Rafandra adalah menantu miskin dan selalu direndahkan, tetapi sebenarnya dia memiliki identitas dan kecerdasan yang tidak biasa. Setelah semuanya terbuka, istri dan mertuanya memohon-mohon kepadanya. "Tolong jangan tinggalkan aku, Suamiku." "Kami bersalah. Maafkan kami. Apa yang harus kami lakukan agar kau tetap bersama Anakku? Berlutut pun aku rela."
Lihat lebih banyak“Susan, mana baju yang harus kupakai?” tanya Rafandra.
“Kau ambil sendiri di sana!”
Rafandra melihat dua setelan jas yang sangat mewah dan elegan. Dia mendekati baju yang telah tergantung rapi itu dan hendak mengambilnya. Tapi...
Plakk...
Tiba-tiba tangannya dipukul oleh seorang wanita.
“Bukan ini, tapi yang itu!” ucap Susan dengan ketus.
Rafandra mengalihkan pandangannya ke arah baju yang ditunjukkan Susan. Baju dan celana itu tergeletak di atas kursi dengan dipenuhi banyak kerutan. Baju itu sangat mirip dengan pakaian pelayan yang berada di ruang samping. Hanya saja memiliki warna dan corak yang berbeda.
“Apa kau tidak salah? Aku adalah...”
“Tidak. Itu memang baju yang harus kau kenakan. Kau tidak pantas memakai setelan mewah semacam itu,” ucap Lena Sandra, penata rias yang juga teman istrinya. Dia baru saja masuk ke ruang rias.
“Tapi aku...”
“Kau di sini bukan sebagai pendamping Alexa, tapi pelayan yang membantu kelancaran acara,” ucap Lena sambil menuding wajah Rafandra.
“Kau jangan keterlaluan, Lena. Aku adalah suami Alexa. Kau...”
“Aku yang menyuruhnya,” kata Annet Wongso yang muncul tiba-tiba dari pintu sebelah kanan. Dia mengenakan pakaian resmi yang sangat mewah.
“Aku adalah suaminya, Ibu. Bukankah seharusnya aku...”
“Tidak. Kau tidak pantas bersanding dengan Alexa. Kau kemari untuk membantu para pelayan bekerja,” potong Annet sebelum Rafandra menyelesaikan ucapannya.
Annet Wongso adalah ibu Alexa Darmawan. Usianya sudah menyentuh kepala enam, tapi wajah dan tubuhnya tidak kalah dengan wanita muda yang hadir di sini.
“Lalu untuk siapa baju-baju ini?” tanya Rafandra.
“Yang jelas bukan untukmu,” jawab Annet ketus.
Dia membawa seorang pemuda tampan masuk ke ruang rias, lalu mengambil setelan jas yang sudah tergantung rapi.
“Baju ini sangat cocok untukmu,” ucap Annet kepada pemuda itu. Dia adalah Alex Gunawan, pewaris Grup Gunawan yang kaya raya.
“Tante Annet ingin aku memakainya?”
“Iya,” jawab Annet.
Alex langsung memakai setelan jas itu. Dia terlihat sangat tampan setelah memakainya.
Rafandra terus memandang Alex dengan tatapan tajam.
“Kenapa kau masih diam di sini! Cepat kau ganti pakaianmu!” perintah Susan sambil melemparkan baju yang hendak dipakai Rafandra.
Annet dan Alex menatap Rafandra.
“Cepat kau ganti pakaianmu!” giliran Annet yang memberi perintah.
Dia mendekati Rafandra dan mendorongnya keluar dari ruang rias menuju ruang para pelayan.
“Tempatmu di sini, bukan di sana,” ucap Annet.
“Tapi Ibu...”
Annet berlalu pergi tanpa mempedulikan Rafandra.
Hari ini adalah hari peresmian perusahan kosmetik milik Alexa Darmawan sekaligus peluncuran beberapa produk baru. Nama perusahaannya adalah Alexa Kreasi Cantika. Perusahaan ini didanai oleh PT. Darmawan Cosmetics International, salah satu perusahaan di bawah Grup Darmawan yang memiliki banyak lini usaha.
Karena itu Rafandra sengaja datang ke perusahaan ini lebih awal. Dia membayangkan akan mendampingi Alexa di acara peresmian perusahaan.
Setelah mengganti bajunya di kamar mandi, Rafandra keluar menuju hall perusahaan. Dia mengarahkan pandangannya ke sana-kemari mencari Alexa. Setelah cukup lama mencari, dia melihat Alexa dikerumuni banyak orang. Semua orang memberinya hadiah.
Yang membuat Rafandra terkejut adalah orang yang berada di sampingnya. Dia mengenakan setelan jas yang ada di ruang rias tadi, tapi bukan Alex Gunawan.
“Lihatlah mereka sangat cocok,” ucap orang-orang yang melihat Alexa dengan pria tersebut. Namanya adalah Max Hendrawan.
Melihat hal itu, Rafandra mengepalkan tangannya. Dia memejamkan matanya untuk mengendalikan diri. Rasa marah dan sedih muncul bersamaan di hatinya. Bayangkan saja, dua setelan jas mewah yang sengaja dibuat serasi dengan baju istrinya, tidak satu pun dibuat untuknya. Keduanya dibuat untuk laki-laki lain.
Rafandra terus memandangi Alexa yang terlihat sangat cantik mengenakan pakaian resmi yang elegan. Lalu dia berjalan mendekati Alexa. Dia melihat banyak pemuda tampan yang mengelilingi istrinya. Mereka berbincang-bincang dengan sangat akrab dan penuh tawa.
Saat Alexa melihat Rafandra berjalan mendekatinya, dia membuang mukanya. Bahkan mengajak orang-orang yang mengerumuninya untuk berpindah tempat. Padahal Rafandra telah melayangkan senyum dan melambaikan tangannya menyapa.
Rafandra tertegun diam dengan tangan masih di atas. Dia melihat istrinya berjalan menjauhinya bersama orang-orang dengan pakaian mewah dan elegan.
Setelah menghela nafas panjang, dia memutuskan untuk kembali berjalan mendekati Alexa.
Tiba-tiba seseorang menghentikannya dengan menabrakkan tubuhnya.
“Apa yang kau lakukan di sini? Cepat bantu para pelayan menyiapkan minuman!” ucap Annet Wongso.
“Aku hendak mengucapkan selamat kepada Alexa, Ibu.”
“Tidak perlu,” jawab Anett dengan ketus. “Kau tidak pantas berada di sampingnya. Seharusnya kau sudah cukup senang diberi kesempatan membantu di sini. Jangan permalukan Alexa dengan kehadiranmu.”
“Lihatlah pakaian yang kau kenakan! Kau tidak pantas berada di sampingnya,” kata Lena dengan mata memandang Rafandra dari ujung kaki sampai ujung rambut.
“Tapi kau yang memberikan pakaian ini untukku.”
“Kau seharusnya berterima kasih pada Lena,” ucap Susan, teman Alexa dan Lena yang berperan menjadi asisten penata rias di acara ini. “Bukan malah menyalahkannya.”
“Kau ini bodoh atau bagaimana? Kami memperbolehkanmu datang kemari bukan sebagai suami Alexa, tapi sebagai tenaga tambahan dapur. Kami lihat kau cukup hebat dalam mengurus makanan. Karena itu kami memperbolehkanmu datang di acara ini,” kata Rose Hart, istri Richard Darmawan, kakak laki-laki Alexa.
“Daripada mempermalukan kami di sini, lebih baik kau pulang!” ucap Richard Darmawan cukup keras.
“Sebagai suami aku harus mendampingi istriku di saat-saat penting seperti ini,” ujar Rafandra.
“Kau tidak pantas bersanding dengan Alexa. Tuan Max Hendrawan dan Tuan Alex Gunawan jauh lebih pantas mendampingi Alexa,” kata Anett.
Dia tersenyum melihat Alexa dan Max Hendrawan berdiri berdampingan di atas sana. Kemudian Alex Gunawan datang mendekati Alexa dengan membawa karangan bunga yang sangat besar.
Dua pemuda itu mengenakan setelan jas yang sama persis, hingga membuat keduanya terlihat serasi dengan pakaian yang dikenakan Alexa. Dari ekspresi dan sorot mata keduanya, terlihat suasana persaingan yang sangat kuat.
Darah Rafandra seperti mendidih melihat dua pemuda tampan berada di samping Alexa. Keduanya mengenakan setelan jas yang sengaja disiapkan untuk mereka.
“Tapi aku suaminya, Ibu. Bukan mereka.”
Anett Wongso menatap Rafandra dengan tajam.
“Kau tidak pantas dengannya, dan tidak akan pernah pantas!”
“Andai saja kau tidak tiba-tiba muncul, Alexa pasti telah menjadi Nyonya Alexa Hendrawan atau Nyonya Alexa Gunawan,” kata Richard. “Betapa sialnya dia menjadi istri laki-laki tidak berguna sepertimu.”
“Kau seharusnya sadar, kenapa Alexa tidak pernah mau mengenalkanmu pada teman dan mitra bisnisnya. Karena dia malu mempunyai suami pengangguran dan tidak berguna sepertimu,” ucap Lena dengan menatap tajam. Dia dan Susan adalah teman paling akrab Alexa.
Rafandra menghela nafasnya dalam-dalam. Setelah mendengar semua hinaan ini, dia tetap kembali mencoba berjalan mendekati Alexa.
“Sudah kukatakan, kau tidak pantas bersanding dengan Alexa,” ucap Anett.
“Aku adalah suaminya, Ibu.”
“Kau lihat dia sekarang!” kata Anett.
Rafandra memandang Alexa yang sedang berbincang-bincang dengan banyak orang. Dia didampingi Max Hendrawan dan Alex Gunawan yang ikut menyambut para tamu undangan. Seakan-akan mereka adalah suami Alexa.
Hampir setiap menit Alexa menerima hadiah dari tamu undangan yang kebanyakan berasal dari keluarga terpandang. Sesekali dia menatap ke arah Rafandra yang sedang dihalangi oleh keluarganya.
“Kau lihat baik-baik!” ucap Anett lagi.
Rafandra merasakan sesak di dadanya saat melihat Alexa mengangkat tangannya dan menyuruhnya pergi. Dia menggerakkan tangannya seperti orang yang sedang mengusir binatang yang memasuki rumahnya.
Rafandra pun menunduk sambil menghela nafas dalam.
“Kau lihat sendiri. Dia tidak menghendaki kehadiranmu,” kata Rose Hart.
“Kehadiranmu hanya akan mempermalukannya. Dia malu melihatmu ada di sini,” giliran Anett yang menyudutkannya.
“Sekarang kau pergilah dari sini!” ucap Richard Darmawan.
Meski sudah disudutkan sedemikian rupa, Rafandra masih berdiri di tempat yang sama. Dia kembali memandang Alexa untuk memastikan kembali, dan Alexa melakukan hal yang sama. Dia menyuruhnya pergi dengan gerakan tangannya.
“Kehadiranmu tidak diharapkan di sini. Pergi sebelum kau mempermalukan seluruh Keluarga Darmawan,” kata Richard.
“Jangan harap Alexa akan mengenalkanmu dengan teman-teman dan mitra bisnisnya. Lihat sepatu dan jam yang kau kenakan, sungguh sangat murahan. Alexa akan merasa sangat malu jika mereka tahu kau suaminya,” kata Lena sambil menuding jam dan sepatu Rafandra.
Tanpa berkata apa-apa, Rafandra membalikkan badannya dengan tangan mengepal kencang. Kedua matanya menampakkan binar kekesalan. Bayangannya mendampingi Alexa dalam acara penting ini seketika runtuh. Dia pun berjalan menuju pintu keluar perusahaan dengan mata berkaca-kaca.
“Pelayan, tolong ambilkan anggur dingin untuk kami!” seru sekumpulan orang yang sedang berbincang-bincang di samping pintu keluar saat melihat Rafandra melewati mereka.
“Pelayan!” seru mereka lagi.
Rafandra tidak mempedulikan panggilan mereka. Dia terus berjalan menuju pintu keluar. Karena pakaiannya yang mirip dengan pakaian pelayan, banyak orang yang menganggapnya sebagai pelayan.
Lena dan Susan tertawa melihat Rafandra yang dianggap sebagai pelayan oleh para tamu undangan. Begitu juga dengan Annet dan keluarganya. Mereka merasa puas setiap kali Rafandra diperlakukan buruk oleh orang lain.
“Aku heran dengan Kakek Martin, kenapa dia menjodohkan Alexa dengan laki-laki tidak berguna ini,” kata Richard Darmawan setelah melihat Rafandra keluar dari pintu perusahaan.
Dua setengah tahun yang lalu Tuan Martin Darmawan membawa Rafandra pulang dan menikahkannya dengan cucunya, Alexa Darmawan. Sayangnya, beberapa bulan setelah pernikahan, Tuan Martin meninggal, dan semua orang mulai merendahkan Rafandra.
Rafandra bertemu Tuan Martin Darmawan lima tahun yang lalu. Saat itu dia menjadi korban tabrak lari yang hampir saja merenggut nyawanya. Tuan Martin membawanya ke rumah sakit dan membiayainya sampai sembuh.
Setelah Rafandra siuman, dia melihat Tuan Martin mondar-mandir menelepon banyak orang. Dia terlihat menghubungi banyak bank dan pengusaha untuk menyelamatkan perusahaannya.
Rafandra tidak sengaja mendengar bahwa Tuan Martin membutuhkan banyak dana untuk menyelamatkan perusahaannya.
Sebagai bentuk terima kasih, Rafandra menyerahkan uang pesangonnya pada Tuan Martin. Jumlahnya mencapai lima puluh lima juta dollar. Rafandra mendapatkan uang tersebut setelah mengundurkan diri sebagai direktur utama Sanjaya Technology Corporation.
Dia adalah anak tertua Darius Sanjaya. Pemimpin dan pemilik Grup Sanjaya. Salah satu perusahaan terbesar di Republik Worthen.
Rafandra berjalan sambil tertawa kecil yang dapat didengar orang-orang di belakangnya.Wajah-wajah mereka terlihat geram mendengar tawa Rafandra yang penuh ejek, termasuk Alexa.Setelah Rafandra masuk ke dalam rumah, Alan, Annet, Alexa dan lainnya berjalan masuk ke ruang utama kediaman Keluarga Darmawan.“Aku melihat dan mendengar apa yang terjadi,” kata Wendy Satriawan yang sedang duduk di sofa ruangan tersebut.Alexa dan lainnya pun duduk di sofa besar yang ada di ruang utama kediaman.“Sepertinya kita harus mempercepat rencana kita, Anakku,” kata Wendy sambil menatap Alan.“Mamah benar. Aku harus mempercepat semuanya,” jawab Alan.Selain mereka berdua, tak ada seorang pun yang mengetahui rencana tersebut.“Sebenarnya apa rencana kalian?” tanya Annet penasaran.“Kalian tak perlu tahu. Yang penting hasilnya dapat kalian rasakan,” ujar Wendy dengan tenang.****Mentari pagi bersinar indah. Udaranya menghangat setelah malam yang dingin. Tak terasa satu minggu sudah Rafandra menjadi sop
“Dia bekerja di mana?” tanya Alan Darmawan kepada Alexa.Saat ini Keluarga Darmawan sedang berkumpul makan siang di sebuah restoran mewah. Setelah Alexa menyampaikan kepada keluarganya bahwa Rafandra sekarang bekerja, mereka langsung mengadakan pertemuan. Hampir semua anggota Keluarga Darmawan hadir di pertemuan kali ini.“Aku tidak tahu, Pah. Dia belum memberitahukannya kepadaku,” jawab Alexa.“Apa yang membuatnya berubah? Apa kalian tahu penyebabnya?” tanya Annet Wongso. “Sebelumnya dia akan diam saja diperlakukan buruk oleh kita, tapi kenapa sekarang dia mulai berulah?”Semua orang terdiam sambil berpikir masing-masing. Ada yang menggaruk-garuk dagunya; ada pula yang memegangi keningnya.“Apa mungkin dia tahu perjanjian kita dengan Kakek Martin?” tanya Richard Darmawan. “Sepertinya tidak ada alasan lain selain ini.”“Tapi dari mana dia mengetahuinya? Hanya kita sekeluarga yang mengetahuinya,” ujar Alan.“Kita harus mengujinya, Pah,” kata Frida Darmawan.“Dengan cara apa?” tanya Ann
Rafandra agak terkejut mendengar hardikan Sofia, tapi dia tidak berani melihatnya.Blug... blugg... blugg...Beberapa kali Sofia memukul-mukul kursi mobil di sampingnya. Dia terlihat sangat kesal.Kriing... kringg...Ponsel Sofia berbunyi beberapa kali.“Ke mana saja kau?! Tidak mengangkat telepon dan tidak membalas pesanku!” ujar Sofia setelah mengangkat teleponnya.“Maaf, aku baru saja meeting dengan Tuan Harry Maruti dari Silken Woven,” jawab Henry Roberts, kakak Sofia Roberts.“Kenapa kau melakukan pertemuan dengannya?” tanya Sofia penasaran.“Ayah ingin memasuki bisnis fashion. Dia menyuruhku untuk datang ke Silken Woven,” kata Henry pelan. “Bagaimana hasil dari pertemuanmu dengan Paman Larry dan lainnya?”“Kacau! Sangat kacau! Mereka meminta kenaikan persentasi jika ingin melanjutkan kontrak kerja sama. Jika tidak, mereka tidak keberatan untuk mengakhiri kerja sama ini.”“Berapa yang mereka minta?”“Tujuh puluh persen dari laba bersih.”“Kurang ajar!” kutuk Henry dengan nada mar
Rafandra langsung menginjak pedal gas mobil dengan lembut. Sesekali dia mencuri-curi pandang ke arah Sofia Roberts melalui kaca tengah yang sedang membaca berkas yang ada di tangannya.Gludak...Rafandra tak sengaja melewati jalan berlubang yang membuat Sofia kaget. Berkas yang ada di tangannya pun jatuh ke bawah.“Bagaimana bisa mereka menerima sopir sepertimu? Dasar orang-orang tidak kompeten!” ucap Sofia cukup keras.Dia membungkukkan tubuhnya untuk mengambil berkas-berkas yang jatuh ke bawah.“Maafkan aku, Ibu Direktur. Aku...”“Sudah! Jangan banyak bicara! Perhatikan jalanan depan dengan baik. Jika kau melakukannya sekali lagi, aku tidak segan-segan memecatmu.”“Baik, Bu,” jawab Rafandra pelan.Dia semakin berhati-hati dalam membawa mobil agar kejadian yang sama tidak terjadi lagi.Tak berselang lama, mereka sudah sampai di depan kantor utama Grup Gunawan yang sangat besar. Di depan pintu besarnya, berdiri beberapa orang menyambut kehadiran Sofia Roberts.Rafandra bergegas turun
“Tuan Rafandra!” panggil wanita yang bertugas di bagian pemberkasan.Rafandra bergegas masuk ke dalam ruang wawancara. Dia melihat seorang laki-laki paruh baya dan seorang wanita yang berusia tidak jauh darinya. Mereka duduk di balik meja yang cukup panjang.“Silakan duduk!” ucap laki-laki itu.“Terima kasih, Tuan.”“Perkenalkan dirimu sendiri dan pengalaman kerja yang kau miliki,” kata wanita yang berada di samping laki-laki itu.“Namaku Rafandra. Aku tidak memiliki pengalaman kerja yang berarti. Tapi aku memiliki kemampuan menyetir yang cukup baik menurutku.”Kedua orang tersebut mendengarkan ucapan Rafandra sembari membuka-buka map yang berisi berkas-berkas Rafandra. Mereka terlihat sangat terkejut sampai kening mereka mengernyit.“Apa kau benar-benar lulusan jurusan manajemen bisnis Universitas Camford?” tanya wanita tersebut.Dia menatap Rafandra dengan tajam. Begitu juga dengan laki-laki paruh baya di sampingnya.“Benar. Aku lulusan Universitas Camford. Tuan dan Nyonya bisa meng
“Aku dengar Papa masih terus mencari-cari Mas Rafandra, Mah. Jika dia pulang, posisi kita akan benar-benar sulit,” kata Darmian Sanjaya.“Benar, Mah. Kita harus melakukan sesuatu,” ujar Valeria Sanjaya.Saat ini semua saudara satu ayah beda ibu Rafandra sedang berkumpul di rumah Kevin Roberts, suami dari Valeria Sanjaya.Tuan Darius memiliki tiga anak dari hasil pernikahannya dengan Mery Holland, yaitu Valeria Sanjaya, Darmian Sanjaya, dan Sandro Sanjaya. Usia mereka hampir berdekatan satu sama lain. Usia Rafandra sendiri sudah mencapai tiga puluh lima tahun, dan semua adik-adiknya secara berurutan masing-masing terpaut dua tahun.“Kalian tenang saja. Anak sialan itu tidak akan pernah kembali,” ucap Mery Holland.“Kenapa Mama begitu yakin?” tanya Sandro Sanjaya.“Dia memiliki hati yang terlalu lembut.”“Maksud Mama?” tanya Kevin Roberts, suami Valeria.“Kalian tahu kenapa dia meninggalkan Keluarga Sanjaya?”Mereka semua menggelengkan kepalanya.“Dia pergi karena Mama ancam hal yang sa
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen