Share

Bab 6 Pendarahan Otak Mendadak

"Julius, beneran kamu tidak mengenalnya?"

Richard Warren mengerutkan keningnya ketika melihat Julius tampak kebingungan. Dia tidak percaya ada orang yang memberikan bantuan tanpa pamrih.

Julius menggelengkan kepalanya, "Kalian belum pernah melihat tampangnya?"

Sandra Anderson menggelengkan kepalanya,"Tidak pernah. Setiap dia datang menghantarkan uang, dia hanya mengetuk pintu dua kali lalu buru-buru pergi. Jika ada kelihatan pun hanya bagian punggung saja. Biasanya dia datang sekitar tanggal 15 atau 16 setiap bulan dengan mengendarai motor listriknya, tetapi waktu kedatangannya tidak tentu, bisa di pagi hari ataupun malam hari."

Julius mengangguk dan berkata, "Ayah, Ibu. Kalian tidak usah khawatir, aku akan membalas budi baik orang yang telah membantu kita."

Setelah mengatakannya, dia berhenti sejenak lalu melanjutkan, "Bu, ibu jangan memulung sampah lagi, Ayah juga jangan bekerja di konstruksi lagi. Aku sudah pulang, ke depannya biar aku yang menjaga kalian."

Richard tersenyum pahit, "Kenapa begitu! Aku masih bisa bekerja beberapa tahun lagi, umurku baru lima puluh. Jika kelak tidak sanggup bekerja lagi, kita pensiun juga belum terlambat!"

Sandra menambahkan, "Benar, setelah keluar dari penjara kamu juga butuh uang, bagaimana mungkin kita tidak bekerja?"

Setelah Julius pikir-pikir dengan senyum ringan berkata, "Ayah, Ibu kalian tidak perlu khawatir masalah uang, uang yang diberikan orang baik itu masih tersisa banyak. Jika kalian bersikeras tetap memulung sampah dan bekerja di konstruksi lagi, aku akan ikuti kalian!"

Melihat Julius mulai marah, Sandra dengan senyum berkata, "Baiklah, sekarang kamu sudah kembali, hutang kita pada Tuan William juga sudah lunas, sekarang kita sudah bisa lega. Sudah saatnya menikmati hidup yang lebih baik."

Julius melihat Richard lalu berkata, "Lagian beberapa hari ini Ayah mengalami ketegangan lumbal yang menyebabkan pinggang Ayah sakit, jadi harus istirahat. Jika begini terus, hasil yang di dapat akan sia-sia saja!"

"Kenapa kamu bisa tahu pinggangku sakit dan mengalami ketegangan lumbal?"

Richard tercenggang, dia tidak pernah menceritakan masalah ini ke orang lain, bahkan istrinya sendiri pun tidak tahu. Memang beberapa hari ini pinggangnya kumat, karena takut mengeluarkan biaya lagi makanya dia pun menahan sakit dan tidak pergi ke rumah sakit.

"Richard, kenapa kamu tidak mengatakannya?"

Sandra menatapnya dengan marah, "Uang lebih penting atau kesehatan lebih penting? Jika Julius belum kembali dan kamu sudah tepar, untuk apalagi aku hidup?"

"Tidak perlu cemas, tidak parah. Besok-besok aku beli salep lalu mengoleskannya pasti akan membaik!"

Richard menjawab dengan tersenyum canggung.

"Ayah, yang paling penting mulai besok kamu jangan kerja di konstruksi lagi. Mengenai pinggangmu, aku ada obat cair, kamu cukup mengoleskannya, paling lama dua hari akan sembuh total!"

Julius mengatakannya sambil tersenyum sembari mengeluarkan sebotol obat dari sakunya dan menyerahkannya pada Richard.

"Benar, 'kah? Ha! Ha! Baguslah, bisa menghemat uang salep."

Richard menjawabnya dengan gembira.

Karena kepulangan Julius, kedua orang tuanya sangat gembira, sampai-sampai Richard minum banyak dan berbincang lama dengan Julius.

Keesokan harinya Richard bangun seperti biasa, dia meregangkan ototnya lalu berjalan. Dia baru menyadari pinggangnya yang sebelumnya terasa sakit saat berjalan, sekarang tidak sakit lagi.

Dia menekan pinggangnya dua kali untuk memastikan, ternyata tidak terasa sakit lagi.

"Sandra, sepertinya pinggangku sudah sembuh, tidak terasa sakit lagi!"

Richard dengan panik membangunkan Sandra.

"Benar, 'kah? Mujarab sekali, kemarin malam baru mengoleskan ke pinggangmu, bahkan kamu masih bisa merasakan sakitnya, 'kan?

Sandra bertanya seolah sulit mempercayainya.

"Tampaknya anak kita mendapat bantuan dari orang yang berilmu tinggi, sepertinya kita sudah bisa tenang!"

Richard tertawa sambil melanjutkan, "Sebentar lagi aku akan ke lokasi konstruksi mencari mandor dan mengajukan pengundurkan diri serta meminta mereka untuk menghitung gajiku."

"Baik, aku pergi melihat Julius apakah sudah bangun atau belum, pagi ini kita makan enak, nanti kita beli pao."

Ketika teringat Julius telah kembali ke rumah, Sandra kelihatan lebih muda dari biasanya, wajahnya penuh tawa dan semangatnya pun bertambah.

Tidak lama kemudian, Sandra kembali dan berkata, "Anak ini, pagi sekali dia keluar, kemungkinan besar pergi beli baju!"

"Hei! Jangan pedulikan, asalkan dia ke depannya mencari pekerjaan yang baik dan mulai bekerja dengan baik, kita juga tenang!"

Richard menghela napas lalu melanjutkan, "Aku beristirahat beberapa hari, selanjutnya aku akan mencari pekerjaan yang agak ringan."

Saat ini Julius berada di taman yang tidak jauh dari rumahnya untuk berjalan-jalan, memandang taman yang tidak asing ini, dia pun tertawa, mengira Catherine Estherville akan menunggunya, pada kenyataannya hanya kenaifan sendiri saja.

"Kakek, kamu kenapa? Ada apa denganmu?"

Saat Julius terlarut dalam masa lalunya, tiba-tiba salah satu paviliun yang ada di taman terlihat seorang wanita cantik dengan pakaian bermotif bunga-bunga sedang menjerit.

Julius memandang ke arah tersebut, dia menemukan seorang kakek yang sudah terbaring di lantai dengan posisi muka memerah dan sulit untuk berbicara.

Pria paruh baya yang bermain catur dengan kakek pun terkejut, dengan panik dia berkata, "Kakek Stewart, kamu ... ada apa denganmu?"

Setelah melihat, Julius secepatnya langsung mendekat.

"Pendarahan otak mendadak!"

Dengan cepat Julius mengatakannya setelah mengamati secara teliti.

"Astaga, ini ... Bagaimana ini? Telepon 120!"

Setelah mendengar pendarahan otak, wanita berparas manis dan berpakaian motif bunga itu syok sampai wajahnya pucat.

"Tidak masalah, biar aku saja!" ucap Julius.

Julius membaringkan kakek dengan posisi mendatar, jari-jarinya menyentuh di beberapa tempat titik akupunktur kakek.

"Tarik napas!"

Sebelumnya kakek yang kesulitan bernapas, seketika raut mukanya menjadi lebih baik dan kakek pun menarik napas panjang seolah dia telah mendapatkan ketenangannya kembali.

"Kek, minum pil ini!"

Julius mengeluarkan pil lalu memasukan pil itu ke dalam mulut kakek

"Ini ada air!"

Wanita berpakaian motif bunga itu berkata sambil memberikan sisa setengah air mineral yang ada di atas meja ke Julius.

Setelah kakek meminum obat tersebut, selang satu jam, keadaan kakek akhirnya kembali normal.

"Anak muda, Aku merasa tadi sudah hampir mati, mata saya sudah hampir gelap, untung ada kamu!"

Kakek melihat tampang laki-laki yang ada di depannya seperti preman-premen yang ada di jalanan karena rambutnya yang panjang, pakaiannya yang sudah lama dan menyusut.

Namun tidak bisa memungkiri anak muda ini yang telah menyelamatkannya.

"Kakek, baik-baik saja, 'kan?"

Kepala pengawal bertanya kepada kakek, saat ini beberapa pengawal yang mengenakan jas hitam yang sebelumnya ada di pinggir jalan juga datang mendekat.

"Tidak apa-apa, berkat bantuan anak muda ini, sekarang aku baik-baik saja!"

Kakek Stewart menjawab sambil mengisyaratkan mereka untuk pergi dengan mengayun-ayunkan tangannya.

"Benar, 'kah tadi pendarahan otak? Obat apa yang kamu berikan pada kakekku?"

Natalie Russo mengerutkan keningnya, melihat tampang anak muda ini, dia merasa curiga.

Tadinya dia panik, tidak tahu apa yang bisa dilakukan, makanya dia membiarkannya melakukan penyelamatan.

Setelah dipikir-pikir dia memang agak teledor. Jika orang ini premen yang sudah berpengalaman atau kakek bukan pendarahan otak? Atau pun orang ini punya maksud tertentu?

Lagi pula, Keluarga Russo mempunyai status dan kedudukan yang berbeda dengan keluarga lainnya di Kota Carazon ini.

"Kamu meragukan keterampilan medisku?"

Julius mengerutkan kening dan merasa tidak senang mendengar ucapan Natalie.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status