Kalah dalam urusan ranjang. Kalah dalam urusan hamil dan memiliki anak. Dyandra tidak tahu lagi apakah ada sesuatu dari dirinya yang jauh lebih berharga daripada Cersey di mata Arka Hasbyan sang suami.Kakak serta sahabat-sahabatnya selalu memberi ide agar ia mencari kesenangannya sendiri di luar dengan lelaki lain. Melupakan penderitaan serta kehancuran hati yang ia rasakan saat ini. Namun, dengan syarat lelaki itu harus tampan dan menawan. Entah apakah memang alam sedang bermain dengannya karena kini seorang Skylar Kiersten datang mengisi hari-harinya. Mengisi dengan hal-hal yang membuatnya senang? Tentu tidak! Skylar datang justru membuat Dyandra semakin kesal hari demi hari ke depan. Lelaki itu dengan sengaja membuat urat marahnya menegang.Kali ini, sang lelaki terlampau gagah dengan sorot mata menggoda itu sedang membuat jantung Dyandra tidak berdegup normal. Pertanyaannya mengenai berciuman sungguh membuat berdebar. Akan tetapi, jangan sampai semua ini diketahui oleh Skylar
Emosi manusia, siapa bisa mengira kapan akan datang? Sebaik apa pun seseorang menjaganya akan ada kejadian dimana ia lepas kendali. Di saat itu terjadi, kadang ada perilaku yang kemudian meluncur dengan di luar akal sehat. Sama seperti yang dilakukan oleh Dyandra saat ini. Dyandra sudah tidak bisa lagi menahan emosi. Berbagai masalah dan sakit hati dengan Arka selalu merongrong batas kewarasannya setiap hari. Mendengar amukan Skylar yang menyebutnya pengkhianat dan memalukan, membuat Dyandra hilang logika sesaat. Sebuah tamparan mendarat begitu saja tanpa diniati. Kini, Dyandra sendiri tak percaya dengan apa yang ia telah lakukan. Matanya terbelalak, menatapi telapak tangan yang gemetar. Lelaki itu terperangah sambil memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan Dyandra. Mata memerah seperti banteng di tengah arena rodeo. Bibir yang merah alami gemertak menahan emosi, sama seperti tangannya yang mengepal ingin bergerak, tetapi tertahan. “Ma-maaf, maafkan a-aku….” Terbata
“Aku tidak butuh ijinmu! Jangan halangi aku! Minggir! Kamu dan mamamu sama saja! Kalian semua ingin menyakiti aku!”“Dya, ayolah …”“Minggiiiirrr!” Dyandra menggigit lengan Arka secara tiba-tiba. Sang suami langsung melompat kesakitan, tanpa sadar membuka jalan bagi Dyandra untuk berlari keluar kamar. Arka bisa saja mengejar istrinya lalu menariknya kembali ke dalam kamar. Hanya saja, ia enggan untuk melakukannya. Ia membiarkan Dyandra pergi karena khawatir Dyandra akan semakin histeris bila berada di rumah. Walau di dalam hati sangat khawatir, tetapi ... sudahlah. “Aku tidak bisa mengenalimu lagi, Dya. Apa pun yang aku lakukan dan ucapkan selalu salah untukmu. Pergilah, bersenang-senang sesukamu. Terserah kamu saja,” gumamnya lesu. Menatap kepergian sang istri dari pintu kamar. Cersey melihat dari kejauhan, bersembunyi dalam gelap di bawah tangga. Ia memperhatikan bagaimana Dyandra yang tersakiti batinnya pergi dari rumah. Hatinya begitu puas dan merasa menang. Meskipun beber
Pernikahan memiliki caranya sendiri untuk membuat kehidupan seseorang berubah drastis. Ada pepatah yang mengatakan bahwa memilih pasangan dalam menikah, seperti memilih kucing dalam karung. Pepatah itu benar adanya. Kita tidak bisa mengetahui bagaimana karakter pasangan yang sesungguhnya, sebelum melewati tahun-tahun berbagi ranjang dengannya. Yang jelas, problema di pernikahan Dyandra kini telah membawanya bertemu dengan seseorang yang sedang ia benci di sebuah klub malam.Bertha segera menoleh ke arah mata kedua sahabatnya. Ia melongo melihat seorang lelaki blasteran berjalan tenang dan santai ke arah mereka. “Itu siapa, Dya?” tanya Bertha menunjuk seorang wanita yang berjalan di belakang Skylar. “Aku tidak tahu! Apakah itu istrinya?” gumam Dyandra terus memperhatikan. Mereka kemudian saling berpapasan. Skylar berhenti berjalan dan tertegun. Sepertinya, ia benar-benar kaget melihat kehadiran Dyandra di night club ini. Apalagi saat sedang menggandeng mesra seorang wanita ber
Dyandra menangis frustasi di bawah pancuran air panas yang menjadi satu dengan deras air matanya. Ia tersengal-sengal. Perasaan marah, kecewa dan benci terhadap dirinya sendiri semua bercampur menjadi satu. Masih tidak mau menerima kenyataan bahwa ia berada di pihak yang kalah, yang direndahkan. “Aku benci kamu, Arka! Aku benci kamu!” isaknya pelan mengumpat sang suami. Melempar cincin pernikahan di jari manis hingga menghantam tembok kamar mandi dan jatuh tergeletak di atas lantai. “Carilah kesenangan untuk dirimu sendiri!” suara sang Kakak serta sahabat-sahabatnya kembali terngiang. “Selingkuhlah juga kalau memang itu membuatmu bahagia!” “Kamu terlalu baik untuk keluarga Hasbyan!” Suara Drupadi kencang terdengar mengisi batin dyandra. Menawarkan ide gila dan sebuah pembalasan telak bagi sang suami. Namun, bila ia juga berselingkuh, bukankah ia sama bersalahnya dengan Arka?‘Aku sungguh bingun!’ pekik Dyandra dalam hatinya kebingungan. Ia sudah lelah dengan semua rasa ter
Keras kepala, temperamen, susah diajak kerja sama. Ketiga sifat yang tidak baik untuk dijadikan partner berbisnis. Baik Dyandra maupun Skylar saling merasa lawan bicaranya memiliki sifat-sifat tersebut, sehingga mereka terus menolak satu sama lain. Bagi Skylar, bukanlah gagal berbisnis dengan Dyandra yang menjadi masalah terbesar sampai ia harus marah-marah dan melaporkan semua kepada Batara. Kehadiran Frans Liem, teman masa kecilnya, itulah yang paling membuatnya marah. Ia tidak ingin dikalahkan oleh seseorang yang sejak dulu telah bersaing dengannya dalam masalah apa pun. Baik itu masalah nilai pelajaran, kekayaan, dan juga … wanita. “Aku sudah laporkan semua ini kepada ayahmu! Sekarang akan aku laporkan kepada ayahku!” geramnya sungguh marah kepada Dyandra. Ia telah mematikan sambungan teleponnya dengan Batara.“Kamu mabuk, Skylar? Sikapmu seperti anak kecil!” sahut Dyandra mulai khawatir akan dimarahi oleh ayahnya. “Kamu yang mabuk! Apa kamu lupa? Semalam kamu mabuk sampa
Skylar beradu pandang dengan Dyandra. Hanya mereka berdua yang tahu kemana perginya foto pernikahan itu. “Saya yang bersalah, Tante. Kemarin saya tidak sengaja menjatuhkan hingga pecah.” Skylar membantu Dyandra menyembunyikan masalah rumah tangganya. Ia merasa sedikit iba, karena Dyandra langsung berhenti berdebat ketika ia menyebut suami wanita itu telah berselingkuh. Berarti ada suatu kepedihan yang dalam di sana. Mungkin dengan menyelamatkan Dyandra dari lebih merasa sakit hati teringat foto pernikahan yang sudah hancur, akan membuat kesalahannya sedikit berkurang. “Oh, begitu?” Andini mengangguk, tetapi sorot matanya masih mempertanyakan. “Saya permisi dulu, Om, Tante. Ada pekerjaan yang harus saya lakukan di kantor Papa,” pamit Skylar kembali beradu tatap dengan Dyandra. Sebuah senyum diberikan oleh Dyandra kepadanya. Wanita itu seolah mengucap terima kasih karena telah membantunya menghadapi pertanyaan sang ibu. Skylar membalas dengan senyuman datar dan segera berlalu.
Jadi, menurutmu aku wanita murahan karena makan pagi dengan Frans Liem?” wajah Dyandra memerah marah.“Kamu yang menyimpulkan demikian, bukan aku.” Senyuman sarkas Skylar terpampang nyata di wajahnya.Dada Dyandra kembang kempis. “Sepertinya memang kamu dan aku tidak akan pernah bisa berbicara dengan baik.”“Pak Sopir! Berhenti! Saya mau turun!” teriak Dyandra membuang wajah, tak sudi menatap Skylar.Sopir kebingungan, tetapi akhirnya tetap menurut. Ia menghentikan kendaraan di pinggir jalan.“Ah, ayolah, aku hanya bercanda!” ucap Skylar saat Dyandra turun dari mobil sungguhan.“Bercanda saja dengan tembok!” Dyandra menjawab ketus dan kasar. Ia banting pintu mobil dan terus berjalan tanpa menoleh ke belakang sama sekali.Skylar tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. “Dasar singa betina!” kekehnya.***Dyandra terduduk di ruang kerjanya. Khayal kembali memutar peristiwa dimana pada waktu itu, hatinya mulai mengingatkan sesuatu, memberi tahu bahwa ada sesuatu yang tidak ben