Dafa sampai di rumah. Sang Ibu membuka pintu rumah dan mempersilahkan anaknya untuk masuk.
"Wah ada apa nih? Kok wajah anak Mama hari ini kelihatan sumringah?"
"Dafa mau nikah Ma.
"Hah? Sama siapa?"
"Namanya Senja Malini. Tapi, dia seorang janda."
"Janda? Punya anak apa nggak?"
"Ada dua orang anaknya, Ma. Gimana menurut Mama?"
"Dua orang anak? Laki laki atau perempuan anaknya?"
"Perempuan Ma. Dua anak perempuan. Dan mereka kembar."
Wajah Ayu terlihat cemberut. Seakan Ayu merasa kecewa dengan pilihan Dafa.
"Mama nggak setuju ya? Tapi Dafa sayang banget sama Senja dan kedua anaknya. Mereka membuat kehidupan Dafa jadi lebih berarti."
"Eh siapa yang bilang nggak setuju? Mama setuju banget! Kapan kamu mau mengenalkan Mama sama Senja?"
Dafa yang berbahagia mendengar ucapan Ibunya, langsung memeluk Ibunya dengan erat.
"Sekarang Ma? Mama mau nggak?"
Ayu melirik ke arah jam dinding rumahnya, yang saat ini sedang menunjukkan pukul delapan malam.
"Apa nggak terlalu malam kita ke sana?"
"Nggak lah Ma. Mereka pasti seneng banget lihat Mama. Oh ya Ma, sebenarnya kita ini sudah bertukar cincin," tutur Dafa.
"Tunangan maksudnya? Apapun itu, asal kamu bahagia, Mama juga akan bahagia."
Ayu dan Dafa berangkat ke rumah kontrakan Senja.
****
"Tok! Tok! Tok!"
"Siapa yang datang ke sini malam malam begini?"
Senja berjalan ke arah pintu dan membuka pintu rumah. Ia terkejut melihat Dafa dan Ayu berdiri di depan pintu rumahnya.
"Hai sayang. Selamat malam. Ehm Mamaku ingin sekali ketemu sama kamu."
"Maaf kami datang dadakan begini," ucap Ayu.
"Tante, si silahkan masuk." Senja gugup tapi meskipun begitu ia tak lupa mencium punggung tangan sang Ibu mertua.
Ketiganya duduk di sofa. Dan mulai mengobrol.
"Senja sudah berapa lama kenal dengan Dafa?"
"Sudah lima bulan Tante," jawab Senja.
Shanum dan Salsa mengintip dari kamar mereka. Dafa segera memanggil si kembar agar ikut duduk bersama di ruang tamu.
"Sini sayang!"
Si kembar berlarian dan duduk saling berhimpitan di dekat Ibu mereka. Sesekali Shanum dan Salsa menatap wajah Ayu.
"Kalian nggak mau kenalan sama Oma?"
Kata kata Ayu benar benar membuat Senja meleleh. Ia tak menyangka, jika Ibu dari suami barunya ini akan menerima dengan tulus kedua anak kembarnya.
"Aku Salsa."
"Aku Shanum, Oma namanya siapa?"
"Namaku Ayu, kalian bisa memanggilku dengan sebutan Oma Ayu." Wanita paruh baya itu menjawab sambil tersenyum dengan ramah.
"Gimana kalau kita makan di luar?"
Ayu mengusulkan, semua orang tampak tercengang mendengar ucapan Ayu.
"Kalau Mama yang minta, siapa yang berani menolak?"
Senja dan kedua anaknya berganti pakaian. Setelah mereka siap, mereka semua berangkat ke restoran.
****
Mereka datang ke restoran yang menyediakan western food. Semua orang duduk dan mulai memilih menu makanan mereka. Ayu dan Dafa memilih steak daging sapi.
"Aku steak Wagyu medium," ucap Ayu.
"Aku steak Wagyu juga tapi rare," tutur Dafa.
Waitress dengan cekatan menulis pesanan Dafa dan juga Ayu. Si kembar yang penasaran dengan pesanan Ayu dan Dafa jadi ikut ikutan memesan steak Wagyu.
"Kami juga mau steak Wagyu," tutur Shanum.
"Ya! Aku yang rare dan Shanum yang medium," ucap Salsa.
Senja melongo kaget mendengar menu yang dipesan oleh kedua anaknya.
"Tapi kalian belum pernah makan makanan yang seperti itu sebelumnya. Jangan memesan makanan, jika kalian tidak akan menghabiskannya!"
"Kami akan habiskan. Kami janji."
"Biarkan saja Senja. Biarkan mereka mencicipi. Namanya juga masih anak anak. Mereka pasti penasaran dengan makanan yang baru mereka dengar," sahut Ayu.
Senja tak bisa berkutik. Karena kali ini, sang Ibu mertua ikut bicara.
"Baiklah. Kalau begitu aku pesan nasi goreng seafood saja," ucap Senja.
Sembari menunggu makanan mereka datang, Ayu terus mengajak Senja untuk mengobrol. Karena ia benar benar tertarik dengan Senja.
"Jadi apa pekerjaanmu?"
"Ya? Tante?"
"Pekerjaanmu? Ada dua anak yang harus diberi makanan. Jadi kamu pasti bekerja kan?"
"Saya hanya berjualan kue saja. Saya titipkan ke warung warung dekat rumah orang tua saya."
"Rumah orang tua kamu dimana? Yang tadi itu bukan rumah orang tua kamu?"
"Bukan Tante. Rumah itu."
Senja berhenti bicara karena Dafa menyela pembicaraan mereka.
"Senja ingin mandiri. Jadi dia menyewa rumah sendiri. Mereka baru pindah, kemarin."
"Oh begitu. Prinsip kamu bagus sekali. Saya suka itu."
"Tante nggak mempermasalahkan, jika saya seorang janda?"
"Tidak sayang. Karena kamu mandiri. Keuangan kamu terlihat cukup bagus. Dan Dafa bisa jadi Ayah bagi anak anak kamu."
"Kebohongan macam apa ini? Kenapa Mas Dafa mengatakan jika rumah itu, aku sewa sendiri?" Senja bicara dalam hati.
Setelah beberapa saat menunggu, makanan yang mereka pesan sudah dihindangkan di atas meja.
Semua orang mulai menyantap makanan pesanan mereka. Termasuk juga Shanum dan Salsa yang nampak sibuk memegang pisau di tangan mereka.
Si kembar yang pertama kali makan steak, agak kesulitan memegang pisau dan tak bisa memotong daging steak dengan benar.
Akhirnya, daging steak melompat ke wajah Ayu. Ayu tersentak kaget, hingga garpu yang ia pegang jatuh ke lantai restoran.
Pakaian Ayu juga terlihat kotor terkena saus steak. Ayu dengan wajah kesal menuju ke toilet.
"Aduh kalian ini gimana sih? Kan Mama sudah bilang jangan makan steak," tutur Ayu.
"Maaf Ma," ucap Shanum.
"Sudah sayang. Jangan marahi mereka. Hal ini biasa terjadi. Masalah kecil, nggak perlu dibesar besarkan." Dafa membela Shanum dan Salsa.
"Tapi Mama kamu gimana? Pasti Mama kamu bakal marah banget!"
Dari arah toilet, Ayu datang dengan wajah serius.
"Ayo kita pulang Dafa. Maaf Senja, kami harus pulang. Tante nggak bisa melanjutkan makan malam bersama dengan kondisi seperti ini."
"Tapi Ma, Ayu sama anak anaknya gimana? Mereka pulang naik apa?"
"Naik taksi. Atau suruh supir kita yang lain, untuk mengantarkan mereka."
"Lalu siapa yang akan membayar semua tagihan makanan ini? Mana yang dipesan makanan mahal, uang yang dikasih Mas Dafa cukup nggak ya untuk bayar makanan ini?" Senja bicara dalam hati. Sementara Dafa dan Ibunya sudah pergi dari sana.
Senja meminta kedua anaknya untuk menyelesaikan makan malam mereka.
"Sayang, kalian habiskan makanannya ya. Mama akan bantu untuk memotong dagingnya jadi lebih kecil."
Si kembar makan dengan lahap. Termasuk juga Senja yang menikmati nasi goreng yang sudah ia pesan. Mereka makan hingga suapan terakhir.
Saat ini, tibalah bagi Senja untuk membayar makanan. Senja memanggil Waitress. Dan Waitress segera menyodorkan jumlah tagihan yang harus dibayarkan oleh Senja.
Senja melotot kaget, ketika melihat deretan angka yangberjajar rapi.
"Dua juta seratus ribu."
"Iya benar Bu. Ibu bisa membayar kami menggunakan kartu ataupun uang cash."
Senja benar benar kebingungan sekarang.
"Apa bisa saya bayar separuh cash dan separuh lagi menggunakan kartu?"
"Oh maaf sesuai dengan peraturan yang ada di restoran kami, pembayaran split tidak bisa diterima ya Bu."
Waitress melihat ada gelagat aneh dengan Senja.
"Wah orang nggak mampu nih rupanya. Bergaya makan di restoran." Waitress bicara dalam hati sembari melirik dan memberikan isyarat ke arah dua lelaki berbadan kekar yang berdiri dekat dengan pintu masuk.
Dua lelaki berbadan kekar mulai mendatangi Senja.
"Ya Tuhan, bagaimana sekarang?" erang Senja hampir menangis.
"Aku harus bagaimana sekarang?" Senja mulai menangis karena ia tak memiliki uang cash yang cukup."Apa ada mesin ATM di dekat sini?" "Ada Bu, di ujung jalan sana." Waitress menjawab dengan raut wajahnya yang ketus.Senja berpikir, ia akan pergi ke mesin ATM untuk mengambil sejumlah uang cash namun tepat saat ia bangkit berdiri dari kursi, Dafa sudah ada tepat di belakangnya."Tenanglah," ucap Dafa."Ini uangnya." Dafa memberikan sejumlah uang kepada Waitress. Senja menutup mata dan bernafas lega karena pertolongan datang tepat waktu."Mas yang tadi, aku minta maaf. Aku benar benar minta maaf! Tapi, Mas kok bisa ada di sini lagi? Bukannya tadi Mas nganterin Mama pulang ya?""Iya, nggak apa apa kok. Mama juga nggak marah. Mama pulang sama supirnya.""Lalu kenapa Mama kamu pergi gitu aja?""Mama itu mengidap OCD. Jadi kalau Mama kena percikan bumbu atau cairan apapun yang mengotori pakaiannya, ya kambuh deh. Mama harus pulang harus mandi. Aku nggak bisa jelasin secara detailnya."Senja
Senja duduk di kursi tamu, pipinya terlihat basah karena air mata yang tak mau berhenti mengalir. "Kenapa Mas Dafa pergi?" Senja menggulir layar ponselnya ke atas dan ke bawah. Matanya memang tertuju pada layar ponsel, tapi pikirannya terbang tak tentu arah.Terdengar suara deru mesin mobil. Dan pintu yang terbuka. Tapi Senja yang terlanjur sedih, tak menghiraukan suara suara yang terdengar di telinganya."Sayang, kamu kenapa?" Dafa baru saja pulang, dengan membawa sebuah buket bunga mawar merah.Senja menatap Dafa, memindai wajah suaminya dengan hati hati. Ia merasa jika saat ini, ia sedang bermimpi dan apa yang ia lihat tidaklah nyata."Sayang! Kenapa hanya diam saja?" Dafa meraba pipi istrinya dengan lembut.Sedangkan Senja, langsung mencubit pipi Dafa dengan kasar. Membuat pria berbadan tegap ini mengerang kesakitan."Aw! Apa apaan ini? Kenapa mencubitku?"Mendengar Dafa berteriak, Senja pun meminta maaf atas apa yang telah ia perbuat."Ma maaf! Aku kira Mas itu cuma bayangan s
Senja melepaskan tangan Dafa yang memegangi lengannya dengan cukup kuat. Ia berlari ke halaman tapi mobil yang dikendarai oleh mertuanya sudah sampai ke luar pagar.Senja berlari sampai ke arah pagar. Tapi security dengan segera menutup pintu pagar."Senja! Tenanglah. Mama nggak akan menyakiti mereka," tutur Dafa."Tapi Mas, Mama mau bawa mereka kemana? Baju Shanum basah, dia bahkan belum sempat ganti baju. Kalau dia masuk angin gimana?""Masalah baju, pasti Mama akan membelikan mereka baju baru. Tapi kemana mereka, aku juga tidak tahu!"Senja mulai menangis. Ia merasa sedih ketika mengingat anak anaknya yang merengek saat dipaksa masuk ke dalam mobil."Maafin Mama. Mama salah sama Shanum dan juga Salsa," ucap Senja bermonolog."Sayang, jangan khawatir. Mereka akan baik baik saja." Dafa mencoba untuk menenangkan istrinya.Senja tak menghiraukan ucapan Dafa. Ia berlari dan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, sudah ada Bi Sari yang sedang menyapu teras."Bi Sari, tadi Bibi yang bicara
Senja sedang berjongkok di dekat freezer box sambil menutupi wajah menggunakan kedua tangannya. Kompor kaca yang digunakan oleh Senja untuk membuat kaldu udang, pecah dan serpihan kacanya berserakan kemana mana."Ya ampun Non! Kenapa bisa jadi seperti ini?" Bi Sari memegangi kepalanya dengan mulut menganga karena kaget."Maafkan saya Bi. Saya tidak sengaja melakukannya.""Waduh gawat! Sudah jam berapa sekarang? Dan kamu masih belum masak. Mama sebentar lagi akan pulang. Lalu kita akan bilang apa sama Mama kalau kamu belum masak?" Dafa lebih panik melihat reaksi Ibunya saat mendapati menantu perempuan keluarga Suryaningrat tidak menjalankan tugas wajib."Beli saja, Pak," tutur Bi Sari.Awalnya Dafa hendak menolak, namun karena tak ada waktu lagi, Dafa menerima usulan Bi Sari."Ya Bi. Kalau begitu, Bibi tolong bereskan kekacauan yang ada di dapur ini ya. Saya akan memesan makanan."Senja menatap kekacauan yang ada di dapur, dengan perasaan campur aduk."Sayang, kamu tadi mau masak apa?
Senja mengusap bulir bening yang menetes di pipinya lalu menuju ke dapur. Ia hendak membantu Bi Sari untuk mencuci piring ataupun mengerjakan pekerjaan rumah yang lainnya. Tapi Bi Sari meminta Senja untuk duduk duduk saja di ruang tamu."Aduh Non. Jangan bantuin Bibi. Non itu adalah menantu rumah ini. Menantu rumah dilarang melakukan pekerjaan kasar. Jadi urusan cuci piring dan yang lainnya biar saya yang kerjakan. Non, duduk duduk saja di ruang keluarga.""Tapi saya bosen Bi. Masa saya di sini nggak ngerjain apa apa," sahut Senja."Ya memang begitu adanya Non. Kecuali kebiasaan yang ada di rumah ini, soal menantu baru yang wajib memasak di hari pertama setelah pernikahan.""Begitu ya Bi. Oh iya, di rumah sebesar ini apa cuma Bibi yang bertugas membersihkan rumah?" Senja penasaran."Tidak Non. Ada banyak yang seperti Bibi. Tapi di rumah paviliun.""Rumah paviliun?" Senja heran."Iya rumah paviliun. Rumah ini kan rumah induk. Yang tinggal di sini, hanya Bu Ayu dan Pak Respati. Jadi pek
"Mas Dafa! Ini nggak seperti yang Mas pikirkan." Senja berusaha menjelaskan.Namun pandangan Dafa tidak sedang tertuju pada wajah cantik istrinya. Dafa malah sibuk melihat si pria dengan tatapan tajam."Beraninya kau menyentuh istriku!" Dafa bicara dengan mata melotot."Kejadian yang barusan itu bukan kesengajaan!" Si pria menjawab."Lalu apa?" Si pria tak menjawab. Ia malah pergi begitu saja dari hadapan Dafa. Sedangkan Senja segera meraih tangan suaminya, agar lebih tenang."Mas, dia tadi ke sini dan menaruh garam pada saus saladku. Rasa saus saladku pasti sudah keasinan sekarang. Dan aku ingin mengusir dia dari sini. Aku juga nggak tahu siapa dia. Aku nggak kenal dia." Senja berusaha menjelaskan."Jangan dekati dia lagi. Dan tidak usah bicara dengannya!" Dafa bicara sebentar setelah itu ia pergi ke kamar Ibunya.****Acara makan malam pun tiba. Semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan. "Kejutan!" Ayu bicara sembari menggandeng tangan kecil Shanum dan Salsa.Senja men
"Senja, tolong jaga nada bicaramu agar tetap pelan. Jangan buat keributan. Kita ini sedang kedatangan banyak tamu!" Ayu menyahut.Karena Ibu mertuanya sendiri yang menegur, Senja pun kembali duduk ke kursinya. Namun Senja masih menatap dengan tajam ke arah Lily dan juga Dafa.Bahkan ketika acara makan malam sudah dimulai, Senja tidak bisa menikmati setiap suapan yang masuk ke dalam mulutnya karena ia tengah dibakar oleh api curiga."Sst! Makanlah dengan fokus!" Pria yang duduk di dekat Senja malah lebih mengkhawatirkan cara makan Senja yang terkesan berantakan.Senja menoleh dengan kerutan di keningnya. Ia tak menyangka, jika ada pria lain yang akan memperhatikannya sedetail itu."Kenapa melihatku seperti itu? Ayo cepat makanlah! Kau butuh tenaga untuk menghadapi setiap tantangan hidup!" Si pria kembali bicara."Tantangan apa maksudmu? Kenapa kau bicara denganku? Kita kan tidak saling mengenal!" "Aku mengenalmu." Si pria menjawab dengan singkat.Ketika Senja dan si pria sedang bicara
"Wanita tidak tahu malu!" Senja bicara dengan suara pelan namun dengan nada cukup tegas. Sorot matanya yang tajam, memindai wajah Lily secara keseluruhan.Tanpa diduga, Lily menampar balik wajah Senja. "PLak!"Senja yang tidak terima dengan perilaku Lily, langsung menarik rambut Lily. Hingga beberapa helai rambut Lily terlepas.Keduanya mulai saling jambak dan juga saling mengumpat. Membuat semua orang, menoleh ke arah mereka. "Hentikan! Jangan seperti ini! Kalian ini seperti anak kecil saja!" Dafa mencoba melerai.Namun ucapan Dafa, tidak didengar oleh kedua wanita yang tengah dilanda api cemburu tersebut."Dafa adalah suamiku! Jangan dekati dia lagi!""Apa kau bilang?" Lily bertanya dengan serius.Ketika pertikaian yang terjadi semakin tak terkendali, Ayu datang dan melerai mereka berdua."Senja, hentikan tindakan bod0hmu ini. Kau ini adalah seorang ibu dari dua orang anak. Kendalikan emosi yang ada pada dirimu!" Ayu menasehati."Tapi wanita tidak jelas ini, sejak tadi terus mengg