Aku mencoba memijat kepala untuk beberapa waktu, menatap lurus kearah depan sejenak. Perdebatan di meja makan cukup memanas, papa agaknya marah dengan pertanyaan besar ku tadi soal apakah dia jatuh cinta pada Hanin."Apa kau gila?" Papa bertanya sambil mengerutkan keningnya."Bagaimana pikiran mu bisa seburuk itu soal papa?" Nada bicara papa sedikit meninggi, raut wajah nya menampilkan kemarahan luar biasa, aku tahu dia sangat tersinggung mendengar ucapan ku."Jangan menyalahkan pikiran ku, tapi siapa yang tidak tahu dengan sikap buruk papa selama ini." Tersulut emosi, aku bicara mencoba mengingatkan papa atas watak buruknya.Apalagi apa yang aku rasakan semalam dan yang aku lalui membuat pemikiran ku mulai menari-nari tidak menentu. Di satu sisi aku tidak bisa mempercayai papa, di sisi lain hati meronta dan berkata Hanin tidak mungkin semurahan itu. Demi apapun aku mendapatkan Hanin seorang perawan di malam pertama ku, dia suci dan belum terjamah mana mungkin ada main dengan papa ku
"Ada hal yang harus aku lakukan, ini cukup mendesak dan genting." Aku bicara dengan salah satu teman sejawat nya, kini bergerak menarik tas kerja dan kunci mobil milikku dengan cepat. Tidak menunggu jawaban laki-laki berusia hampir paruh baya berkepala botak tersebut, aku melesat turun dengan cepat menuju ke arah kamar elevator.Sejak pagi sudah terlalu gelisah setelah mendapatkan telepon dari seseorang di seberang sana, apa yang diucapkan oleh laki-laki di ujung telepon membuat seluruh konsentrasi pada pekerjaan ku kacau balau. Benar atau tidak aku harus membuktikan nya sendiri, bergerak pergi dari perusahaan setelah jam pulang kerja berdendang. Untungnya malam ini urung lembur, aku bisa pergi tanpa harus mengukur waktu. "Aku lembur malam ini, sayang." Aku bicara dari handphone nya pada Hanin, tidak mengeluarkan suara mencurigakan pada nya agar tidak menjadi tanda tanya besar."Tidak masalah makan malam tanpa aku dan pergilah tidur lebih awal. Ada tante May, kamu tidak harus khawati
"Bapak lupa-lupa ingat, salah satu dari mereka menyewa rumah itu tahun kemarin, katanya akan ada banyak orang dari beberapa kota datang berkumpul karena sebuah pekerjaan,""Tidak, mereka tidak saling mengenal antara satu dengan yang lainnya sebelumnya,""Kartu tanda penduduk mereka berasal dari desa dan kota yang berbeda,""Kurang tahu kita yah mas, setau kami tidak ada yang berstatus anak dan orang tua,""Tidak ada keluarga yang bernama Bramantyo di sini sebelum nya,""Iya, ini rumah sewaan 1 minggu tidak lebih,""Tidak, kami tidak mengenal nya, tapi anak-anak disini bilang dia selebgram yang kehidupan pribadi nya tidak pernah terekspos sebelumnya."Rasanya aku ingin mencari pegangan saat ini juga, kaki ku lunglai dan tubuhku kehilangan kekuatan juga pertahanan. Ucapan ketua RT setempat, sang pemilik rumah dan istri pak RT membuat kepala ku berputar-putar tidak menentu. Jantung ku tidak baik-baik saja dan ini semua bagaikan sebuah batu hantaman besar yang menimpaku tiba-tiba dari lan
Tentu saja aku cukup terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh istriku soal papa."Apa? Masuk ke kamar dengan kunci serap?" Bayangkan bagaimana ekspresi wajah ku saat ini saat mendengar ucapan Hanin, kata kunci serap membuat aku cukup shok.Hanin langsung menganggukkan kepalanya."Maafkan Hanin, bukannya aku berburuk sangka kepada papa tapi bagiku itu cukup tidak normal dan di luar pemikiran ketika Papa berani masuk ke kamar kita menggunakan kunci serap, belum lagi papa masuk tanpa izin dari salah satu diantara kita." Hanin kembali bicara di mana netra matanya menatap dalam bola mataku.Tidak terdapat kebohongan dibalik tatapannya, seolah-olah dia menantang dan bicara tentang sebuah kenyataan, ada ekspresi gusar juga ada ekspresi tidak suka atas apa yang menimpa Hanin di mana hanin berharap apa yang diucapkannya tidak menyinggung perasaan ku sama sekali."Orang-orang bilang kejahatan terjadi karena ada kesempatan dan aku tidak ingin memberikan kesempatan pada sesuatu yang akan beraki
"Mas." Hanin masih berusaha melarang ku, dia menggenggam lengan ku sambil menatap dalam bola mata ku."Stttt." Aku meletakkan jari telunjuk ku di bibir istriku tersebut.Aku pikir jika nomornya tidak aktif maka ini kesempatanku untuk bertanya pada Hanin tentang bapak dan rumah tinggal mereka di mana Hanin pernah membawaku ke sana sebelumnya, Aku ingin mendengarkan penjelasan dari istriku tersebut apa yang terjadi dan pembohongan apa sebenarnya yang dilakukan oleh perempuan di hadapanku ini. Demi apapun aku terlalu gelisah dengan keadaan dan berbagai macam kecurigaan menghantam diriku. Ketimbang terlalu lama memendam segalanya lebih baik aku bertanya pada tahap pertama tentang ayah Hanin, keluarganya dan kenapa rumah yang ditempati kini kosong dan berganti menjadi rumah orang lain.Saat keyakinan ku begitu besar tentang nomor yang sudah tidak aktif lagi di seberang sana, hal mengejutkan terjadi. Nada dering yang kemarin tidak dapat dihubungi kali ini tiba-tiba terdengar di seberang san
Aku bergerak dengan cepat mencoba untuk mendekati papa dan aku pikir aku pasti akan memberikan bogem mentah padanya saat ini juga, namun sayangnya sebelum aku mengeksekusi apa yang aku inginkan tiba-tiba saja Hanin berbalik dan berteriak."Akhhhhh."Ekspresi wajah istriku begitu terkejut tapi dia tidak melihat ke arah diriku, belum menyadari aku berada tidak jauh dari mereka, pusat mata Hanin tertuju tepat ke arah papa, dan di titik berikutnya istriku itu tiba-tiba saja melakukan sesuatu di luar batas pemikiran ku.Plakkkkkkkk.Sebuah tamparan mendarat di pipi kiri papa ku, jujur aku masih cukup jauh sekitar beberapa meter, nyatanya Hanin yang meng'eksekusi papaku lebih dulu."Apa-apaan papa?" Hanin meninggikan suaranya, teriakannya sedikit melengking dan dia benar-benar menampilkan ekspresi takut dan juga panik atas kehadiran papa di belakangnya.Papa terlihat ikut terkejut sembari menyentuh pipi kirinya dengan telapak tangan kirinya di mana laki-laki itu seolah-olah ingin berkata t
Aku masih berusaha mengerutkan kening, mencoba mencerna ucapan laki-laki di hadapan ku. Kata asuransi membuat ku agak nya tidak tenang."Ya? Asuransi?" Aku bertanya dengan cepat."Ya pak." Salah satu laki-laki yang menjawab dengan cepat"Maksudnya asuransi siapa? Ibu Melina? Beliau mendiang almarhuma mama saya," Dev terus bertanya, dia jadinya bertanya agak tidak sabaran dan ingin mengetahui apa yang dimaksud oleh kedua laki-laki di hadapannya tersebut.Kata asuransi jelas saja mengganggu dirinya karena setahunya mamanya tidak pernah memasukkan akan mendaftarkan diri mamanya secara pribadi untuk ikut asuransi jiwa dan lain sebagainya. Bahkan sebelum meninggal pun mamanya tidak pernah berpesan kepada dirinya soal asuransi, dia jelas tahu betul tentang itu jadi bagaimana bisa sang mamanya memilih asuransi jiwa tanpa sepengetahuan Dari dirinya. Bayangkan bagaimana Dev tidak terkejut mendengar apa yang diucapkan oleh salah satu laki-laki dihadapan kepada seseorang ini jadi jelas saja dia
"kamu baik-baik saja Dev?" Suara seseorang memecah keadaan, membuat aku yang terus memijat kepala langsung menghentikan gerakan tangan ku. Buru-buru aku menoleh ke sisi kanan, menatap orang yang bertanya pada ku tersebut."Hanya sedikit sakit kepala," aku bicara berbohong, mencoba menghela kasar nafasku.Laki-laki yang bicara pada ku bergerak menuju kearah depan, duduk tepat dihadapan ku sambil membawa 2 cup minuman. Dia duduk, meletakkan minuman dingin di tangan nya tepat dihadapan ku dan dia."Aku pikir kamu tidak baik-baik saja dalam beberapa hari ini, Dev." Lagi laki-laki itu bicara, dia menatap ku untuk beberapa waktu.Kami duduk di sebuah kafe, menikmati secangkir kopi dan sepiring makanan setelah melewati rapat direksi. Sejenak mengambil istirahat sebelum lembur malam ini. Kami mungkin akan pulang hampir tengah malam dan butuh waktu untuk mengisi perut sejenak sebelum bertempur lembur. Waktu hampir menunjukkan pukul 6 sore, adzan magrib tidak lama lagi. Bos cukup baik memberika