Langkah kaki kurus itu tergesa-gesa seakan dikejar waktu, dengan masih menggunakan heels kerjanya Valerie buru-buru memasuki pusat perbelanjaan terbesar di kota ini.
Melihat keramaian di sana sini, dan megahnya tempat itu. Valerie sadar jika ia sudah terlalu lama tidak menginjakkan kaki di tempat ini. Sudah setahun ini, kehidupan Valerie hanya berotasi antara kantor, rumah sakit, dan rumah kecilnya.Dan rasanya ia merindukan tempat seramai ini, walau hanya sekedar melepas lelah. Dia kembali merasakan hidup di tengah-tengah kekacauan yang silih datang berganti di dalam kehidupannya.Kemarin Amora sudah mengirimkan sebuah alamat. Klinik kecantikan yang berada di area mall besar ini.Amora memintanya untuk bertemu di sana, sekaligus meminta Valerie untuk treatment kecantikan. Seumur hidupnya ia memang tidak pernah melakukan hal tersebut, menghambur-hamburkan uang untuk mempercantik diri adalah hal terakhir yang akan dilakukan.ValeMobil berwarna merah itu berhenti tepat di depan lobby hotel Gold. Sebelum turun, berkali-kali Amora menghirup napas dalam, berusaha menenangkan perasaannya. Ini pertemuan pertama mereka setelah lama berpisah, jadi tentu saja Amora gugup.Merasa dirinya sudah mulai terkendali, barulah wanita cantik itu turun. Tetapi sebelum itu, ia memperhatikan wajah dan tampilannya. Entahlah, hanya karena meminta bertemu Amora sampai datang ke klinik kecantikan untuk mempercantik diri. Amora hanya merasa, dia perlu tampil cantik di hadapan mantannya itu.Amora kali ini menggunakan mantel hitam yang menutupi dressnya, dan topi yang lumayan lebar untuk menenggelamkan wajahnya. Walaupun penjagaan hotel ini sangat ketat, ia merasa harus antisipasi jika ada paparazi atau orang yang mengikutinya.Artis papan atas sepertinya tentu saja banyak yang mencari celahnya untuk dijadikan bahan gosip.Baru saja masuk lebih dalam ke area restoran yang berada di lantai da
Sean menghembuskan napas lelah, sudah larut malam tetapi dia masih menyibukkan diri perusahaan. Alasannya tentu saja karena dia tidak ingin bertemu dengan Valerie dan melakukan permintaan Amora agar menidurinya malam ini.Alhasil, dia baru pulang setelah larut malam. Berharap Valerie sudah tertidur, sehingga dia punya alasan untuk tidak menidurinya malam ini. Jadi setelah mengirimkan pesan untuk istrinya, Sean langsung mengemudikan mobilnya ke apartemen Valerie.Dalam perjalanan, Sean terus merutuki permintaan istrinya. Kenapa juga Amora begitu memaksanya untuk segera meniduri perempuan murahan itu?Tak butuh waktu lama untuk tenggelam dalam pikirannya, mobilnya sudah berhenti tepat di depan lobby apartemen. Menghembuskan napas kesal, Sean akhirnya turun dan melangkah masuk ke dalam apartemen itu.Sepanjang di dalam lift, Sean tak bisa tidak membayangkan wajah jelek istri keduanya. Mengingat hal tersebut, ia semakin malas untuk menginjakk
“Bagaimana jika kita memulai dengan menghapus habis listip merah ini terlebih dahulu?” Mata Valerie melotot sempurna dengan bibir terbuka. Pergerakan Sean begitu cepat, kini tangannya bergerak ke belakang kepala Valerie, merangkai rambut hitam itu ke sela jemarinya. Meremasnya kuat, namun tidak menyakiti. Lalu disusul dengan menarik rambut itu hingga kepala Valerie mendongak menatapnya.“Aww ...” pekik Valerie kaget.“Lagi pula, merah sama sekali tidak cocok untukmu,” ucapnya sekali lagi, sebelum mengulum bibir berlistip merah itu.Sean berhasil menyatukan bibir keduanya. Mulut Valerie yang sebelumnya terbuka karena terkejut semakin memudahkan Sean untuk memorak-porandakan bibir tersebut.Napas Valerie berubah tersengal, tubuhnya semakin bergetar ketakutan. Kedua matanya terpejam erat, dengan tangan yang meremas kuat kemeja Sean. Valerie bisa merasakan dengan jelas bibirnya yang berulang kali dihisap dengan kuat, la
Air mata Valerie meluruh. Ia benar-benar menjadi layaknya wanita murahan saat ini. Tubuhnya kini di bawah kuasa seorang Sean, diperlakukan sebegitu intimnya.Saat Sean berhasil mengulum puncak payudaranya, Valerie hanya bisa memejamkan kedua matanya erat-erat. Perasaan ini sangat aneh, bahkan karena cumbuan itu menjalarkan hawa panas di pangkal pahanya.“Tu—tuan Sean, sudah ...” pekiknya saat merasakan kuluman itu semakin keras.“Diam dan nikmati saja, jalang!” bentak Sean tak terima kesenangannya malah diganggu.Valerie benar-benar tidak tahu harus berbuat apa, tetapi menyerahkan diri saat ini ia belum siap.Tubuhnya kini sudah di bawah kuasa Sean, tidak ada jalan untuk lari dari sana. Pria itu sudah begitu bergairah pada tubuhnya, seakan siap mencabik-cabik dirinya dalam kenikmatan yang tiada tara.Air mata itu meluruh, mencari cara agar lepas dari kungkungan tubuh besar Sean, hingga satu nama terlintas di pikiranny
Mentari bersinar dari balik gorden yang masih tertutup rapat. Kedua insan yang tidur sambil berpelukan itu tampak tidak terganggu sama sekali dengan jam yang mulai tinggi. Begitu nyaman berpelukan dengan selimut yang menutupi tubuh telanjang keduanya.Amora mengerjap beberapa kali meminta kesadarannya muncul, bersamaan dengan matanya yang sudah mulai fokus. Dia tertegun menatap dada bidang tepat di hadapannya. Mengangkat mata perlahan, dengan deru napas yang beradu, matanya melebar seketika.Pria ini Bara.Bukan suaminya, Sean.Seolah kewarasan dan suasana normal mulai menyelimuti, ia terpekik dari tempatnya. Melepas paksa tangan yang melingkar di perutnya, lalu bergerak bangun dengan terburu-buru. Bersamaan dengan itu, Bara mulai terusik dalam tidurnya.Oh Tuhan! Ini salah, apa yang dilakukannya bersama Bara ini salah besar. Dia telah mengkhianati 3 tahun pernikahannya dengan Sean.Sekelebat wajah Sean yang tersenyu
Sean menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi kerjanya, ia pusing bukan main. Memikirkan kejadian semalam yang membuatnya hampir saja lepas kendali meniduri Valerie, mengingat hal tersebut ia merasa bersalah kepada Amora.Aneh, ia begitu merasa bersalah pada Amora, padahal istrinya sendiri yang memintanya untuk meniduri dan segera menghamili wanita murahan itu.Tetapi entah kenapa, dia merasa seperti akan mengkhianati Amora jika terlalu lama bersama perempuan itu. Entah apa yang dimiliki oleh Valerie, sehingga membuatnya hampir saja lepas kendali semalam.Tentu saja pesonanya.Ya, Sean menyadari seberapa besar pesona wanita itu. Hanya karena tampilan yang sedikit berbeda dan rayuan murahannya ia hampir saja tergoda. Ah, bukankah wanita itu memang seorang jalang? Pantas saja dia begitu ahli merayu.Sean segera mewanti-wanti dirinya, dia tidak boleh sampai terjatuh lagi dalam rayuan perempuan itu. Valerie sangat berbahaya, dia h
Sean diliputi amarah yang begitu besar. Marah kepada Amora yang begitu mudahnya melontarkan ancaman kepadanya, dan marah kepada Valerie karena semenjak perempuan itu masuk ke dalam hidupnya dan Amora. Keduanya kerap kali bertengkar yang itu-itu saja permasalahannya.Begitu mudahnya Amora memintanya untuk menghamili perempuan murahan itu, sedangkan Sean sendiri begitu jijik dengan Valerie. Apalagi sekarang dia diminta untuk tinggal bersama perempuan itu. Oh God! Sean bisa gila.Baru saja dia keluar dari tempat beristirahat setelah merasa pening dengan segala masalah yang ada, dia kembali dikejutkan dengan sesuatu. Perempuan yang sejak tadi mengganggu pikirannya ternyata ada di ruangannya.“Apa yang kau lakukan di ruanganku, perempuan murahan?”Sean bisa menduga kalau Valerie terkejut luar biasa mendengar suaranya.Mendengar suara itu, Valerie segera membalikkan badannya. Wajahnya seketika berubah pucat pasi saat menyadari suara i
Makan malam itu terasa canggung bagi Amora, pasalnya seseorang yang tidak diharapkan berada di tempat ini, lebih tepatnya menjadi investor pada proyek film terbarunya.Bara Virendra, yang sejak tadi tidak mengalihkan pandangan darinya, terus menatapnya tajam meskipun Amora berusaha keras untuk berpura-pura tidak mengenali pria itu.Kenapa Bara tiba-tiba tertarik untuk berinvestasi pada sebuah film?Ingin sekali Amora menanyakan soal itu, tetapi mereka tidak hanya berdua saja. Ini makan malam dalam rangka pengenalan sebelum proyek film dimulai, di mana ada artis dan aktornya, sutradara hingga para kru. Bahkan para investor pun di undang, termasuk Bara.Tak tahan lagi ditatap sedemikian rupa oleh Bara, Amora segera berdiri dari tempatnya. “Aku pamit ke toilet sebentar,” ucapnya mengambil alih perhatian, sebelum mereka semua mengangguki.Amora tampak melamun di depan wastafel hingga tak menyadari seseorang mendekat ke arahnya. Belu