Share

7: Madam Rose

بسم الله الرحمن الرحيم

“Aku sedang menjenguk temanku,” ujar Theo.

“Baiklah, kalau begitu pergilah menemui temanmu.”

Theo melihat Alistar yang masih memegang tangan Seina, sementara Rion menatap mereka dengan tatapan membara, meski dia agak khawatir akan adanya keributan tapi dia tidak sabar melihat pertengkaran mereka.

Theo tersenyum dengan wajahnya yang lembut. “Baiklah… aku pergi dulu, sampai berjumpa lagi Seina.”

Mengakat tangannya lalu berbalik pergi, Seina tersenyum dan melambaikan tangannya.

Theo adalah saudara Alistar, tepatnya saudara tiri yang selalu dia benci dari dulu. Theo selalu merebut apa yang dia inginkan bahkan cinta pertamanya.

“Apa yang sedang kamu lakukan dengan dia?” tanya Alistar.

Seina berpikir. “Ada noda di bibirnya.”

Alistar menyipitkan matanya, melihat ada noda di bibir Seina bukan di bibir Theo.

“Lalu kamu menyentuhnya?” Alistar melihat kedua tangganya di dada.

Seina mengangguk, Alistar melihat sekeliling adanya orang yang berlalu lalang untuk mencari pengobatan, jadi tidak pantas jika berbicara di sana.

“Ikut aku.” Ucap Alistar di ikuti Seina.

“Rion kamu carikan aku makanan,” ucap Alistar.

Rion menghentikan langkahnya. “Mau makanan apa Bos?”

“Terserah.”

Rion mengerutkan keningnya bingung saat mendengar kata ‘terserah’.

Alistar langsung menutup pintu kamar setelah Seina masuk.

“Duduklah.” Seina dengan patuh duduk di sofa.

“Aku tidak pernah menduga bahwa kamu sudah melakukan apa yang aku inginkan sebelum aku memintanya dan itu luar bisa, seperti kalian sudah di ciptakan sebagai pasangan.” Alistar berkata dengan kagum pada Seina.

“Apa yang kamu katakana?” tanya Seina.

Alistar menatap Seina dan memutar bola matanya malas. “Lupakan.”

“Kamu sudah merasa sehat kan?”

Seina mengangguk.

“Bagus, empat hari lagi kamu akan mengikuti audisi, jadi aku akan mencarikan guru professional yang akan membuatmu jadi bintang dalam waktu singkat.”

“Aku tidak mau jadi bintang.”

Alistar langsung mendekati Seina. “Apa kamu mau mengingkari ucapanmu waktu itu.”

Seina menundukkan pandangannya dia meremas ujung bajunya.

“Dengan menjadi bintang kamu akan menjadi pusat perhatian, semua orang hanya akan melihatmu.” Bujuk Alistar.

“Bahkan kamu bisa bertemu dengan keluargamu.”

Seina mengangguk walaupun masih menunduk.

Brak…

“Makanan sudah siap Bos.”

Rion melihat Seina yang tertunduk, dia menatap Alistar yang mengangkat satu alisnya.

“Aku letakan di meja,” ujar Rion.

Alistar langsung berjalan dengan mendorong Rion keluar dari kamar.

“Hei, makanlah.” Dia menutup pintu.

“Ada apa Bos?”

“Tidak ada.”

Rion menganggukkan kepalanya.

Alistar mengangkat telunjuknya ke atas sambil menutup matanya. “Jangan lupa untuk memanggilakan dokter.”

“Untuk Seina?”

Alistar mengangguk, dia langsung melihat jam tangannya. “Panggilkan dokter sepuluh menit lagi.”

“Jangan lupa hubungi pelatih pribadiku dulu untuk mengajari Seina Akting besok jika keadaannya sudah sehat, aku tidak mau dia sakit dan menunda kemajuan rencana yang aku buat.”

“Baik Bos.”

“Aku akan pulang.” Alistar langsung pergi sementara Rion berjaga di sana.

Seina sudah berganti pakaian, dia menggunakan gaun warna pink  dengan flat shoes, rambutnya di biarkan tergerai. Sekarang Seina sedang duduk di dalam mobil untuk Kembali ke tempat Alistar.

Rion yang sudah melaksanakan tugas yang di berikan Alistar bahkan sampai dia mengantuk sehingga membuatnya bangun kesiangan untuk menjemput Seina hanya untuk pelatihan Akting.

Mobil itu berhenti di depan Villa mewah.

Seina keluar dari mobil, langsung saja bibi Margaret datang dan memeluknya.

“Astaga Seina, Bibi merindukanmu.”

Seina juga membalas pelukannya, Luci hanya mencibir kesal. “Ayolah, kalian hanya tidak bertemu beberapa hari bukan satu abad.”

Bibi Margaret melepaskan pelukannya dan menatap kesal Luci.

“Diamlah, dasar berhati busuk.”

“Apa maksudmu Bibi ?” tanyanya marah.

“Kalian sudahlah, Madam Rose sedang menunggu di sana.” Rion langsung menghentikan pertengkaran mereka.

“Ayo, Seina ikuti aku,” ucap Rion lagi.

Bibi menahan amarahnya dan mengikuti Rion masuk ke dalam.

Di sana terlihat seseorang dengan berbaju putih kasual sedang membaca koran.

“Selamat pagi Madam Rose,” sapa Rion.

Madam Rose langsung menurunkan koran yang menutupi wajahnya sedikit.

“Itu kamu Rion, kamu telat tiga menit dari waktu yang disepakati.”

“Maaf Madam Rose.”

Rion memegang kedua bahu Seina dari belakang. “Ini dia Seina, orang yang akan Madam latih.”

Madam langsung menutup koran yang dia baca. Wajahnya yang agak berkerut dengan bulu mata yang panjang, serta ada sebuah tato berbentuk bunga di bagian sudut mata.

Madam berdiri dan mendekati Seina, dia memegang wajah Seina.

“Bagus, sekarang panggil aku Madam… Rose…”

“Madam Rose.”

“Bagus, sekarang ikuti aku.” Madam berjalan ke depan, Rion memberi isyarat pada Seina untuk mengikuti Madam.

“Bibi, Madam Rose ternyata pria.” Luci berbisik pada Bibi Margaret.

“Dia itu guru Tuam muda, tentu saja aku sudah tahu lebih dulu.”

Rion yang mendengarkannya hanya tersenyum palsu.

“Kamu tahu, dulu dia berdandan lebih nyentrik daripada ini, dengan baju hitam dengan dengan ujung runcing, bahkan di hidungnya ada semacam kaya anting.”

Luci menahan tawanya saat mendengar ucapan Bibi Margaret.

“Hai, aku mendengar apa yang kalian ucapkan!” seru Madam.

“Maaf.” Luci dan bibi Margaret menundukkan kepalanya.

“Bagaimana dia bisa mendengarnya?” tanya Luci.

“Aku tidak tahu.”

“Kalian memang berbisik, tapi suara kalian terlalu keras.”

Seina duduk di sofa dia dengan serius melihat Madam Rose yang berdiri sambil menjelaskan. “Jika kamu ingin menjadi bintang sejati maka kamu harus tahu apa itu bintang, bagaimana bisa bertahan di industry hiburan, bagaimana menjadi terkenal dengan sebuah karya, dan bagaimana memiliki pendukung setia yang akan selalu mensupport kamu tanpa syarat, jangan lupa yang paling penting penampilan adalah faktor utama jika kamu ingin bertahan.”

Seina dengan serius melihat Madam yang berjalan mondar-mandir dan memperagakan apa yang dia ucapkan penuh dengan ekspresi.

“Sekarang aku mau kamu berakting, aku ingin melihat seberapa jauh kemampuanmu.”

Madam Rose langsung duduk di sofa dan melambaikan tangannya, Bibi Margaret datang.

“Ambilkan aku minuman baru, aku mau air putih,” ucapnya.

“Baik madam.”

Seina berdiri dia berpikir dan akhirnya dia Kembali duduk dan diam.

Bibi datang dan membawa minuman, Madam langsung meminumnya.

Melihat Seina yang sama sekali tidak bergerak membuatnya bingung.

“Apa yang kamu lakukan?” tanya Madam.

“Menjadi diri sendiri,” ujarnya.

Lusi langsung tertawa, Rion dan Bibi malah menahan tawanya saat mendengar jawaban Seina dan wajah melongo Madam.

“Bukan seperti itu maksudku, aku ingin kamu berakting sebagai seorang putri salju atau seorang siswa sekolah yang sedang jatuh cinta.” Seina memiringkan kepalanya mencoba memahami perkataan Madam.

“Baikalah biar aku yang menentukan adegannya, sekarang kamu sedang berada di lautan dan apa yang kamu lakukan?”

Seina berpikir lagi, lalu dia berbaring di sofa.

“Sekarang dia sedang jadi apa?” Luci bertanya pada Rion.

“Turis asing yang sedang berjemur matahari.” Lusi mengangguk, dia pikir ada benarnya.

Madam menunggu Seina selesai berakting tapi dia malah tidak bergerak sama sekali.

“Seina kamu sedang menjadi apa?”

“Aku sedang menjadi jemuran.”

Luci langsung tertawa, apalagi melihat Madam yang terlihat marah.

الحمد لله رب العالمين

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status