Rafandra berjalan sambil tertawa kecil yang dapat didengar orang-orang di belakangnya.Wajah-wajah mereka terlihat geram mendengar tawa Rafandra yang penuh ejek, termasuk Alexa.Setelah Rafandra masuk ke dalam rumah, Alan, Annet, Alexa dan lainnya berjalan masuk ke ruang utama kediaman Keluarga Darmawan.“Aku melihat dan mendengar apa yang terjadi,” kata Wendy Satriawan yang sedang duduk di sofa ruangan tersebut.Alexa dan lainnya pun duduk di sofa besar yang ada di ruang utama kediaman.“Sepertinya kita harus mempercepat rencana kita, Anakku,” kata Wendy sambil menatap Alan.“Mamah benar. Aku harus mempercepat semuanya,” jawab Alan.Selain mereka berdua, tak ada seorang pun yang mengetahui rencana tersebut.“Sebenarnya apa rencana kalian?” tanya Annet penasaran.“Kalian tak perlu tahu. Yang penting hasilnya dapat kalian rasakan,” ujar Wendy dengan tenang.****Mentari pagi bersinar indah. Udaranya menghangat setelah malam yang dingin. Tak terasa satu minggu sudah Rafandra menjadi sop
“Dia bekerja di mana?” tanya Alan Darmawan kepada Alexa.Saat ini Keluarga Darmawan sedang berkumpul makan siang di sebuah restoran mewah. Setelah Alexa menyampaikan kepada keluarganya bahwa Rafandra sekarang bekerja, mereka langsung mengadakan pertemuan. Hampir semua anggota Keluarga Darmawan hadir di pertemuan kali ini.“Aku tidak tahu, Pah. Dia belum memberitahukannya kepadaku,” jawab Alexa.“Apa yang membuatnya berubah? Apa kalian tahu penyebabnya?” tanya Annet Wongso. “Sebelumnya dia akan diam saja diperlakukan buruk oleh kita, tapi kenapa sekarang dia mulai berulah?”Semua orang terdiam sambil berpikir masing-masing. Ada yang menggaruk-garuk dagunya; ada pula yang memegangi keningnya.“Apa mungkin dia tahu perjanjian kita dengan Kakek Martin?” tanya Richard Darmawan. “Sepertinya tidak ada alasan lain selain ini.”“Tapi dari mana dia mengetahuinya? Hanya kita sekeluarga yang mengetahuinya,” ujar Alan.“Kita harus mengujinya, Pah,” kata Frida Darmawan.“Dengan cara apa?” tanya Ann
Rafandra agak terkejut mendengar hardikan Sofia, tapi dia tidak berani melihatnya.Blug... blugg... blugg...Beberapa kali Sofia memukul-mukul kursi mobil di sampingnya. Dia terlihat sangat kesal.Kriing... kringg...Ponsel Sofia berbunyi beberapa kali.“Ke mana saja kau?! Tidak mengangkat telepon dan tidak membalas pesanku!” ujar Sofia setelah mengangkat teleponnya.“Maaf, aku baru saja meeting dengan Tuan Harry Maruti dari Silken Woven,” jawab Henry Roberts, kakak Sofia Roberts.“Kenapa kau melakukan pertemuan dengannya?” tanya Sofia penasaran.“Ayah ingin memasuki bisnis fashion. Dia menyuruhku untuk datang ke Silken Woven,” kata Henry pelan. “Bagaimana hasil dari pertemuanmu dengan Paman Larry dan lainnya?”“Kacau! Sangat kacau! Mereka meminta kenaikan persentasi jika ingin melanjutkan kontrak kerja sama. Jika tidak, mereka tidak keberatan untuk mengakhiri kerja sama ini.”“Berapa yang mereka minta?”“Tujuh puluh persen dari laba bersih.”“Kurang ajar!” kutuk Henry dengan nada mar
Rafandra langsung menginjak pedal gas mobil dengan lembut. Sesekali dia mencuri-curi pandang ke arah Sofia Roberts melalui kaca tengah yang sedang membaca berkas yang ada di tangannya.Gludak...Rafandra tak sengaja melewati jalan berlubang yang membuat Sofia kaget. Berkas yang ada di tangannya pun jatuh ke bawah.“Bagaimana bisa mereka menerima sopir sepertimu? Dasar orang-orang tidak kompeten!” ucap Sofia cukup keras.Dia membungkukkan tubuhnya untuk mengambil berkas-berkas yang jatuh ke bawah.“Maafkan aku, Ibu Direktur. Aku...”“Sudah! Jangan banyak bicara! Perhatikan jalanan depan dengan baik. Jika kau melakukannya sekali lagi, aku tidak segan-segan memecatmu.”“Baik, Bu,” jawab Rafandra pelan.Dia semakin berhati-hati dalam membawa mobil agar kejadian yang sama tidak terjadi lagi.Tak berselang lama, mereka sudah sampai di depan kantor utama Grup Gunawan yang sangat besar. Di depan pintu besarnya, berdiri beberapa orang menyambut kehadiran Sofia Roberts.Rafandra bergegas turun
“Tuan Rafandra!” panggil wanita yang bertugas di bagian pemberkasan.Rafandra bergegas masuk ke dalam ruang wawancara. Dia melihat seorang laki-laki paruh baya dan seorang wanita yang berusia tidak jauh darinya. Mereka duduk di balik meja yang cukup panjang.“Silakan duduk!” ucap laki-laki itu.“Terima kasih, Tuan.”“Perkenalkan dirimu sendiri dan pengalaman kerja yang kau miliki,” kata wanita yang berada di samping laki-laki itu.“Namaku Rafandra. Aku tidak memiliki pengalaman kerja yang berarti. Tapi aku memiliki kemampuan menyetir yang cukup baik menurutku.”Kedua orang tersebut mendengarkan ucapan Rafandra sembari membuka-buka map yang berisi berkas-berkas Rafandra. Mereka terlihat sangat terkejut sampai kening mereka mengernyit.“Apa kau benar-benar lulusan jurusan manajemen bisnis Universitas Camford?” tanya wanita tersebut.Dia menatap Rafandra dengan tajam. Begitu juga dengan laki-laki paruh baya di sampingnya.“Benar. Aku lulusan Universitas Camford. Tuan dan Nyonya bisa meng
“Aku dengar Papa masih terus mencari-cari Mas Rafandra, Mah. Jika dia pulang, posisi kita akan benar-benar sulit,” kata Darmian Sanjaya.“Benar, Mah. Kita harus melakukan sesuatu,” ujar Valeria Sanjaya.Saat ini semua saudara satu ayah beda ibu Rafandra sedang berkumpul di rumah Kevin Roberts, suami dari Valeria Sanjaya.Tuan Darius memiliki tiga anak dari hasil pernikahannya dengan Mery Holland, yaitu Valeria Sanjaya, Darmian Sanjaya, dan Sandro Sanjaya. Usia mereka hampir berdekatan satu sama lain. Usia Rafandra sendiri sudah mencapai tiga puluh lima tahun, dan semua adik-adiknya secara berurutan masing-masing terpaut dua tahun.“Kalian tenang saja. Anak sialan itu tidak akan pernah kembali,” ucap Mery Holland.“Kenapa Mama begitu yakin?” tanya Sandro Sanjaya.“Dia memiliki hati yang terlalu lembut.”“Maksud Mama?” tanya Kevin Roberts, suami Valeria.“Kalian tahu kenapa dia meninggalkan Keluarga Sanjaya?”Mereka semua menggelengkan kepalanya.“Dia pergi karena Mama ancam hal yang sa