MasukGuru Agung mengamati Lie Feng dari kejauhan. Mata tua itu berbinar bangga. Lie Feng, yang dulu anak kecil mungil, kini berdiri tegap, gagah perkasa. Gerakannya lincah, setiap pukulan dan tendangannya penuh kekuatan dan presisi.
Guru Agung bergumam pelan didalam hati "Dia telah tumbuh menjadi pendekar yang hebat..." Lie Feng menyelesaikan serangkaian gerakan Jurus Tapak Dewa, keringat membasahi dahinya. Ia menoleh ke arah Guru Agung. "Guru Agung, apakah saya sudah cukup baik?" Guru Agung tersenyum. "Kau telah menguasai Jurus Tapak Dewa, Lie Feng. Tetapi perjalananmu belum berakhir. Dunia persilatan penuh dengan tantangan dan bahaya. Kau harus selalu siap." "Saya siap menghadapi apapun, Guru Agung. Saya akan selalu berlatih dan meningkatkan kemampuan saya." Guru Agung mengangguk. "Itulah semangat yang harus kau miliki. Tetapi kekuatan bukanlah segalanya. Kebijaksanaan dan pengendalian diri jauh lebih penting." Guru Agung membawa Lie Feng ke sebuah ruangan rahasia yang tersembunyi jauh di dalam Kuil Dewa Langit. Udara terasa dingin dan lembap, bau tanah dan kayu lapuk memenuhi hidung. "Tempat ini... terasa berbeda, Guru Agung. Ada aura yang sangat kuat." "Ya, Lie Feng", ucap nya. "Di tempat ini tersimpan rahasia terdalam Kuil Dewa Langit." Ia menunjuk ke sebuah altar kuno yang terbuat dari batu giok hitam. Di atasnya tergeletak sebuah pedang tua yang memancarkan aura misterius. "Pedang itu... tampak luar biasa, Guru Agung. Apa itu?" "Itu adalah Pedang Dewa Abadi, Lie Feng. Senjata sakti yang telah diwariskan turun-temurun. Dengan menguasainya, kau akan mampu meningkatkan kekuatan Jurus Tapak Dewa berkali-kali lipat." "Saya ingin menguasainya, Guru Agung. Bagaimana caranya?" "Jalannya akan panjang dan sulit, Lie Feng. Kau harus siap menghadapi tantangan yang tak terduga dan mengorbankan banyak hal. Apakah kau yakin?" "Ya, Guru Agung. Saya siap." Guru Agung mulai mengajarkan Lie Feng teknik-teknik pedang yang kompleks dan mematikan. Lie Feng berlatih dengan tekun, mengasah kemampuannya dan meningkatkan kekuatannya. Hari-hari berlalu dalam latihan yang tak kenal lelah. Lie Feng jatuh terduduk, kelelahan "Guru Agung... saya... saya tidak sanggup lagi..." "Istirahatlah sebentar, Lie Feng. Tetapi jangan pernah menyerah. Ingatlah tujuanmu. Ingatlah mengapa kau memulai perjalanan ini." "Saya ingin menjadi pendekar terhebat, Guru Agung. Saya ingin melindungi orang-orang yang saya cintai." "Itulah tekad yang harus kau miliki. Tetapi kekuatan bukanlah segalanya. Kau juga harus memiliki kebijaksanaan dan pengendalian diri. Pedang Dewa Abadi bukanlah sekadar senjata, Lie Feng. Ia adalah cerminan dari jiwamu." Berminggu-minggu berlalu. Lie Feng berlatih tanpa henti, mengasah kemampuannya dengan Pedang Dewa Abadi. Ia belajar menggabungkan kekuatan pedang dengan Jurus Tapak Dewa, menciptakan serangan yang dahsyat dan mematikan. "Guru Agung, saya rasa saya sudah menguasainya." Lie Feng membuka pembicaraan. Guru Agung tersenyum. "Kau telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, Lie Feng. Tetapi kesempurnaan bukanlah tujuan akhir. Kau harus terus belajar dan meningkatkan kemampuanmu. Kekuatan tanpa pengendalian diri adalah bencana." "Saya mengerti, Guru Agung. Saya akan terus berlatih dan mengasah kemampuan saya. Saya akan menggunakan kekuatan saya untuk kebaikan." Guru Agung menatap Lie Feng dengan tatapan tajam. "Kau telah menguasai Pedang Dewa Abadi dan Jurus Tapak Dewa. Sekarang, saatnya kau menghadapi ujian sesungguhnya." "Ujian apa, Guru Agung?" Lie Feng Mengangkat alisnya karena penasaran. "Lembah Bayangan. Tempat terkutuk yang dihuni oleh makhluk-makhluk jahat dan pendekar bayangan yang sangat kuat. Hanya mereka yang memiliki kekuatan dan tekad yang luar biasa yang mampu keluar dari sana hidup-hidup." "Saya siap, Guru Agung." Guru Agung mengangguk. "Baiklah. Pergilah ke Lembah Bayangan. Di sana, kau akan menghadapi ujian terberat dalam hidupmu. Ingatlah pelajaran yang telah kau pelajari. Gunakan kekuatanmu dengan bijak, dan jangan pernah menyerah." Lie Feng memasuki Lembah Bayangan. Udara terasa dingin dan mencekam. Bayangan-bayangan gelap menari-nari di sekelilingnya. Ia menghadapi berbagai macam makhluk jahat dan pendekar bayangan yang sangat kuat. Pertarungan demi pertarungan terjadi. Lie Feng menggunakan semua kemampuannya, menggabungkan kekuatan Pedang Dewa Abadi dan Jurus Tapak Dewa. Di tengah pertarungannya, Lie Feng menemukan sebuah gua tersembunyi di dalam Lembah Bayangan. Di dalam gua itu, ia menemukan sebuah kitab kuno yang berisi rahasia-rahasia tersembunyi tentang kekuatan spiritual tingkat tinggi. Lie Feng bergumam. "Kitab ini... berisi pengetahuan yang sangat dalam..." Ia membaca kitab itu dengan saksama, mempelajari rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya. Ia menyadari bahwa kekuatannya masih jauh dari sempurna. Ia masih harus belajar banyak hal. Setelah beberapa waktu berlatih di dalam gua, Lie Feng keluar dari Lembah Bayangan. Ia telah menjadi pendekar yang lebih kuat dan bijaksana. Ia kembali ke Kuil Dewa Langit, menemui Guru Agung. "Guru Agung, saya telah kembali. Saya telah melewati ujian di Lembah Bayangan." Guru Agung menatap Lie Feng dengan bangga. "Kau telah membuktikan kekuatan dan tekadmu, Lie Feng. Kau telah tumbuh menjadi pendekar yang hebat. Tetapi perjalananmu masih panjang. Dunia persilatan masih menyimpan banyak rahasia dan tantangan." "Saya siap menghadapi apapun, Guru Agung. Saya akan terus berlatih dan meningkatkan kemampuan saya. Saya akan menggunakan kekuatan saya untuk kebaikan."Angin malam menyapu lembut lembah Sunyi Seribu Tapak. Cahaya bulan menimpa wajah Lie Feng yang berdiri memandang jauh ke arah langit, seolah mencari jawaban yang tak pernah benar-benar ingin diberikan oleh siapa pun.“Sejak kapan kau mulai merasa bahwa kemenangan kita terlalu mudah?” suara Arka terdengar dari belakang, berat, namun tak menyembunyikan keresahan.Lie Feng tidak menoleh. “Sejak aku melihat retakan pertama di simbol itu,” jawabnya lirih. “Sejak aku merasakan… ada sesuatu yang menatap balik dari dalam gelap.”Arka melangkah mendekat, menyampingkan rambut yang tersapu angin. “Kau pikir mereka akan bangkit lagi?”Lie Feng menghela napas panjang. “Bukan mereka.” Ia berhenti sejenak. “Seseorang. Atau… sesuatu.”Arka terdiam.“Kita sudah mengorbankan begitu banyak untuk menyegel Malaikat Kegelapan,” lanjut Lie Feng. “Tapi malam ini aku merasa seperti kembali ke titik awal.”Arka menatapnya tajam. “Kau tidak percaya pada kemenanganmu sendiri? Kau—Pendekar Tapak Dewa—meragukan la
Udara pagi di puncak Kuil Dewa Langit terasa berbeda. Kabut tipis menggantung di antara reruntuhan, memantulkan cahaya matahari yang menembus dari sela awan. Setelah malam panjang dan pertempuran yang mengguncang langit, dunia tampak hening.Lie Feng berdiri di tepi altar yang hancur, menatap lembah di bawah. Angin membawa aroma tanah basah dan abu. Di tangan kanannya masih ada bekas retakan halus akibat tekanan Tapak Dewa tingkat tujuh yang ia gunakan semalam.Arka berjalan menghampirinya. “Kau belum beristirahat sama sekali,” katanya pelan.Lie Feng tersenyum samar tanpa menoleh. “Sulit tidur setelah apa yang terjadi. Aku masih bisa mendengar suaranya… jeritan Malaikat Kegelapan itu.”Arka ikut menatap langit. “Aku juga mendengarnya. Tapi kau berhasil menyegelnya. Dunia seharusnya aman sekarang.”Lie Feng menggeleng perlahan. “Resi Tua bilang, segel itu tidak abadi. Jika kegelapan itu menemukan celah, semuanya bisa berulang.”Langkah ringan terdengar di belakang mereka. Resi Tua dat
Suara gemuruh mengguncang langit-langit ruang suci Kuil Dewa Langit. Batu-batu berjatuhan, retakan merambat di setiap sisi dinding, dan udara terasa berat oleh aura jahat yang menekan segala hal di sekitarnya. Cahaya dari batu kristal perlahan meredup, seperti lilin yang hampir padam ditiup badai.Lie Feng berdiri tegak dengan napas tersengal, tubuhnya bergetar akibat kelelahan, tapi matanya menyala tajam. Tapak Dewa tingkat 7 di tangannya masih berpendar lembut, seolah api ilahi yang menolak padam.“Resi Tua, apa kau yakin simbol itu bisa menyegel Malaikat Kegelapan?” tanya Arka dengan suara tegang, menatap simbol bercahaya samar di dinding batu. Simbol itu berputar perlahan seperti pusaran cahaya, memancarkan aura kuno yang membuat udara bergetar.Resi Tua menatap simbol itu lama, alisnya berkerut, napasnya berat. “Ini bukan sembarang simbol, Arka… ini adalah Simbol Penyegelan Dewa Langit, diciptakan oleh para leluhur untuk mengurung entitas kegelapan ribuan tahun lalu. Tapi untuk m
Cahaya terang yang tiba-tiba muncul berhasil mengusir Malaikat Kegelapan untuk sementara. Itu memberi kesempatan kepada Arka, Lie Feng, dan Resi Tua untuk menarik nafas dan mempersiapkan diri. Mereka menyadari bahwa pertempuran melawan Malaikat Kegelapan membutuhkan persiapan yang jauh lebih matang."Kita perlu waktu," kata Arka, mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. "Kita harus memperkuat kekuatan kita."Resi Tua mengangguk setuju. "Malaikat Kegelapan adalah ancaman yang jauh melampaui Bayangan Naga. Lie Feng, kau harus menguasai Tapak Dewa sepenuhnya. Kau harus mencapai Tapak Dewa tingkat 7."Lie Feng menatap Resi Tua dengan tekad. "Aku akan melakukannya, Resi Tua. Aku akan menguasai Tapak Dewa tingkat 7 dan mengalahkan Malaikat Kegelapan!"Pelatihan pun dimulai. Resi Tua, dengan pengetahuan luasnya tentang kekuatan gaib dan teknik kuno, membimbing Lie Feng untuk mengendalikan kekuatan Tapak Dewa dengan lebih baik. Ia mengajarkan teknik-teknik pernapasan khusus, cara
Arka terhuyung keluar dari terowongan rahasia, tubuhnya penuh luka dan lelah. Ia telah berhasil mengaktifkan simbol kuno itu, tetapi ia juga telah mengalami pertempuran yang sangat berat dengan anggota Bayangan Naga. Ia harus menemukan Lie Feng.Ia mengetahui bahwa ia tidak bisa menemukan Lie Feng sendirian. Ia perlu bantuan. Ia harus kembali ke Kuil Dewa Langit, untuk meminta bantuan dari orang lain.Dalam perjalanan kembali ke Kuil Dewa Langit, Arka merasakan kekuatan yang tidak biasa. Ia merasakan aura kekuatan gaib yang sangat kuat. Ia juga merasakan sebuah kehadiran yang misterius.Ia menemukan sebuah gua kecil yang tersembunyi di balik sebuah air terjun. Di dalam gua itu, ia menemukan seorang penjaga kuil tua yang sedang bermeditasi. Penjaga kuil itu bernama Resi Tua."Siapa kau?" tanya Arka, suaranya gemetar karena kelelahan.Resi Tua membuka matanya. Matanya be
Pertempuran di ruang tersembunyi itu pecah. Arka dan murid-murid Perguruan Naga Teratai menyerbu, menyerang para anggota Bayangan Naga yang mengelilingi Lie Feng yang terikat di altar kuno. Pedang-pedang beradu dengan pedang, energi berbenturan dengan energi, menciptakan suasana yang kacau dan mengerikan.Namun, kekuatan Bayangan Naga terlalu besar. Mereka terlatih dengan baik dan memiliki kekuatan yang luar biasa. Arka dan murid-muridnya terdesak. Lie Feng, meskipun terikat, masih mampu mengeluarkan aura kekuatan Tapak Dewa, menciptakan perisai yang melindungi mereka dari serangan terhebat.Di tengah kepungan itu, sebuah sosok menyeruak dari bayangan. Sosok itu besar dan mengerikan, kulitnya bersisik-sisik, dan matanya bersinar dengan cahaya jahat. Sosok itu adalah Siluman Ular, salah satu anggota Bayangan Naga yang paling tangguh dan misterius."Kalian tidak akan bisa menyelamatkan dia," kata Silu







