Tak ingin melukaimu dengan hadirku
Tak ingin menyayatmu dengan dekatku
Aku yang memilih tiada
Aku yang memilih terlupa
******
Mereka berbincang banyak hal sepanjang perjalanan. Tak ada pembicaraan serius. Hanya obrolan ringan untuk saling mengenal.
“Makasih ya, Mas Pandu. Tuh kosan saya.” Embun menggerakkan telunjuknya pada deretan bangunan yang berjarak sekitar 20 meter dari tempat mereka.
Sengaja Embun minta berhenti di situ, agar tidak ada omongan tetangga melihatnya pulang bersama pria tak dikenal, bermobil pula.
“Ini masih hujan. Apa nggak sebaiknya saya antar sampai depan kos, Mbun?” Pandu menoleh pada gadis itu.
Nanti cantikmu luntur, kan sayang, batin Pandu.
“Santai aja, Mas. Saya bukan mermaid, yang kalau kena air terus kaki saya berubah jadi sirip. Kehujanan sebentar, langsung dibilas. Aman.”
Apakah diriku kau anggap senja?Yang datang hanya sekejap tanpa boleh menetapMenjadi pemisah antara siang dan malamKau nikmati tanpa perlu kau miliki*****Setidaknya, masalah dokter sudah beres, batin Lady.Dia segera mengarahkan laju mobil ke arah bandara. Ada sebuah apartemen di daerah itu yang terbilang baru dan kelas menengah. Lady sengaja memilih tempat itu, karena akan aman dari relasi, juga kenalan mereka. Kebanyakan penghuninya adalah penyewa yang akan melanjutkan perjalanan dari pangkalan udara tersebut, bukan penghuni tetap.Bangunan tinggi menjulang nampak baru selesai dibangun. Tak ingin menarik perhatian, Lady sengaja memarkir mobil di area samping gedung.Wanita itu sudah lebih tenang. Ia telah mampu menguasai hatinya. Perselingkuhan yang baru saja terjadi, tak lebih dari sebuah hubungan kerja sama saling menguntungkan.“S
Tak bisakah aku layaknya senja?Memeluk siang dan malam bersamaTanpa harus kehilangan keduanyaTidak memilih satu di antaranya******“Nggak usah. Saya sendiri saja. Terima kasih.” Lady menerima kunci dan segera masuk ke apartemen. Sebelum menutup, dipandangnya sekilas wanita di balik pintu. “Silahkan pergi. Saya hubungi kalau ada perlu.”Erlin mematung memandang pintu di depan wajahnya yang ditutup dengan tegas. Tidak dibanting, tapi cukup keras.Wanita menyeramkan, batinnya.Erlin meninggalkan lokasi apartemen dan memilih kembali ke kantornya daripada harus panjang kali lebar berurusan dengan Lady, yang ia kenal dengan nama Amara.Sementara di dalam apartemen, Lady melihat sekeliling. Lumayan nyaman, untuk sekedar memadu kasih dan waktu yang singkat.Dia merebahkan tubuh di sofa ruang santai. Tangan
Aku hanyalah sesosok manusia yang menjadikan nafas sebagai sebuah keharusanbergerak tanpa keinginanbertindak tanpa perasaan******Setelah kenyang bersantap siang, Lady memutuskan untuk tidur sembari menunggu kedatangan Broto.[Pandu, pastikan Embun tertarik dengan tawaran kita.]Sebelum rehat, dikirimkannya pesan singkat pada Pandu. Ia sudah masuk sedalam ini, jangan sampai semua sia-sia.[Baik, Bu.]Pandu membalas singkat, karena memang ia segan berurusan dengan bos wanitanya ini. Kala lebih mampu memberikan ketenangan pada bawahan, dan masih bisa berbasa-basi.Lady merebahkan diri di kasur yang ternyata cukup nyaman. Apartemen kelas menengah dengan harga tidak terlalu mahal, masih mampu memanjakan penghuninya.Tadinya dia sedikit tidak yakin dengan pilihannya pada komplek apartemen seperti ini. Terbia
Keduanya berbeda rasaSaling melengkapi dan memberi sensasiPerpaduan menjadikannya sempurnaMustahil memilih satu sisi******“Kita pulang sekarang? Atau mau makan malam dulu?” Broto membelai rambut Lady yang sedang rebahan di dadanya. Tiga kali mereguk cinta, cukup membuat perut berteriak meminta asupan.“Makan dulu, yuk. Baru kita pulang. Kala juga sepertinya makan di luar kok. Tadi siang dia sibuk banget,” jawab Lady bangkit dari tempat tidur menuju ruang santai sambil memutar-mutar leher menghilangkan penat. Dia memungut pakaian yang tadi dilempar begitu saja. Broto menyusul di belakangnya.Lady membantu Broto berpakaian, baru dirinya sendiri.“Gue pengen makan mie.” Tangan Lady bergayut manja di leher Broto.“Ya sudah. Ke Depot Gajah Mada aja. Searah lo pulang.” Broto mendaratkan ciuman di dahi, kedua
Ada rindu yang aku hirupdalam petang teramat redupbercampur rasa takutberaduk sejuta kalut*****“Ya udah, ngapain lo di sini? Pulang aja. Kan gue yang pengen makan mie. Udah deh, jangan ribet. Besok kita kontakan lagi ya. Bye. My second love.” Lady membisikkan kalimat terakhir dengan lembut di telinga Broto. Ia berlalu sembari melambaikan tangan.Broto melihat kepergian wanita itu dengan sedikit heran. Lady seolah tak memiliki beban sedikitpun tentang semua ini. Dia menjalani seolah normal-normal saja dan memang tidak ada apa-apa.Pria itu tidak tahu bahwa banyak hal berkecamuk dalam diri Lady. Hanya saja dia sangat pandai menutupi dan mengendalikan.Kalau dia bisa, gue juga pasti bisa, batin Broto.Broto berbalik arah menuju mobilnya, dan melaju dengan kecepatan tinggi, agar Ningrum tidak terlalu lama menunggu. Hampir s
Tak bicara bukan berarti tak adaTidak berkata bukan berarti hampaSeperti jiwa sembunyi dalam ragaBegitulah angan beringsut di pelukan rasa***“Tapi aku ingin segera punya anak, Lady!” Lelaki itu setengah berteriak pada wanita di hadapannya. “Mau sampai kapan seperti ini?”“Santai aja, dong. Nggak usah ngegas gitu. Ya, udah. Kalo emang lo pengen segera punya anak, buruan cari wanita untuk kita sewa rahimnya,” jawab Lady dengan tenang, sementara mata tetap terpaku pada majalah yang sedang dia baca.“Aku serius! Bisa nggak sih perhatian sedikit?” Kala menarik majalah dari tangan Lady, lalu melempar sembarangan ke sudut ruangan. Napasnya menderu, tanda dia benar-benar marah.“Oke, jadi mau lo apa?” Lady sudah terbiasa dengan sikap meledak-ledak suaminya ini. Dia mendongak, menatap santai ke arah Kala y
Perbedaan membuat kita saling jatuh cintaPersamaan membawa kita mengikat cintaJadi tak perlu lagi berdebat tentang sama dan bedaKeduanya ... menyatukan kita*****“Bik!” Lady berteriak.Wanita yang dipanggil Bik Maneh, datang dengan tergesa-gesa.“Aya naon, Non?” tanyanya.“Bikinin teh sama kopi,” jawab Lady singkat.“Iya, Non.” Bik Maneh segera kembali ke dapur. Dalam hati, dia bertanya-tanya melihat kedua majikannya mandi keringat, seperti habis berolahraga.Ah, itu mah urusan mereka, tegur Bik Maneh pada diri sendiri sembari cekikikan.“Honey, kamu ada referensi dokter yang bisa kita andalkan untuk rencana kita?” tanya Kala.“Ada. Urusan dokter, semua gue yang urus. Tugas lo, cari wanitanya. Gue juga bantu cari, kok. Mana yang duluan dapet aja, ya,&rdquo
Aku pernah sederas hujan,terguyur harapan pahit yang kurangkai sendiri.Aku pernah sekeras guntur,berteriak meminta akhir pada angan yang kubangun sendiri.Aku pernah sekering embun,yang sekejap menguap dalam kenangan yang kuukir sendiri.*****Ketika Kala masuk ke kamar, Lady sudah mengenakan baju tidurnya.“Gue ngantuk banget, Bee. Tidur duluan ya,” kata Lady sembari mengecup pipi kiri Kala.“Nite, Honey.” Kala menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi, lalu membuka semua pakaian yang dikenakan, menyisakan boxer hitamnya. Segera ia menyusul Lady. Kala memang terbiasa tidur bertelanjang dada, hanya mengenakan boxer atau terkadang celana kolor.Dilihatnya Lady sudah terlelap. Ia merebahkan tubuh di samping istri tercinta ini. Pikirannya menerawang, mengingat kejadian tiga