Share

Bab 8: Pertunangan

Author: Anakin Detour
"Aku... aku tidak punya, tolong! Aku benar-benar tidak tahu apa yang kamu bicarakan. Hotel ini dibangun sepuluh tahun lalu, dan aku tidak pernah melihat ada kotak musik." Adinata tergagap, tubuhnya terlihat gemetar. Keringat membasahi dahinya, bibirnya bergetar ketika ia berusaha menenangkan diri di hadapan Evan. "Ta...tapi aku bisa memesannya sekarang juga! Katakan saja jenis apa yang kamu mau. Aku akan mendapatkannya, aku janji!"

Evan menatapnya, ekspresinya tenang namun sulit terbaca.

"Lakukan sekarang," ucapnya dingin. "Aku mau yang bisa memainkan lagu nina bobo."

Adinata mengangguk cepat. "Ya... ya, akan segera kuurus!"

Sementara itu, di lantai atas hotel, di dalam sebuah ruangan mewah, sebuah pertemuan sedang berlangsung.

Ruangan itu terang benderang, elegan, dan tenang. Empat orang duduk mengelilingi meja kayu ek yang mengilap, dua di antaranya adalah Faris Wiratama dan Isabel Ardiani, dengan putri mereka, Hannah Wiratama duduk di antara keduanya, dan yang keempat adalah seorang wanita berpenampilan rapi di usia akhir empat puluhan, Emilia Wijaya, kakak perempuan dari Amara.

"Tuan Faris." Emilia mulai sambil sedikit mencondongkan tubuh ke depan, suaranya terdengar halus dan profesional. "Pertunangan ini adalah langkah besar, bukan hanya untuk keluarga kita, tetapi juga untuk citra Kawungara sendiri. Putri Anda, Hannah, adalah salah satu wanita muda paling dikagumi di kota ini. Dan Adinata, keponakan saya adalah salah satu bintang yang sedang naik daun di generasi kita. Bersama, mereka akan menjadi pasangan yang sangat kuat."

Nyonya Isabel tersenyum gugup, sementara Hannah hanya menundukkan pandangannya. Jemarinya saling terkatup erat di pangkuan, dan sejak awal pertemuan ia sama sekali belum pernah tersenyum.

"Aku mau meminta maaf atas nama adikku, Amara, dan suaminya, Bima," lanjut Emilia. "Mereka sedang berada di luar negeri, terikat urusan mendesak. Aku yang mengurus semua ini mewakili mereka, dan malam ini aku juga yang akan jadi tuan rumah pesta pertunangan."

"Tidak masalah, 'kan?"

"Tidak sama sekali," jawab Faris sambil merapikan ujung lengan bajunya. "Sebaliknya, Presiden Emilia, kami merasa terhormat Anda bisa ada di sini. Reputasi Anda sudah berbicara dengan sendirinya. Kawungara sangat menghormati Anda."

"Terima kasih, Anda terlalu baik," jawab Emilia dengan anggukan anggun.

Faris menoleh pada Hannah yang masih duduk dengan ekspresi jauh di wajahnya. "Hannah," katanya, suaranya tenang tapi tegas. "Pastikan kamu menikmati waktumu dengan Adinata. Lebih sering tersenyum. Tunjukkan kalau kamu bahagia. Itu penting."

"Aku mengerti, Ayah," ucap Hannah pelan sambil bertukar pandang diam-diam dengannya.

Dia tidak perlu diingatkan lagi tentang apa yang sedang dipertaruhkan. Keluarga Wiratama sedang tenggelam dalam utang delapan ratus miliar rupiah, tepatnya. Kerajaan mereka runtuh, dan mereka sudah menghabiskan hampir semua koneksi yang dimiliki, memohon bantuan yang tak pernah datang.

Sampai Adinata menunjukkan ketertarikan padanya.

Dan bersama itu datang pula janjinya untuk melunasi semua utang mereka jika Hannah setuju menjadi tunangannya. Tidak ada romantisme di sini, tidak ada cinta. Hanya tekanan. Hanya strategi.

Dan dia membencinya.

Hannah tidak ingin menikah dengan Adinata. Dia tidak pernah mencintainya. Hatinya masih terpaut pada seorang asing yang pernah menyelamatkan nyawanya dari upaya penculikan. Pria itu kini bagaikan hantu, tanpa wajah jelas dalam ingatannya, namun tetap tak terlupakan.

Sebelum ia bisa larut lebih jauh dalam pikirannya, pintu tiba-tiba terbuka dengan keras.

Seorang pengawal berdiri di ambang pintu, terengah-engah dengan darah mengotori lengan bajunya. "Presiden Emilia! Ada seorang pria di bawah... Dia membuat kekacauan. Dia menghancurkan dekorasi, membunuh Manajer Alan, melukai parah Dorian.dan sekarang dia mengancam Tuan Adinata!"

Ruangan itu langsung membeku.

"Apa?!" Emilia segera berdiri. "Siapa sebenarnya orang itu?! Dia akan menyesali perbuatannya!"

Bahkan Hannah ikut terkejut. "Dia melukai Dorian? Itu tidak masuk akal. Siapa yang berani."

"Biar aku yang mengurus ini," kata Faris sambil bangkit, tangannya meraih ke dalam jas. "Ini saat yang tepat untuk membuktikan kesetiaan kita pada Keluarga Narayani."

Faris mengeluarkan sebuah kartu abu-abu, berkilau, berlapis logam dengan lambang Keluarga Wiratama terukir di atasnya.

"Bawa ini," katanya, menyerahkannya pada pengawal. "Tunjukkan padanya. Katakan ini adalah perintah resmi dari Keluarga Wiratama untuk menyerah."

Mata pengawal itu melebar. Ia menerima kartu itu seakan sedang memegang relik suci.

"Kartu abu-abu... Ya, Tuan! Dia pasti akan gemetar melihat ini!"

Kartu abu-abu bukan mainan. Itu melambangkan status, warisan, kekuasaan. Hanya tujuh keluarga elit Kawungara yang memilikinya, dan meskipun Keluarga Wiratama sedang goyah, nama mereka masih punya bobot.

"Aku menghargai bantuanmu, Tuan Faris," kata Emilia dengan nada lega yang tulus. "Terima kasih sudah turun tangan."

"Itu bukan apa-apa," jawabnya. "Sekarang kita keluarga, kita saling mendukung."

Hannah berdiri. "Aku akan turun sekarang, Ayah."

"Baiklah, Sayang. Jangan lupa apa yang sudah kukatakan." Faris mengangguk padanya.

Dia memberi isyarat kecil lalu meninggalkan ruangan.

Saat ia menuruni tangga, semua mata tertuju padanya. Hannah jelas termasuk dalam tiga besar wanita tercantik di kota itu.

"Wow, jadi itu Hannah Wiratama yang terkenal?" bisik seorang tamu.

"Dia sama menawannya seperti yang dikabarkan," gumam yang lain.

Namun perhatian Hannah tertuju pada kekacauan di aula, ruangan itu porak-poranda, dan beberapa pengawal tergeletak mengerang di lantai.

"Apa sebenarnya yang terjadi di sini?" tanyanya lantang, tak yakin apakah benar satu orang bisa bertanggung jawab atas semua ini.

Lalu pandangannya terkunci pada Evan.

Mata Hannah melebar karena terkejut.

"Itu dia!" bisiknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Raja Perang: Kebangkitan Sang Legenda   Bab 100

    Jalan-jalan di Kawungara sore itu terasa sangat tegang.Konvoi kendaraan lapis baja berwarna hitam melesat di tengah lalu lintas seperti hiu di laut lepas. Kaca jendelanya berwarna hitam pekat, gerakannya senyap dan terkoordinasi, seperti pemangsa dalam formasi.Di setiap pelat nomor ada lambang emas yang mencolok.Lambang Raja Perang.Di dalam salah satu kendaraan utama, seorang prajurit menekan jarinya ke penutup telinga. "Target berubah arah. Ulangi, lokasi Raja Perang bergeser. Sekarang dia menuju Emerald Palace.""Alihkan semua unit," jawaban dingin dan otomatis terdengar dari pusat komunikasi. "Pasang pengawasan di restoran dalam lima menit. Kunci area secara diam-diam. Jangan sampai ada yang tahu, dan jangan ada kepanikan. Dia tidak boleh terganggu.""Siap, Pak."Konvoi berbelok tajam di persimpangan, sirene dimatikan, ban berbisik di atas aspal saat mereka melaju ke salah satu mahkota kota.Restoran Emerald PalaceRestoran itu menyediakan pengalaman makan paling mewah di Kawung

  • Raja Perang: Kebangkitan Sang Legenda   Bab 99

    "Lihat yang aku punya!" Pandu menyambar, memamerkan layar ponselnya seperti benda suci. Suaranya penuh kesombongan, sikapnya congkak. "Aku kenal Tuan Baskara secara pribadi. Aku telepon dia sekarang juga!"Dia tersenyum, menunggu reaksi terkejut dan takjub. Tapi tak ada satupun yang datang.Sebaliknya, Ghara menggeletakkan jari-jarinya dengan suara ceklek, melangkah maju dengan ancaman tenang seorang predator. "Bajingan," geramnya. "Berani sekali kau menghina bosku di hadapanku. Kau bosan hidup, ya?"Matanya menyala-nyala. Satu kata lagi dari Pandu, dan pria itu akan mencium aspal.Tapi sebelum Ghara sempat meninju, sebuah tangan meraih lengannya."Jangan buang tenaga," kata Evan dingin, tatapannya teguh dan membeku. "Kamu tidak perlu bertarung di lumpur dengan babi. Nanti malah kamu yang kotor dan babinya malah menikmatinya."Dia berbalik ke arah pintu keluar, suaranya tenang tapi memerintah. "Ayo pergi."Pandu belum selesai. Belum. Dia menekan tombol panggil. "Kalian akan makan kata-

  • Raja Perang: Kebangkitan Sang Legenda   Bab 98

    Saat Evan dan Ghara melangkah keluar dari gedung tinggi Pratama, suasana di belakang mereka masih terbakar dengan ketegangan yang sunyi. Pintu kaca besar menutup dengan desis, mengunci kekacauan yang baru saja mereka buat. Ghara tetap diam, tapi pandangannya melirik ke samping, waspada seperti biasa.Lalu..."Evan!" Suara yang dikenalnya memanggil.Evan menoleh, melihat Hannah berlari ke arahnya, wajahnya campuran antara khawatir dan lega. Kunciran rambutnya yang panjang melambai di belakang seperti bendera darurat. Clara mengikuti dengan langkah lebih anggun, tumitnya berderak ringan di atas trotoar, tangannya terlipat, dan ekspresinya sulit dibaca."Kamu ke mana saja?" Hannah terengah saat tiba di sampingnya. "Kami sudah cari-cari kamu sepanjang hari! Kamu tiba-tiba hilang!"Evan tersenyum tenang. "Mengurus sesuatu yang penting.""Kamu bukannya harusnya ada di alun-alun Menza? Untuk latihan itu?" tanya Evan."Ya, kami memang harusnya di sana," jawab Hannah sambil menarik napas. "Tapi

  • Raja Perang: Kebangkitan Sang Legenda   Bab 97

    "Kamu..." Suara William pecah, lalu stabil dengan penuh racun. "Kamu mungkin kuat, tapi aku peringatkan, kalau kamu coba ganggu kedatangan Raja Perang, aku yang akan membunuhmu sendiri."Kerumunan bergumam saat nama itu disebut. Bahkan para tentara bayaran paling berani pun pucat mendengarnya. Nama Raja Perang sakral, ditakuti di seluruh Kawungara seperti nama dewa yang hidup.William menghela napas, berusaha menjaga ketenangan. Ia merapikan jasnya dan mengatur manset emasnya, ekspresinya berubah dari agresif ke penuh perhitungan."Aku tak punya waktu untuk menghiburmu." Ia melambaikan tangan. "Bilang... berapa yang kalian mau?"Evan tidak langsung menjawab. Ia hanya menatapnya, tatapannya tak terbaca.William mengatupkan giginya erat dan berpikir, 'Para gila sialan ini pasti cuma karena uang. Pasti itu alasannya. Kalau ini makin parah, Raja Perang bakal mengubur aku beserta seluruh keturunanku!'Ketegangan di udara tajam seperti pisau cukur.Bibir Evan tersenyum sinis yang tak sampai

  • Raja Perang: Kebangkitan Sang Legenda   Bab 96

    Keheningan berat menyelimuti area itu, kerumunan membeku seperti patung.William Pratama melangkah maju dengan langkah pelan dan penuh perhitungan. Sepatu hitamnya menginjak genangan darah dengan ringan saat ia berlutut di samping sosok tak bernyawa itu. Sehelai kain putih setengah basah oleh darah merah.Dengan tangan gemetar, ia menarik kain itu ke belakang.Dan dunianya berhenti."Peter...?"Suaranya pecah. Dingin yang mengalir dalam tubuhnya bukan dari angin.Itu Peter, anak didiknya yang terakhir. Penerus yang ia pilih. Masa depan Pratama.Sekarang tinggal mayat yang hancur."Tidak... tidak tidak tidak!" geram William, wajahnya memelintir antara amarah dan duka. Giginya mengatup begitu keras hingga otot rahangnya berdenyut. "Bagaimana bisa ini terjadi... lagi?!"Ia menarik tubuh Peter yang terkulai lebih dekat, kepala bocah itu berguling tanpa nyawa di lengannya.Beberapa hari lalu, ia baru saja mengubur putranya satu-satunya, Bagas yang tewas dalam pembunuhan misterius yang menin

  • Raja Perang: Kebangkitan Sang Legenda   Bab 95

    "Tuan William... Anda terlihat tegang," kata Rama sambil menampilkan senyum yang tidak sampai ke matanya. "Kalau Anda punya urusan yang lebih penting, silakan saja pergi. Aku bisa mengurus penyambutannya."William tidak menoleh padanya. "Hmph. Apa yang bisa lebih penting daripada menyambut Raja Perang?"Suaranya terdengar halus, bahkan sopan, tapi lapisan es di bawahnya tidak mungkin terlewatkan. Keduanya tersenyum. Keduanya saling membenci sampai ke akar. Begitulah dunia bisnis.Rama merapikan ujung mansetnya. "Tentu. Bagaimanapun juga ini perusahaan Anda.""Benar," jawab William, sedikit memutar tubuhnya untuk menghadap. "Grup Pratama adalah milik Keluarga Pratama. Jadi wajar saja kalau aku yang memberikan penghormatan yang layak kepada seseorang... sekelas dia."Sindiran itu tepat sasaran.Rahang Rama menegang. Senyumnya tetap terpasang, tapi diamnya berkata banyak.'Pembohong. Kamu berkeringat karena akan membunuh seseorang. Dan aku tahu itu.'Tidak ada lagi kata yang terucap.Kete

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status