembut itu masih berantakan ranjangnya. Rambut Daisha juga sebetulnya masih basah habis mandi junub.

Garda dengan setelan kaus oblong dan kolor, tampak begitu tampan kala rambutnya basah seperti Daisha tidak menutupi kening.

Daisha sampai sudah membayangkan hari-hari indah ke depan, apalagi hal yang Daisha sebut teror itu selama ini sudah tidak pernah muncul lagi. Daisha bahkan sudah ganti kartu, tutup akun media sosial lama, dan menjauh dari nyaris semua teman—kecuali beberapa yang Daisha percaya.

Sampai akhirnya memutuskan menerima salah satu pinangan yang datang ke papa, awal dari kejujuran mulai sulit Daisha ungkapkan.

Laki-laki itu seorang Garda Pangestu Samarawijaya. Laki-laki yang kini duduk sambil memegang tangannya.

"Ais."

Tatapannya begitu menjanjikan ketenteraman dalam hidup.

"Kalo nggak tahu dan gak ngerti, terus kenapa dia kayak yang tahu banget soal kamu? Seolah yang dia omongin di chat itu beneran." Garda belum teryakinkan. "Jujur aja, nggak pa-pa. Syukur kalo kamu tahu siapa orangnya."

Daisha resah.

Haruskah?

Tapi bagaimana kalau setelah jujur, lantas hubungan yang baru sehari ini hancur? Andai Daisha tidak dibuat jatuh cinta, sepertinya sejak awal bisa dengan mudah dia beri tahukan. Namun, ada cinta yang sudah berperan.

Waktu Daisha masih di luar kota, waktu papa mengabarkan tentang pinangan pria. Di mana untuk lelaki yang kali itu papa kabarkan, beliau menceritakan tanpa pernah tertinggal satu malam pun soal Garda.

Daisha yang sempat terlintas untuk tidak menikah seumur hidupnya, batal. Daisha yang sempat berpikir untuk jujur tentang ketidaksempurnaannya sejak awal di hari pertama pulang dan bertemu dengan Garda, batal juga.

Ada detak yang tidak biasa kala itu, yang membuatnya merasa berat mengungkapkan.

"Kakak nggak percaya sama aku?" Daisha sangat berharap obrolan soal ini dilewati. Tidak bisakah seperti itu?

"Kakak cuma merasa kamu nggak jujur."

Daisha terdiam. Dia jujur soal teror. Dan dalam diamnya, Daisha sedang mempertimbangkan sekaligus menyiapkan diri atas konsekuensi bila—

"Bener kamu masih perawan?"

Narasi dalam benak Daisha terpangkas. Mata sebening telaga mereka berjumpa lebih intens.

"Yang Kakak rasain gimana semalam?" tukasnya. Daisha menggigit bibir bagian dalam. Berusaha tetap tenang.

"Nggak tahu. Itu yang pertama bagi Kakak. Nggak bisa bedain gimana rasanya yang masih atau yang udah nggak perawan. Tapi kamu nggak keluar darah, sih." Agak memelan di akhir kalimat. Segera lelaki itu imbuhi. "Dan Kakak tahu kalo darah gak bisa jadi patokan cewek udah gak perawan atau masih."

"Maaf ...." Akhirnya, Daisha ucapkan. "Aku—"

"Kamu juga pernah keguguran?" Lirih suara Garda mengalun, memotong Daisha. Dia telah membuat kesimpulan dari kata maaf istrinya.

Diamnya putri Papa Genta membuat suasana jadi kurang mengenakkan.

Dengan segenap keberanian Daisha merekam setiap perubahan mimik di wajah suaminya.

Garda tampak lemas.

Mungkin hatinya juga mencelus? Kecewa terhadapnya? Sudah pasti, kan? Daisha menunduk.

"Maaf, Kak."

***

Ini hari pertama bagi Daisha menjadi istri Garda, dan sekarang lelaki itu sejak pagi belum pulang juga. Daisha jawab apa ke papa dan mama saat mereka bertanya, "Mana suami kamu, Ais?"

Masih di hari yang sama dengan kejadian subuh tadi. Pembicaraan soal isi pesan si peneror dan soal keperawanan hingga keguguran berakhir tanpa sempat Daisha memberi penjelasan. Garda memangkas, lalu pria itu melenggang tanpa bisa Daisha tahan.

Begitu keluar dari kamar, Daisha melihat mama dan papa. Jadi, dia bertingkah seakan sedang mengantar suaminya keluar. Daisha tak mau permasalahannya tercium oleh mereka, apalagi soal ketidakperawanan. Yang paling Daisha hindari adalah informasi itu bocor ke orang tua. Sayang, Daisha belum meminta Garda supaya merahasiakannya. Lebih daripada itu, dia bahkan belum memberi penjelasan.

Ah, salahnya yang di awal menahan-nahan diri. Tapi Demi Tuhan, tidak mudah baginya. Bisakah dilema Daisha dimengerti?

Daisha menatap kepergian suami yang melenggang keluar gerbang, lalu tampak seperti sedang joging.

Sampai sekarang belum kembali.

Daisha katakan, "Tadi izinnya, sih, habis joging mau langsung ke mana gitu. Emang ada apa, Pa?"

"Ke mana?" Papa malah balik bertanya.

"Ke rumah Mama Gea." Daisha rasa, dia terlalu sering berbohong sehingga mudah mengeluarkan kebohongan yang lain. Namun, mau bagaimana lagi? Daisha tak mau begini, tetapi banyak hal yang membebani.

Kalian tahu siapa papa Daisha? Dia laki-laki yang citranya 'baik' mengarah pada 'agamis' di mata keluarga besar berikut teman dan kenalan, sehingga menyeramkan bayangan Daisha bila ketidaksempurnaannya terbongkar. Dari hubungan rumah tangga yang baru seumur jagung ini, yang kalau teraba mulai ada retakan, bisa jadi hal yang Daisha rahasiakan terdengar.

Jadi, begini dulu saja.

Daisha balik ke kamar, diambilnya ponsel. Pesan-pesan yang Daisha kirim kepada suaminya bahkan masih centang dua abu. Telepon dari Daisha yang terbaru pun masih tidak terjawab. Sekali lagi dia kirimkan pesan untuk sang suami.

Daisha: [Kak, udah sore. Kakak di mana?]

Daisha: [Tadi papa dan mama nanyain. Aku bilang Kakak habis joging langsung ke rumah Mama Gea buat ambil motor.]

Daisha: [Kak?]

Daisha: [Kita masih suami-istri, kan?]

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Lolly
halo kak~ makasih udah baca yg versi sini jg... kayaknya iya krna udh baca dluan yg d drimi, jd nganu yg d sni hehe
goodnovel comment avatar
Mom DuoS
lollyyy ketemu lagi dsni🫰🏻 jujurly cerita ais garda lbh menyayat rasa di drimii, apa krna udah pernah baca ceritaa awalnya di drimii jadi pas baca dsni kurang nyayat hati ya? tetap semangat lolly nulisnya.. kutemenin dehhh dsni juga...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   9 | Kesayangan Mertua

    "Buat apa mesin espresso itu?" Daisha menoleh. Sudah lewat satu minggu dari apa yang dia lihat di video call dan hingga detik ini belum Daisha bicarakan, sengaja. "Bikin kopi." Garda tahu. Lagi pula mesin espresso, kan, mesin untuk membuat kopi. "Kamu suka ngopi?" Soalnya Garda tidak terlalu. "Suka." Singkat jawaban Daisha. Dia sedang mencoba mesin baru. Ada rencana untuk buka kafe, tetapi masih sekadar rencana. "Ini aku beli pakai uang sendiri, kok." Barangkali maksud Garda menyinggungnya adalah karena terpikir menggunakan uang nafkah. Sama sekali tidak. Uang nafkah yang jadi terkesan seperti gaji itu mulai tidak Daisha senangi, tetapi tak protes. "Uang apa pun kalo adanya di dompet dan rekening kamu, ya, emang uang kamu sendiri." Daisha senyum. Sebatas itu. Garda pun berlalu. Kalau Daisha tidak banyak bicara maka rumah ini serasa tidak benar-benar ada penghuninya. Obrolan yang terajut cuma sepatah dua patah, habis itu sudah. Seringnya Garda diam di kamar, mungkin melukis

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   8 | Bergelayut Mesra

    "Kak." Daisha menahan langkah suaminya yang hendak beranjak dari ruang makan. "Kakak cukup dengan ngatain aku murahan, nggak harus bikin aku jadi bener-bener kayak perempuan murahan, kan?" Mata Daisha berembun, tetapi tak dia izinkan ada setitik pun air yang menetes dari pelupuknya. "Aku yang nggak jujur dari awal, bukan berarti sampai sekarang semua yang kuomongin itu kebohongan." Untai kata Daisha dilisankan dengan suara pelan, ada desakkan perih di dada yang takutnya membuat air mata terpancing meluruh. "Aku salah, aku tahu. Aku ...." Henti di situ, Daisha melihat Garda meneruskan langkahnya. Seolah tak mau mendengar penuturan apa pun lagi darinya. Gegas saja Daisha susul. Mau sampai kapan seperti ini, ya, kan? Dan pergelangan tangan lelaki itu berhasil Daisha pegang, dia genggam erat-erat, dibuatnya langkah Garda kembali berhenti. Daisha berdiri di depan sang suami. Agak mendongak karena Garda lebih tinggi. Percayalah, telapak tangan Daisha mendingin. Tatapan keduanya b

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   7 | Bukan Hanya tentang Cinta

    Daisha menahan keras suara desahnya, bahkan sekadar lenguhan pun tidak dia biarkan lolos. Tak mau terkesan menikmati saat cara Garda mendatanginya tidak seperti di malam pertama yang Daisha kagumi. Kali ini berbeda, sangat. Cengkeramannya di sprei kian menguat. Daisha memalingkan wajah. Baru kali ini dia ingin rungunya tak berfungsi, karena bunyi perjumpaan kulit yang dihantam-hantam tak ada unsur mesra. Daisha pejamkan mata, tak mau melihat bagaimana raut Garda detik ini. Tak mau meninggalkan jejak buruk dari yang namanya bercinta. Meski dulu pernah disenggama, tetapi Daisha tak pernah benar-benar tahu bagaimana kejadiannya. Garda masih yang pertama walau bukan si nomor satu. Ah, ya ... bukankah Daisha pernah bilang bahwa dirinya dilecehkan oleh si peneror? Daisha sudah jujur satu poin kepada suaminya di subuh itu. Sayangnya, karena ketidakjujuran di awal, kejujuran Daisha diragukan. Karena sempat menutupi, keterbukaan Daisha tidak mudah dipercayai. Lantas, yang Garda lakukan

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   6 | Mencari Makna

    "Masak apa?" Daisha terkesiap. Dia sedang ambil minum di dapur saat tenggorokan serasa tercekat, perihal mangkuk lucu entah pemberian siapa. Daisha belum berani menanyakannya. Dan di sini, tiba-tiba suara itu terdengar. Dapat Daisha lihat suaminya menghampiri. Hanya dengan satu tanya itu hati Daisha melahirkan begitu banyak harapan, mungkinkah sudah mulai membaik rumah tangga yang baru seumur jagung ini? "Ayam kecap, ada sayur bening juga. Atau Kakak mau aku masakin yang lain?" Semringah Daisha menjawab, dia pun lekas-lekas menyudahi tegukannya. Daisha berdiri selepas meletakkan gelas di meja dapur. "Yang ada aja." Singkat, sih, memang. Namun, percayalah ... begitu saja Daisha senang mendengarnya. "Oke, Kak. Aku siapin." Makin senang karena Garda memilih duduk manis di kursi makan. Daisha bertanya-tanya dalam batinnya di tiap pergerakan. Ini pertanda baik, kan? Mungkin Kak Garda sudah mulai bisa menerima ketidaksempurnaannya, kan? Mungkin kemarin saat tidak pulang itu Kak Garda

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   5 | Mangkuk Lucu

    "Garda selingkuh?" Dikara mempertanyakan itu kepada suaminya, Daaron. Malah dibalas tanya yang persis. "Nggak mungkinlah!" imbuh Daaron. Dikara juga merasa begitu. Harusnya tidak mungkin. "Tapi aku lihat Garda sama perempuan lain tadi." "Biasanya sama klien dia, sih. Kan, lukisan Garda banyak diminati, Ra." "Gandengan tangan juga kalau sama klien, Bang?" "Oh. Itu mah sepupunya, kali. Soalnya sodara Garda juga banyak yang cewek dan kayak seumuran. Lagian Garda selingkuh itu nggak mungkin, apalagi udah nikah sama Ais. Kita tau sendiri senaksir apa Garda ke Daisha, kan? Dari SMP." Dikara manggut-manggut. Memang, sih. Itu yang membuatnya jadi serasa mustahil bagi seorang Garda selingkuh. "Lagian di antara kami berlima; Abang, Dodo, Marco, Garda, dan Jean. Garda itu yang paaaling saleh. Dia bahkan nggak pernah pacaran, lho. Demi siapa? Daisha. Garda pengin dirinya sebersih itu buat menghadap Om Genta pas ngelamar anaknya." "Jadi, ini aku nggak usah kasih tahu Mbak Ais s

  • Rahasia di Ranjang Malam Pertama   4 | Tidak Baik-Baik Saja

    Daisha ketuk pintu kamar suami, benar-benar sudah terpisah. Apa ini pengibaran bendera cerai? Tidak. Daisha akan mengembalikan kehangatan yang pernah dia rasakan di hari pertama menikah. Toh, cuma pisah kamar, bukan pisah rumah. Artinya masih bisa dibenahi. Garda cuma butuh waktu untuk sendiri. "Kak?" Dipanggilnya sang suami. "Makan, yuk?" Ini sudah malam. Daisha sudah memanaskan hidangan yang dibawa dari rumah orang tua. Dari sore tadi Garda tidak keluar, mungkin tidur atau ... entahlah. Daisha tidak berani mengganggu, selain sekarang karena jam makan malam sudah tiba. Pintu dibuka, Daisha senyum. "Aku udah manasin makanan dan—" "Duluan aja." Garda menutup pintu kamarnya. Ada kunci motor di tangan dan dompet yang dia kantongi. Menyuruh Daisha makan duluan. "Kakak mau ke mana?" Daisha mengekor. "Ke luar dulu." Acuh tak acuh. "Ke?" Daisha percepat langkahnya demi menyetarai pijakan suami. Tidak dijawab. "Kak—" Ditepis. Juluran tangan Daisha tidak diizinkan menyent

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status