Share

6: Noda kue

بسم الله الرحمن الرحيم

Seina membuka matanya, dia melihat di sekeliling ruangan yang serba putih dengan selang infus yang menempel pada tangan kirinya.

Seina melepasnya dan pergi dari sana, dia sama sekali tidak merasakan sakit.

“Bos, haruskah aku menyelidiki tentang Seina lagi?” tanya Rion.

Alistar berhenti, lalu berlari diikuti Rion di belakangnya.

“Sina,” seru Alistar.

“Seina Bos, pakai ‘e’ bukan Sina,” jelas Rion.

Alistar melihat ke bawah selimut, bahkan sampai ke kamar mandi.

“Bantu aku mencarinya,” marah Alistar.

Rion hanya menatap Bos-nya yang kebingungan.

“Sepertinya dia keluar Bos.”

Alistar langsung keluar. “Tunggu apa lagi ayo.”

Seina merasakan perutnya lapar saat berpapasan dengan orang-orang yang membawa makan keluar dari kantin. Dia berjalan menuju tempat di mana wanita berbaju putih itu juga mendapat makanan.

“Nona, apakah kamu tidak melihat aku masih pesan?”

Antre  berganti, wanita itu langsung menatap Seina kesal karena langsung menyela antreannya, bukannya mengantre.

“Aku mau itu.” Seina langsung menunjuk gambar kue yang berada di daftar menu.

Brak…

Wanita itu langsung memukul meja. “Aku yang antre duluan.”

“Tapi pesanannya  sudah jadi.” Bibi gemuk itu memberikan pesanan Seina.

“Kenapa cepat sekali?”

“Karena ada yang membatalkan pesanannya.”

Wanita itu cemberut.

“Tunggu Nona kamu harus membayar makananmu!” seru Bibi.

Seina tetap berjalan pergi, langsung saja wanita itu memegang bahu Seina.

“Dasar pencuri, seharusnya kamu bayar.”

“Bukankah gratis?”

“Kamu pikir rumah sakit ini punya nenek moyangmu apa?”

Seina menggeleng.

“Bayarlah.” Mengulurkan tangannya ke Seina.

Seina mencari sesuatu dari bajunya tapi tidak menemukan sesuatu di sakunya, sepertinya dia lupa bajunya sudah di ganti baju rumah sakit.

Dia membuka kuenya dan memberinya ke Wanita itu.

“Bukan ini yang aku maksud.”

Wanita itu mengepalkan tangannya marah, karena merasa di ejek oleh Seina, itu adalah perasaan yang tidak pernah dia rasakan karena semua orang selalu segan padanya. Dia adalah Zea seorang putri dari pemilik rumah sakit.

Zea langsung melemparkan kuenya hingga jatuh di lantai.

Melihat itu bibi  gemuk tadi langsung datang dan meredakan amarah Zea.

“Nona tenanglah, tidak usah bayar tidak apa-apa kok.”

“Tidak bisa begitu  Bibi!” Seru Zea.

Dia menunjuk Seina yang malah asik memakan Kue.

“Kamu… kamu keterlaluan, tidak sopan.”

Seina mengulurkan kue yang di makan ke arah Zea.

“Ada apa ini?”

Seorang pria dengan kemeja hitam di tangannya membawa sebuah jas putih.

“Kakak, lihat dia makan tapi tidak mau membayarnya.” Menunjuk Seina.

Seina yang di tunjuk, memegang ujung jari Zea, langsung saja  Zea menarik tangannya.

“Apa yang di katakana Zea benar Nona?”

Seina hanya memandang pria di depannya tanpa berniat untuk membalasnya.

Mendapat tatapan intens Seina, membuat pria itu merasa aneh.

“Dokter Novian tidak apa-apa, itu hanya sebuah kue tidak perlu di ributkan,” ujar Bibi itu.

Novian menahan bahu Zea, dia mencegah Zea yang ingin marah.

“Baiklah masalah sudah selesai sekarang aku lapar dan ingin memesan makanan Bibi,” Jelas Novian

Seina menatap senyuman Bibi dan membalasnya dengan tersenyum. Dia berbalik ke arah yang berlawanan.

Zea masih melirik ke belakang, melihat kepergian Seina dengan kesal.

Elina menundukkan kepala saat melihat nenek yang menatap tajam ke arahnya.

“Apa yang sedang ibu lakukan di sini?” tanya Elma.

Nenek menggerakan tangannya mengisyaratkan Elma, menatunya agar tetap duduk. Elma adalah ibunya Elina, meski dia sudah berumur 45 tahun tapi wajahnya masih terlihat cantik seperti umur 26 tahun.

“Apa aku tidak boleh di sini?” tanya Nenek.

“Tentu saja boleh Nenek,” sahut Elina.

Nenek memandang ketiganya, tidak ada yang tahu apa yang di pikirkannya.

Memegang pinggangnya. “Aku mau istirahat.”

Pelayan setia di samping Nenek langsung berjaga menemaninya. Dengan langkah pelan Nenek berjalan menggunakan tongkat kayu.

“Elina,” ucap Nenek.

Elina mendongak. “Hentikan mimpimu untuk jadi bintang.”

Nenek melanjutkan langkahnya, sementara Elina meremas ujung roknya.

“Jangan dengarkan Nenek tua itu,” ucap Adiguna.

“Tapi Ayah—”

“Jangan membangkang Elina, kamu sudah lupa semua yang kamu miliki ini karena kerja keras Ayah, jadi jangan pernah berhenti jadi Bintang.”

Adiguna adalah Ayah Elina, dia sangat tegas terhadap anak satu-satunya.

Elma tersenyum memandang ke duanya, meski suaminya sangat kaku tapi dia tahu dia menyayangi anaknya.

“Empat hari lagi ikutlah audisi di film ‘Cinta dalam buku dairy’ aku sudah membayar lebih untuk membuatmu menjadi tokoh utama di cerita itu, jadi jangan sampai membuatku malu.”

“Baik Ayah.”

Seina memandang orang-orang di depannya dengan penasaran. Dia melihat seorang pria yang menggunakan kursi roda dengan perban di seluruh wajahnya.

Dia menghindar saat mendengar seruan seorang wanita, dan melihat beberapa orang berbaju putih yang mendorong tandu ambulance membawa seorang wanita yang pingsan.

Lalu Seina juga melihat bayi-bayi yang berada di ruang inkubator, Seina berbalik.

Brak…

Sebuah lengan kekar memegang pinggang Seina, membuatnya tidak jadi terjatuh.

Mereka saling berpandangan, pria itu membantunya untuk berdiri dengan benar. “Apa kamu baik-baik saja?”

Seina mengangguk dan menatap mata coklat di depannya.

Pria itu tertawa saat melihat adanya noda yang berada di sudut bibir Seina.

“Itu, bibirmu.” Tunjuknya, tapi Seina sama sekali tidak memahaminya.

Pria itu memegang bibirnya. “Ada noda di sini.”

Seina melihat pria itu memegang bibirnya dan dia mengangguk dan menyentuh bibir pria di depannya.

Pria itu diam membeku saat merasakan tangan halus Seina yang memegang ujung bibirnya.

Rion membuka mulutnya tanpa sadar saat melihat adegan Seina memegang bibir Theo, Rion langsung menatap Alistar yang berada di sampingnya.

“Apakah Bos marah?”

Rion mengawasi ekspresi Alistar yang terlihat menyeramkan.

“Apa yang kalian lakukan?” Alistar berteriak.

Theo dan Seina langsung menengok ke sumber suara, di sana mereka melihat Rion yang terlihat konyol dan Alistar yang berjalan mendekat.

“Alistar?” Ucap Theo tanpa sadar.

 Sejenak mereka menjadi sember tontonan.

Alistar berjalan seperti model dengan tatapan tanpa ekspresi, seperti ada sebuah cahaya gelap yang mengelilinginya.

Memegang tangan Seina dan berdiri berhadapan dengan Theo.

“Apa yang kamu lakukan di sini Theo?”

“Apa dia kekasihmu?” tanya Theo.

Alistar menatap Theo dengan Arogan .“Jangan mengalihkan pembicaranku Theo.”

الحمد لله رب العالمين

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status