Home / Romansa / Rahim Sewaan Billionaire / Pembunuhan Mrs. Margot

Share

Pembunuhan Mrs. Margot

last update Last Updated: 2023-10-03 08:47:16

“Selamat datang, Tuan Axel,” sambut salah satu pelayan yang ada di rumah Mrs. Margot. Pelayan itu membungkuk tidak menatap Axel dan istrinya. 

Axel pantang sekali menatap pelayan, Bree datang juga bersamanya. Wanita itu hendak melepas mantelnya yang terbuat dari bulu. 

Pelayan yang ada di sekitarnya sigap membantu Bree, Lily yang pertama kali maju mengambil mantelnya untuk disimpan. “Saya bantu, Nyonya,” katanya dengan sopan. 

Bree langsung melepas mantel bulunya itu. Namun, Lily tidak sengaja terpeleset hingga mengenai nampan yang ada anggurnya. Mantel yang dia pegang, hampir terkena anggur yang tumpah. Untung saja Lily bergerak dengan cepat hingga bisa menghindari anggur itu, mantel bulu Bree terlindungi. 

Mata Bree melotot, “Hei, hati-hati kalau bergerak. Gaji kamu seumur hidup tidak akan bisa mengganti mantel itu, tahu? Kamu pelayan baru, ya, di sini?” omelnya. 

Lily gelagapan, jantungnya berdetak dengan keras, namun dia mengangguk pelan. Kena omelan begini, membuat Lily takut dipecat. Apalagi, itu adalah menantu Mrs. Margot kalau Lily tidak salah. Dia mendengar perkataan Meredith saat sedang sarapan. Berarti itu adalah istri Axel? tanya Lily dalam hati. Apakah istrinya sudah tahu soal ibu pengganti itu adalah dirinya, makanya Bree marah? 

“Ma—maaf, Nyonya, maafkan saya,” ucap Lily menyesal.  

“Cepat taruh mantel itu, jangan kamu pegang terus. Nanti mantelku malah rusak.”

Axel merangkul pundak Bree, “Sudah, Sayang, sudah ...” 

Axel menjauhkan Bree, tidak tahan dengan omelannya, apalagi yang kena semprot, Lily. 

“Tapi itu mantelku, hampir saja rusak, kamu tahu kan itu barang mahal!” omel Bree, kesal. Setiap ke rumah mertuanya ada saja kejadian yang membuatnya marah. Belum lagi harus berhadapan dengan mertua judes. Namun dalam hatinya sedikit bersorak, kalau sebentar lagi mertua yang banyak permintaan itu, akan mati

Axel menenangkan Bree. “Kalau rusak akan kuganti,” katanya dengan tenang dan hati-hati. 

Mata Bree mendelik menatap Axel. Mengapa Axel mudah sekali mengatakan hal itu?

Bree dan Axel melewati meja makan yang sudah ditata sedemikian indahnya. 

Candlelabra mewah, rangkaian bunga di tengah meja yang cantik. Ada meja bar, dengan rak yang diisi oleh aneka macam minuman. Seorang bartender tampak berjaga di sana. 

Meredith, asisten Mrs. Margot menunjukkan kepada Axel dan Bree. “Silakan Mrs. Margot sudah menunggu, ingin bicara sambil menunggu tamu-tamu datang,” katanya lagi. 

Insiden di depan pintu masuk, tentu saja terdengar oleh Mrs. Margot. 

“Sudahlah, toh, mantelmu tetap bersih,” Mrs. Margot berkata sambil meminum teh hangat yang sudah disiapkan oleh Meredith.

Bree tidak bisa tersenyum tulus di depan Mrs Margot, apalagi mertuanya itu membela pelayannya. Sedangkan dirinya tidak pernah dibela sama sekali.

Namun Axel merasa harus menenangkan istrinya. Dia mengusap punggung Bree, seolah berkata, sudahlah. Tidak ada lagi yang harus diperdebatkan. 

Bree mau tidak mau mengalah, tidak ada lagi yang bisa dia perbuat. 

“Duduk,” suruh Mrs. Margot menatap ke arah anak dan mantunya. “Bagaimana kabar kalian?” tanyanya dengan ramah. 

“Baik,” jawab Axel dengan senyuman, lantas menatap Bree yang ada di sampingnya, menggenggam jemari istrinya.

Tatapan mata Mrs. Margot berpindah ke Bree. “Kau tentu sudah tahu soal ibu pengganti bukan?” 

Bree menatap Axel, lalu mengangguk. Tidak ada salahnya pura-pura setuju dan tersenyum di depan mertuanya yang sebentar lagi akan mati. 

“Sudah,” jawab Bree dengan cepat dan tegas. 

“Bagus kalau begitu,” Mrs. Margot bermaksud akan mengenalkan perempuan yang akan menjadi ibu pengganti. 

“Kalau boleh tahu, siapa perempuan yang akan menjadi ibu penggantinya?” tanya Bree penasaran. Dia tahu kalau mencecar Axel tidak ada artinya. 

“Soal itu, aku akan mengenalkannya.” Mrs. Margot memberi tanda kepada Meredith. Menyuruhnya menanggil Lily ke ruangan itu. 

Tidak lama, Lily datang dengan menunduk. Lily antusias mau melihat reaksi Bree istri dari Axel. 

“Bree, kenalkan, ini Lily,” kata Mrs. Margot datar. “Kamu bisa bersalaman dengannya, Li,” kata itu seperti perintah. Jadi Lily menuruti Mrs. Margot, mengulurkan tangan. 

Bree kebingungan, jatuh nanti pamornya kalau bersalaman dengan pelayan. Namun uluran tangan itu disambut juga oleh Bree. 

“Hallo,” sapa Bree. 

Lily gugup, sesekali melirik ke arah Axel. 

“Well. Karena kalian sudah kenal, bagaimana kalau kita percepat saja semua proses bayi tabung ini?” Mrs Margot berkata seolah tidak ada waktu lagi untuk melakukannya. 

Mata Lily membesar, “Dipercepat?” ulang Lily kebingungan. 

Sementara Bree sibuk menuang racun tanpa ketahuan siapa pun. 

Semua mata sedang terpaku pada Mrs. Margot, dan teh di cangkir perempuan tua itu masih ada. Bree dengan cepat menuan racun yang sudah dia bawa. 

Mrs. Margot dan Meredith masih sibuk menjelaskan prosedur bayi tabung dan juga perihal kontrak. 

“Jadi, Senin nanti kita akan bicarakan kontraknya,” ucap Meredith, menjelaskan kepada Lily. 

“Baik, kalau begitu, saya pamit ke dapur dulu,” kata Lily dengan sopan. 

Mrs. Margot mengangguk, lantas mengambil cangkir, ingin minum tehnya lagi.

Bree menunggu saat perempuan tua itu benar-benar meminum tehnya.  

“Maaf, Nyonya, Keluarga besar Triton sudah datang, mereka sudah saya minta menunggu di ruang tamu,” Meredith yang tetiba datang memberitahu Mrs. Margot. 

Mrs. Margot memelotot, cangkir yang sudah siap diminum, langsung ditaruh kembali ke meja. Dia bangkit tergesa, “Kita tidak boleh mengabaikan Keluarga Triton,” katanya dengan suara tuanya lirih. 

Axel ikutan berdiri, berjalan memapah mamanya. 

Tinggal Bree yang termangu dengan kejadian tadi. Astaga! Bagaimana bisa? Kutuknya dalam hati. 

Lily yang masih ada di ruangan itu membereskan gelas yang sudah digunakan. 

Masih ada harapan kalau teh nyonya akan disuguhkan lagi. 

“Apakah teh itu akan diminum lagi oleh Margot?” tanya Bree sebelum Lily menyelesaikan tugasnya. 

“Biasanya tidak nyonya, Nyonya tidak mau minum teh sebelum makan,” kata Lily. 

Bree berang rencananya terancam gagal total. 

“Pasti kamu sok tahu,” tuding Bree. “Mentang-mentang kamu yang ditunjuk sebagai ibu pengganti, kamu jadi kurang ajar,” hardik perempuan itu. 

Sebagai pelayan dan baru bekerja di sini. Lily menunduk, “Maaf, Nyonya, sepertinya begitu. Maaf jika membuat Anda marah.”  

Wajah Bree memerah. Lalu merebut nampan yang sudah Lily bawa. “Biar saya yang bawa ini ke Margot,” ucapnya. 

“Baik, Nyonya,” jawab Lily suaranya bergetar. Hari ini kesalahannya sudah dua kali di hadapan Bree. 

Lagi pula, berada dalam satu ruangan dengan Bree membuat Lily gugup. 

Bree adalah istri Axel yang tidak ramah sama sekali, menurut Lily. 

Gadis itu menghilang, kembali ke dapur. Jadi dia tidak tahu sama sekali kalau Bree berusaha untuk memberikan teh yang sudah diberi racun oleh Bree. 

Bree segera bergabung bersama Axel, Mrs. Margot dan juga Keluarga Triton.

“Ma, apakah kau melupakan tehnya?” Bree berkata dengan ramah, dia menaruh nampan yang berisi teh itu di depan Mrs. Margot. 

“Mama ini tehnya, belum diminum,” kata Bree dengan lembut. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Rahim Sewaan Billionaire   Terima Kasih Pembaca

    Terima kasihku kepada para pembaca setia yang sudah mengikuti cerita: "Rahim Sewaan Billionanaire." Semoga part akhir Lily dan Axel membuat kalian happy dan memenuhi harapan kalian. Jangan lupa, baca juga karyaku: "Istri Kedua Tuan Stefan." Dan sayangi Andini dan Stefan seperti kalian menyayangi Lily dan Axel. Hehehe....Silakan dicek sekarang, "Istri Kedua Tuan Stefan."

  • Rahim Sewaan Billionaire   Season III: Kembali Bersama (Tamat)

    Namun, Axel menurut, dia menunggu Lily di hotel. Beberapa jam berlalu, hingga malam menjelang Lily belum terlihat. Ponsel masih dia matikan.“Haruskah kita lampor polisi?” tanya Kevin tak kalah cemas.Axel mengangguk, “Bagaimana?” tanyanya mengkonfirmasi menatap Tom.“Kita bisa coba,” jawabnya, lalu melihat jam tangan. “Ayo, kita pergi ke sana. Mungkin setelah itu, kita bisa keliling kota untuk mencarinya. Karena sebentar lagi malam, jadi, mungkin saja bisa berhasil.”“Baiklah, ayo,” Axel ingi putus asa tetapi, dia tahu kalau hidup istrinya bergantung kepada kegigihan usaha untuk mencarinya. “Kevin kau di sini saja, berjaga-jaga kalau Lily kembali ke hotel.”Kevin mengangguk, wajahnya masih murung.Axel baru saja melangkah ke pintu hotel dengan Tom, tapi langkahnya berhenti.“Lily?” Axel memicing, tidak percaya.“Itu istrimu,” kata Tom melihat Lily di depan teras lobi hotel berjalan ke arah dalam hotel.Axel dengan cepat menghampiri istrinya, yang pergi entah ke mana seharian ini.“Li?

  • Rahim Sewaan Billionaire   Season III: Berbaikan atau Tidak?

    Dengan berpakaian serba tertutup, Lily memerhatikan setiap orang yang berlalu lalang. Duduk di antara pengunjung kafe siang itu—dia tidak menemui Naomi.Ke mana sebenarnya perempuan itu? Batin Lily bertanya. Padahal sejak pagi Lily sudah susah payah menyingkirkan pengganggu.Mengapa Naomi jarang terlihat, apalagi Axel. Hari pertama Lily tiba di negara itu, seluruh hotel yang ada di sekitar kafe dia datangi untuk menanyakan keberadaan Axel. Namun, nihil setiap hotel yang didatangi tidak ada nama Axel!“Huh!” geram Lily, sudah berapa hari di Kanada tidak menemukan apa-apa. Kesal sendiri, apa lagi yang harus dia lakukan di negara antah berantah ini?Ponsel Axel masih tidak bisa dihubungi. Lily kesal, entah berapa kali dia membanting ponselnya hingga rusak dan menggantinya dengan ponsel baru.Axel mengandalkan nalurinya untuk mencari istrinya di negara itu. Di kafe yang Naomi pernah sebutkan.Mata tajam Axel memindai setiap orang yang lalu lalang di sekitar kafe itu. Dia duduk di pojokan

  • Rahim Sewaan Billionaire   Season III: Steven Kembali

    Pandangan Steven tidak lepas dari Axel. “Apa maksudnya? Maafkan, ada di sini selama berbulan-bulan, membuat pikiranku tidak ….” Dia menatap foto yang Axel berikan. “Apa ini?”“Itu bayimu, Meredith sedang mengandung, tapi dia sulit sekali memberitahumu,” omel Axel.“Apa?” mata Steven membesar, kontrak dan pekerjaannya hampir selesai. “Aku …. Akan ….” Serba salah dia berlari ke arah posko.Axel dan Mike saling menatap, “Apa yang dia lakukan?” tanya Mike. “Aku tidak ingin kita ambil resiko kalau-kalau dia mengadukan kita.”“Kita tunggu dulu saja sebentar, mungkin dia ingin mengambil sesuatu,” cetus Axel menatap Tom dan Mike bergantian. “Hampir lima bulan, Steven tidak pulang atau memberi kabar, apakah dia bisa izin dari komandannya?”Mike mengedikkan bahu, “Semoga saja.”Beberapa menit yang lama, Steven akhirnya kembali duduk bersama Axel, Tom dan Mike.“Aku dapat izin pulang hari ini. Sebenarna aku sengaja tidak ambil libur selama tiga bulan,” kata Steven, napasnya terengah-engah tapi a

  • Rahim Sewaan Billionaire   Season III: Lily yang Membuat Gempar

    Kedua pengasuh itu mengangguk, matanya berkaca-kaca, “Nyonya apa tidak seharusnya kita beritahu Nyonya besar dulu soal keberangkatan nyonya?”Lily menggeleng sambil tersenyum pahit, “Akan terlambat kalau nyonya sampai tahu. Dia pasti akan mengkhawatikan diriku,” ucap Lily. “Jadi, aku akan memberitahu mereka jika sudah sampai di negara tujuan.”Pengasuh itu lalu menangguk, tampaknya tidak ada yang bisa menahan majikannya.Lily lantas pergi, tidak juga diantar sopir yang ada di rumah Nyonya Margot.Sesampainya di bandara, Lily langsung memesan tiket ke Kanada. Dia masih memegang ponsel, mencari tahu seperti apa negara itu.“Tampak sama saja seperti Napa,” katanya pelan. Dengan percaya diri dia masuk ke garbarata.***“Ajak Lily makan bersama, Kate,” kata Nyonya Margot menjelang makan malam. “Kasihan dia sendirian, setelah makan siang, aku tidak melihatnya.”Kate yang sedang menyiapkan makanan untuk Nyonya Margot baru ingat, “Aku juga ….” Dia tidak melanjutkan kalimatnya. Tidak mau membu

  • Rahim Sewaan Billionaire   Season III: Mencari Jejak Steven dan Axel

    Sesampainya di negara tujuan, Tom langsung mendapatkan di mana Steven berada.“Aku sudah sewa mobil selama kita di sini,” kata Tom. “Dan pemandu, karena tidk mungkin kita sendirian mencarinya.”Axel menatap Tom tidak percaya, “Kau gila, tidak mengatakan padaku kalau ini daerah konflik?”“Tapi aku sudah sewa pemandu,” Tom ngotot, “Kita akan selamat, lagi pula. Kita tidak akan mendekati daerah konflik. Steven tidak ada di sana. Tenang saja dulu. Lagi pula, tidak ada tantangannya kalau hanya di daerah biasa saja. Ya, kan?”Axel mendengus, apa Tom tahu Axel hanya memikirkan Lily, kapan akan bertemu lagi. Tapi apa yang Tom katakana benar juga. Jadi, Axel mengikuti saja semua usul Tom.Cuaca panas menyelimuti negara itu.Pemandu yang mengemudi, bicara dengan Tom.“Kemarin malam, saya membuntuti orang yang kau maksud. Saya pikir tidak ada masalah kita bisa bicara dengannya.”Axel mendengarkan dengan seksama, lalu mendengus. Mana tantangannya kalau begini?Namun, pikiran itu hanya datang sesa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status