Share

Bab 5 Teman Senasib Sepenanggungan

"Ayo, masuklah. Aku akan memasak beberapa lauk lagi, " kata Sandra dengan senang hati.

Segera, Richard pergi mandi dan Julius menuju ke kamarnya yang luas, banyak hal yang muncul di benaknya. Dia melihat ruangan yang luas, tetapi sangat bersih. Julius merasa sangat nyaman di hatinya. Tentu saja, orang-orang yang paling peduli pada dirinya tetaplah kedua orang tuanya. Tampaknya, mereka juga datang setiap waktu untuk membantu membersihkan.Begitu membuka lemari, Julius menemukan pakaian lama yang dia kenakan tampak usang, tetapi masih terlihat bersih dan rapi. Dalam sekejap, Sandra berjalan masuk dan tersenyum pada Julius sambil berkata, "Kamarmu, kami selalu membantumu membersihkannya. Ngomong-ngomong, pakaianmu mungkin sedikit kecil. Selain itu, pakaian dari beberapa tahun yang lalu pasti sudah lama, kami tidak mengerti fashion anak muda. Ketika berbicara sampai di sini, Sandra melangkah masuk ke dalam dan memberikan uang tiga juta rupiah, dia meletakkannya di tangan Julius sambil berkata, "Kamu pergilah belanja besok dan membeli beberapa pakaian yang layak."

"Bu, aku tidak bisa menerima uang ini …." Julius mengembalikan uang itu pada Sandra dan berkata dengan jujur, "Bu, jangan khawatir. Aku punya uang. Apalagi, ke depannya nanti, aku ingin kalian bisa tinggal di vila. Karena selama ini kalian berdua telah begitu banyak menderita, bagaimana mungkin aku menggunakan uang kalian lagi. "

"Apakah kamu benar-benar punya uang?" tanya Sandra dengan ragu menatap ke arah Julius. Bagaimanapun juga, menurut Sandra, mungkinkah penolong mereka itu memberikan sejumlah uang pada Julius. Sepertinya beberapa ratus juta. Kalau tidak, bagaimana mungkin Julius bisa memberikan sisa uang sebanyak 40 juta lebih pada berandalan itu. Mana mungkin, mereka mau pergi begitu saja? Kelakuan berandalan itu siapa pun tahu, selama bertahun-tahun, mereka ditindas selalu.

"Bagaimana mungkin aku menipumu?" kata Julius tersenyum, "Baiklah, ayah sudah siap mandi. Mari kita makan," Setelah Julius mandi dan mengganti pakaian lamanya, sekeluarga duduk mengelilingi meja kecil dan mulai makan

"Ayah, kamu sudah lama tidak minum, 'kan?"

Baru saja, Richard minum seteguk alkohol, Julius tidak bisa menahan diri dan ingin bertanya. Richard termenung sebentar dan kemudian berpura-pura tersenyum berkata, "Bagaimana mungkin? Kamu juga tahu, aku hanya perlu satu teguk. Aku lelah setelah bekerja. Kalau aku minum beberapa teguk, tidur nanti akan terasa lebih baik, bukan?"

“Ya, ya, ya, dia memang sering minum," ucap Sandra cemas kalau Julius akan mengkhawatirkan mereka, Sandra juga menambahkan lagi, "Selain itu, kami setiap hari masih ada makan daging juga. Betul bukan?"

"Ya, benar. Kita sering ada makan daging," ujar Richard dengan tersenyum kaku.

Melihat akting keduanya, hati Julius kembali terasa menyesakkan. Kalau hari ini dia belum kembali, di meja pasti tidak akan ada alkohol dan sepiring besar daging bakar. Tentu hanya ada sepiring tumisan kentang juga sepiring sayur tumis. Daun-daun sayur itu pun terlihat agak menguning layu dan kelihatannya dipungut dari pasar.

"Kenapa termenung? Ayo, makanlah daging. Kamu di dalam sana, apa ada makan dan tidur dengan baik?" ujar Sandra melihat Julius termenung dan memberikan padanya dua potong daging.

"Oke, masih bagus. Bukan 'kah sudah kubilang, ada seseorang yang menolongku? Kalau tidak, mana mungkin aku keluar begitu cepat," ujar Julius memperlihatkan sebuah senyum di wajahnya dan menambahkan daging kepada orang tuanya, "Bu, makan lebih banyak. Lihatlah kalian begitu kurus. Terutama ibu, rambutnya pun telah memutih."

"Rambut ibumu seperti ini karena terlalu khawatir. Aku tidak percaya hal ini sebelumnya. Kalau orang terlalu khawatir bisa membuat rambut menjadi memutih. Haha! Tapi, lihatlah sekarang! Dia membuktikan hal ini padaku!" ujar Richard dengan senyum yang merendahkan diri sendiri, sementara hatinya terasa begitu pahit menerima semua ini.

"Jangan khawatir, aku tahu beberapa keterampilan medis sekarang. Rambut ibu, aku akan membuatnya menghitam lagi dan mengembalikan kecantikan ibu. Bahkan, lebih cantik dari sebelumnya," kata Julius sambil menepuk bahu Richard lalu pergi mengambil alkohol dan menuangkannya ke dalam gelas dan meminumnya.

"Dasar kamu ini! Sudah makin berani berbicara!" ucap Sandra, dia tidak menaruh harapan besar terhadap perkataan Julius. Sekarang, Julius telah kembali. Ada rasa bahagia yang terpancar dari wajahnya. Selama Julius telah kembali, mau hitam ataupun putih, hal ini tidaklah penting lagi.

"Omong-omong, Bu, ada apa dengan amplop itu?" tanya Julius sangat penasaran.

Kenapa seorang wanita berpakaian seperti seorang pengantar makanan itu menaruh amplop di depan pintu rumahnya. Sebelumnya, Sandra juga mengambil uang satu juta dari amplop itu.

Setelah berpikir sebentar, dia tidak sabar kembali bertanya, "Mungkin 'kah ada salah satu saudara dari keluarga kita ingin membantu?"

Mendengar hal ini, Richard tersenyum pahit dan berkata, "Haha! Dulu masih sering berhubungan, tapi sejak kamu dipenjara, sudah tidak berhubungan lagi."

Sandra juga berujar, "Memang begitu, bukan? Setelah kamu di penjara dan rumah barumu itu dijual, semua orang juga tahu kita berhutang seratus juta pada Keluarga Lafau jadi satu per satu dari mereka, memilih untuk menjauh dari kita."

"Begitu, 'kah? Kedua bibiku, juga paman tertua dan paman yang lainnya, tidak ada yang pernah membantu kita?" ucap Julius sedikit terkejut. "Terutama paman tertua, bukan 'kah keluarga mereka sangat kaya?"

Kemudian Sandra berujar, "Alasan paman tertua sangatlah banyak. Tak ada satu sen pun mereka pinjamkan pada kami. Sebenarnya takut kami tidak bisa mengembalikannya karena usia kami sudah tua dan sulit untuk bekerja lagi. Sebaliknya, keluarga bibimu itu meski tidak terlalu kaya. Tapi hanya dia saja yang mau membantu kita. Pinjaman itu sudah berjumlah seratus juta enam ratus ribu. Aku selalu mencatat semua pinjaman."

Mengenai hal ini, wajah Sandra berubah menjadi serius dan berkata, "Lius, kamu harus ingat kebaikan bibimu dan kembalikan uang mereka secepat mungkin. Demi hal ini, aku tahu dia sering bertengkar dengan pamanmu. Kemarin itu, saat bibimu sakit keras dan tidak ada uang untuk operasi. Akhirnya, sepupumu pergi meminjam uang ke mana-mana. Bahkan, sampai ke rentenir dengan bunga yang tinggi baru terkumpul uang untuk membayar biaya operasi itu."

"Ah!"

Mendengar hal ini, Richard mendesah dan berkata, "Waktu itu, sepupumu datang untuk meminjam uang dan kami tidak bisa membantu apa-apa karena tidak punya uang untuk mengembalikan padanya. Anak buah Keluarga Lafau meminta kami membayar sepuluh juta setiap bulannya, tetapi tidak pernah bisa membayar penuh, bagaimana bisa membantu bibimu lagi? Sepupumu sangat marah waktu itu, uang yang tersisa hanya beberapa ratus ribu, kami berikan padanya dan dibuangnya ke tanah dan pergi begitu saja."

Berbicara tentang hal ini, Richard meneguk satu tegukan besar alkohol dari gelasnya dan berkata, "Tapi, hal ini juga tak bisa menyalahkannya. Hanya kami yang terlalu tidak berguna dan bersalah pada mereka!"

"Ayah, aku mengerti." Julius mengangguk dan berkata lagi, "Jangan khawatir, kebaikan bibi ini pasti aku akan membalasnya berkali lipat."

Sandra mengambil amplop dan menyerahkannya pada Julius, "Mengenai amplop ini, kami tidak tahu siapa dia. Hanya saja, setiap bulannya selalu mengirimkan uang pada kami. Kadang sejuta lebih dan kadang hampir dua juta. Sering kali, dua juta rupiah. Di dalamnya, ada sebuah surat yang mengatakan dia adalah teman senasib dan sepenanggungan denganmu. Dia juga meminta kami untuk jangan cemas dan mengatakan kamu baik-baik saja, lalu uang ini kamu yang memintanya untuk dikirimkan kepada kami."

"Teman senasib sepenanggungan?"

Julius mengerutkan keningnya. Dia tidak percaya ada teman senasib sepenanggungan yang akan membantu orangtuanya sampai seperti ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status