Share

Persetujuan Lily

last update Last Updated: 2023-09-29 21:54:26

Paginya, Lily sif pukul delapan. Langkahnya agak berat pagi ini, dia mengirim pesan ke Meredith, kalau akan menerima tawaran Axel. 

“Nona Meredith, bisa kita bicara?” tulis Lily di pesannya. 

“Kau bisa datang menemuiku nanti di rumah Mrs. Margot.” Balas Meredith melalui pesan di ponsel. 

Lily berdoa dalam hati, semoga keputusannya kali ini tidak salah. 

Lily datang setengah jam sebelum sifnya. Mana sangka Meredith juga datang diwaktu yang sama. Mereka bertemu di depan gerbang rumah Mrs. Margot. 

“Nona Meredith, bisa kita bicara sekarang?” tanya Lily ragu. 

Meredith tahu hal apa yang akan dibicarakan Lily. “Baiklah. Ikut aku,” ujar Meredith suaranya selalu datar, dan terdengar tegas. Meredith menuju ke ruangan kerja Mrs. Margot, tempat biasa diselenggarakan rapat dengan para karyawannya kalau di rumah. 

“Duduk,” suruh Meredith. 

Lily menuruti perkataan Meredith. Semua ini demi utang. Dan Lily ingin hidupnya tenang tanpa ada para penagih yang kasar membuat hidupnya selalu penuh rasa takut.

“Apa yang bisa aku bantu, Lily?” tanya Meredith, sambil memberikan secangkir teh hangat. 

“Aku akan—menerima tawaran Axel kemarin. Dia bilang bisa bicara denganmu soal itu.” 

Meredith tersenyum lebar. “Bagus kalau begitu. Aku akan memberitahu Mrs. Margot dan Axel.” 

Lily pasrah, mengangguk. “Apakah—nanti aku akan tinggal di sini? Atau tetap di apartemenku?” 

Meredith lagi-lagi tersenyum, Lily bukan gadis yang bodoh. Tapi dia terlalu naif dan juga lugu. “Mrs. Margot akan menyediakan satu griya tawang untukmu. Tadi malam, Axel bilang, apartemenmu sangat kumuh, tidak mungkinMrs. Margo membiarkan calon cucunya tumbuh di lingkungan seperti itu.” 

Penjelasan itu membuat Lily berdecak dalam hati. Apakah Mrs. Margot meremehkan dirinya? 

“Maaf, Lily, Mrs. Margot hanya ingin semuanya terjamin. Termasuk tempat tinggal, kesehatan mental dan fisik selama kamu mengandung cucunya. Tidak boleh ada yang kurang. Nanti di apartemen itu akan ada asisten yang membantumu. Semua yang kau lakukan untuk Axel, akan kami jamin kerahasiaannya. Jadi, pelayan yang ada di sini tidak akan ada yang tahu kalau kau mengandung anak Axel dan Bree, termasuk ... temanmu yang duluan bekerja di sini. Siapa namannya ...” 

“Kate,” sambung Lily cepat. 

“Ya, kami akan menyiapkan cerita dan skenario memyembunyikanmu.” 

“Menyembunyikan?” 

Meredith tertawa kecil. “Maksudku ... kau tahu, kan?” 

Lily mengangguk, “Ya, semua ini adalah rahasia, kan?” 

“Ya, bisa gawat jika ada seseorang yang tahu. Apalagi kompetitor perusahaan. Ini bisa dijadikan titik kelemahan.” 

Lily menenggak tehnya, rasanya sulit dipercaya. Padahal, kalau Lily perhatikan, semua orang yang mau hamil, tinggal hamil oleh suami. Atau pacarnya saja. Tidak pakai perjanjian seperti ini. 

“Nona Bree nantinya akan berpura-pura hamil, sekadar untuk status, jadi tidak ada kecurigaan ketika kamu melahirkan anak-anak Axel.” 

“Anak-anak?” ulang Lily lugu, “Apakah itu berarti lebih dari satu?” 

“Kalau bayi tabung memungkinkan kamu bisa melahirkan lebih dari satu anak. Tapi, kalau sekarang masih satu. Berarti kamu harus melahirkan satu atau dua lagi untuk Axel.” 

“Apa?” Lily hanya berpikir, dirinya akan terikat. “Apa kau pikir aku ini binatang, bisa dengan enaknya melahirkan anak?” 

Meredith sekali lagi tersenyum. “Tidak. Kami sangat menghargai dirimu, Lily. Kalau kamu bersedia, setiap anak akan kami bayar sesuai dengan permintaanmu. Tentu saja, untuk anak pertama sudah ditentukan bayaranmu dua juta dollar.” 

Lily terdiam pandangan matanya nanar seperti tidak mempercayai Meredith. 

“Percayalah, Lily. Saya sudah cukup lama bekerja dengan Mrs. Margot. Jadi saya cukup tahu semuanya.” 

“Bagaimana dengan bayarannya? Saya perlu melunasi utangku juga. Kalau menunggu sembilan bulan lagi, aku tidak bisa,” tantang Lily. 

“Soal pembayaran, kami bisa membayarmu lima puluh persen ketika kau menandatangani kontrak. Setengahnya lagi setelah kau melahirkan.” 

Lily mulai memercayai Meredith, meski masih ada rasa gugup dalam hatinya. Hatinya juga masih berdebar dengan kencang. “Baik, kalau begitu. Aku menerima semua persyaratan itu.” 

“Baik. Aku akan memberitahu Axel dan Mrs. Margot.” 

***

Mrs. Margot menyambut gembira persetujuan Lily. Wajahnya berseri, harapannya semua akan terkabul. “Lily tidak sebodoh yang aku kira,” gumamnya. “Kau bisa siapkan kontraknya, dan segala sesuatunya agar membuat Lily nyaman.” 

“Sudah, saya sudah menjadwalkan pemeriksaan di klinik kesuburan tempat proses IVF nanti dilaksanakan.” 

“Kerja bagus, Meredith. Dan pekerjaanmu selalu gemilang.” 

“Terima kasih pujiannya, Nyonya.” 

“Kalau begitu, adakan pesta ulang tahun pernikahan untuk Axel. Kecil-kecilan saja, kau tentu sudah tahu, Mer. Undang Keluarga Triton, aku ingin berkumpul dengan teman almarhum suamiku.” 

“Baik, Bu,” jawab si asisten andalan itu. 

“Jangan lupa juga, kabar ini kau sampaikan ke Axel.” 

“Baik,” jawab Meredith sambil menunduk. 

“Kalau begitu, aku ingin ke kantor dulu. Tolong siapkan kendaraan. Dan, kamu atur, saya ingin mentraktir karyawan yang ada di parbik makan siang. Ini semua adalah anugrah,” kata Mrs. Margot dengan riang sambil berjalan keluar dari rumah mewahnya. 

***

Sementara, di kediaman Diego. 

Bree Baru saja akan menghubungi sekretaris Margot, tapi ponselnya tetiba berdering, nama yang tampil di layar adalah, Axel. 

Wajahnya menjadi tegang, jangan-jangan Axel sudah tahu segala rencananya. 

Diego menatap Bree, “Siapa yang menelepon?” wajahnya juga ikutan tegang. 

“Ini Axel,” jawab Bree. Langsung menggeser tombol untuk menerima telepon dari Axel. Wanita itu memberi kode agar Diego tetap diam. 

“Jawab saja dengan tenang tidak perlu tergesa-gesa,” ujar Diego yang seolah tahu dari mana sumber ketegangan di wajah Bree. 

Wanita itu mengangguk, lalu menarik napas, suaranya dia buat se-netral mungkin. 

“Hallo?” sapa Bree. 

“Hai, Sayang, kau di mana?” tanya Axel, suaranya serak seperti baru bangun tidur. “Sudah selesai dengan sarapan?” tanya suaminya mencerocos. 

“Hampir saja, ada apa memangnya?” tanya Bree dengan dahi yang mengerut. 

“Aku hampir lupa. Nanti malam mama akan mengundang beberapa orang untuk makan malam. Dalam rangka ulang tahun pernikahan kita,” ucapan Axel membuat Bree tersenyum seperti menang. 

Diego yang melihat senyuman itu penasaran. Tidak sabar ingin mendengar kabar yang disampaikan oleh Axel. 

“Berapa banyak orang yang mamamu undang?” tanya Bree lagi.

“Entah, ini hanya makan malam saja, rasanya tidak banyak orang yang datang. Bersiap, lah,” kata Axel lagi. 

Kalimat terakhir Axel membuat Bree tersenyum dengan lebarnya. Arti dari bersiap itu, adalah Bree bisa melakukan apa saja, termasuk belanja baju, sepatu dan yang lain. 

“Baiklah. Kau akan menjemputku nanti?” 

“Ya, jam enam sore sudah siap, aku akan jemput kau di rumah,” papar Axel lagi. 

“Oke, sampai nanti jam enam,” Bree menutup telepon. Lalu menceritakan rencananya kepada Diego dengan antusias 

“Jadi, aku tidak perlu repot-repot menelepon sekretarisnya yang galak itu.”

Diego lalu tersenyum tak kalah lebarnya. “Bagus kalau begitu.” 

Respaty legacy

Hai, hai, readers! Salam kenal semuanya! Ini karya terbaruku, please komennya, terus jangan lupa add di library supaya ada notifikasi kalo aku update. Thank you!

| 2
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahim Sewaan Billionaire   Terima Kasih Pembaca

    Terima kasihku kepada para pembaca setia yang sudah mengikuti cerita: "Rahim Sewaan Billionanaire." Semoga part akhir Lily dan Axel membuat kalian happy dan memenuhi harapan kalian. Jangan lupa, baca juga karyaku: "Istri Kedua Tuan Stefan." Dan sayangi Andini dan Stefan seperti kalian menyayangi Lily dan Axel. Hehehe....Silakan dicek sekarang, "Istri Kedua Tuan Stefan."

  • Rahim Sewaan Billionaire   Season III: Kembali Bersama (Tamat)

    Namun, Axel menurut, dia menunggu Lily di hotel. Beberapa jam berlalu, hingga malam menjelang Lily belum terlihat. Ponsel masih dia matikan.“Haruskah kita lampor polisi?” tanya Kevin tak kalah cemas.Axel mengangguk, “Bagaimana?” tanyanya mengkonfirmasi menatap Tom.“Kita bisa coba,” jawabnya, lalu melihat jam tangan. “Ayo, kita pergi ke sana. Mungkin setelah itu, kita bisa keliling kota untuk mencarinya. Karena sebentar lagi malam, jadi, mungkin saja bisa berhasil.”“Baiklah, ayo,” Axel ingi putus asa tetapi, dia tahu kalau hidup istrinya bergantung kepada kegigihan usaha untuk mencarinya. “Kevin kau di sini saja, berjaga-jaga kalau Lily kembali ke hotel.”Kevin mengangguk, wajahnya masih murung.Axel baru saja melangkah ke pintu hotel dengan Tom, tapi langkahnya berhenti.“Lily?” Axel memicing, tidak percaya.“Itu istrimu,” kata Tom melihat Lily di depan teras lobi hotel berjalan ke arah dalam hotel.Axel dengan cepat menghampiri istrinya, yang pergi entah ke mana seharian ini.“Li?

  • Rahim Sewaan Billionaire   Season III: Berbaikan atau Tidak?

    Dengan berpakaian serba tertutup, Lily memerhatikan setiap orang yang berlalu lalang. Duduk di antara pengunjung kafe siang itu—dia tidak menemui Naomi.Ke mana sebenarnya perempuan itu? Batin Lily bertanya. Padahal sejak pagi Lily sudah susah payah menyingkirkan pengganggu.Mengapa Naomi jarang terlihat, apalagi Axel. Hari pertama Lily tiba di negara itu, seluruh hotel yang ada di sekitar kafe dia datangi untuk menanyakan keberadaan Axel. Namun, nihil setiap hotel yang didatangi tidak ada nama Axel!“Huh!” geram Lily, sudah berapa hari di Kanada tidak menemukan apa-apa. Kesal sendiri, apa lagi yang harus dia lakukan di negara antah berantah ini?Ponsel Axel masih tidak bisa dihubungi. Lily kesal, entah berapa kali dia membanting ponselnya hingga rusak dan menggantinya dengan ponsel baru.Axel mengandalkan nalurinya untuk mencari istrinya di negara itu. Di kafe yang Naomi pernah sebutkan.Mata tajam Axel memindai setiap orang yang lalu lalang di sekitar kafe itu. Dia duduk di pojokan

  • Rahim Sewaan Billionaire   Season III: Steven Kembali

    Pandangan Steven tidak lepas dari Axel. “Apa maksudnya? Maafkan, ada di sini selama berbulan-bulan, membuat pikiranku tidak ….” Dia menatap foto yang Axel berikan. “Apa ini?”“Itu bayimu, Meredith sedang mengandung, tapi dia sulit sekali memberitahumu,” omel Axel.“Apa?” mata Steven membesar, kontrak dan pekerjaannya hampir selesai. “Aku …. Akan ….” Serba salah dia berlari ke arah posko.Axel dan Mike saling menatap, “Apa yang dia lakukan?” tanya Mike. “Aku tidak ingin kita ambil resiko kalau-kalau dia mengadukan kita.”“Kita tunggu dulu saja sebentar, mungkin dia ingin mengambil sesuatu,” cetus Axel menatap Tom dan Mike bergantian. “Hampir lima bulan, Steven tidak pulang atau memberi kabar, apakah dia bisa izin dari komandannya?”Mike mengedikkan bahu, “Semoga saja.”Beberapa menit yang lama, Steven akhirnya kembali duduk bersama Axel, Tom dan Mike.“Aku dapat izin pulang hari ini. Sebenarna aku sengaja tidak ambil libur selama tiga bulan,” kata Steven, napasnya terengah-engah tapi a

  • Rahim Sewaan Billionaire   Season III: Lily yang Membuat Gempar

    Kedua pengasuh itu mengangguk, matanya berkaca-kaca, “Nyonya apa tidak seharusnya kita beritahu Nyonya besar dulu soal keberangkatan nyonya?”Lily menggeleng sambil tersenyum pahit, “Akan terlambat kalau nyonya sampai tahu. Dia pasti akan mengkhawatikan diriku,” ucap Lily. “Jadi, aku akan memberitahu mereka jika sudah sampai di negara tujuan.”Pengasuh itu lalu menangguk, tampaknya tidak ada yang bisa menahan majikannya.Lily lantas pergi, tidak juga diantar sopir yang ada di rumah Nyonya Margot.Sesampainya di bandara, Lily langsung memesan tiket ke Kanada. Dia masih memegang ponsel, mencari tahu seperti apa negara itu.“Tampak sama saja seperti Napa,” katanya pelan. Dengan percaya diri dia masuk ke garbarata.***“Ajak Lily makan bersama, Kate,” kata Nyonya Margot menjelang makan malam. “Kasihan dia sendirian, setelah makan siang, aku tidak melihatnya.”Kate yang sedang menyiapkan makanan untuk Nyonya Margot baru ingat, “Aku juga ….” Dia tidak melanjutkan kalimatnya. Tidak mau membu

  • Rahim Sewaan Billionaire   Season III: Mencari Jejak Steven dan Axel

    Sesampainya di negara tujuan, Tom langsung mendapatkan di mana Steven berada.“Aku sudah sewa mobil selama kita di sini,” kata Tom. “Dan pemandu, karena tidk mungkin kita sendirian mencarinya.”Axel menatap Tom tidak percaya, “Kau gila, tidak mengatakan padaku kalau ini daerah konflik?”“Tapi aku sudah sewa pemandu,” Tom ngotot, “Kita akan selamat, lagi pula. Kita tidak akan mendekati daerah konflik. Steven tidak ada di sana. Tenang saja dulu. Lagi pula, tidak ada tantangannya kalau hanya di daerah biasa saja. Ya, kan?”Axel mendengus, apa Tom tahu Axel hanya memikirkan Lily, kapan akan bertemu lagi. Tapi apa yang Tom katakana benar juga. Jadi, Axel mengikuti saja semua usul Tom.Cuaca panas menyelimuti negara itu.Pemandu yang mengemudi, bicara dengan Tom.“Kemarin malam, saya membuntuti orang yang kau maksud. Saya pikir tidak ada masalah kita bisa bicara dengannya.”Axel mendengarkan dengan seksama, lalu mendengus. Mana tantangannya kalau begini?Namun, pikiran itu hanya datang sesa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status