"Vania, ngapain kamu di sini?" Dafa menjaga jaraknya dengan Vania agar tidak terlalu dekat.
"Lagi makan es krim lah. Oh ya Mas ke sini sama siapa?"
"Mau tahu aja kamu!" Dafa menjawab dengan ketus lalu pergi menjauhi Vania.
Vania sejak dulu menjadi penggemar Dafa, berulang kali Vania menyatakan cinta. Tapi Dafa menolaknya.
Dafa melihat ke kanan dan kiri. Ia mencari dimana keberadaan Senja.
Saat itu Senja tengah bermain ayunan bersama kedua anaknya. "Syukurlah! Senja tidak melihat Vania dan aku berduaan tadi. Kalau tidak, Senja pasti akan cemburu."
Dafa kembali lagi ke meja kasir dan mulai memesan es krim lagi. Ia membeli dua es krim rasa coklat strawberry dan dua lagi rasa coklat dengan taburan kacang almond di atasnya.
"Es krim datang!" Dafa membawa nampan berisi empat mangkuk es krim.
"Hore!" Shanum dan Salsa kegirangan.
"Ayo kita duduk di sebelah sana!" Dafa menunjuk sebuah saung yang ada di bawah pohon Eboni.
Anak anak dengan semangat berlarian ke arah saung. Sesampainya di sana, mereka makan es krim dengan lahap.
"Seneng nggak Om ajak ke sini?" tanya Dafa.
"Seneng banget!" seru Shanum.
"Besok kita ke sini lagi ya Om?" tanya Salsa.
"Ya sayang."
Semua orang berbincang sambil menikmati es krim. Suasana terasa sangat menyenangkan.
Usai menyantap es krim, mereka kembali pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan pulang, si kembar bermain dengan seru. Saling menggelitik satu sama lain, hingga suara tawa mereka terdengar cukup kencang. Dan tanpa disadari, ikat rambut milik Shanum terlepas dan jatuh ke bawah mobil.
"Sayang kalau bercanda, suaranya jangan kencang kencang dong! Nanti Om Dafa nggak bisa konsentrasi menyetir," Senja mengingatkan kedua anaknya.
"Iya Mama sayang!" Si kembar menjawab dengan kompak.
Dafa melirik Shanum dan tersenyum kepadanya.
"Kamu emang wanita yang paling hebat, yang pernah aku temui. Saat bersama kamu, aku merasa jadi lelaki yang paling sempurna," tutur Dafa.
"Ah Mas ini bisa aja! Aku itu nggak istimewa. Aku biasa saja, Mas."
"Kamu normal, kamu memiliki dua orang anak perempuan yang cantik. Dan aku bisa menjadi Ayah bagi mereka."
Ucapan Dafa, secara tidak sengaja didengar oleh Shanum dan Salsa.
"Om Dafa, mau jadi Ayah kita?" Shanum jadi penasaran.
"Iya sayang. Kalian seneng nggak kalau Om jadi Ayah kalian?"
"Seneng sekali!"
Kedua anak kecil yang masih sangat polos ini, tak begitu paham mengenai hubungan Ibunya dengan si lelaki bernama Dafa. Mereka hanya mengira jika Dafa hanyalah sebatas teman saja untuk Senja.
Tanpa terasa, mereka sudah sampai di rumah. Senja dan kedua anaknya turun dari mobil.
"Mas, nggak ikutan turun?"
"Mas mau ke rumah Ibu. Mau bicarain soal pernikahan kita. Kita nggak mungkin hidup tanpa ikatan tali pernikahan. Iya kan?"
"Iya Mas," sahut Senja sambil tersenyum.
"Oh iya, ini uang buat kamu. Kalian makan yang bener ya. Kalau nggak sempat beli gas, nggak usah masak. Beli aja makanan matang. Di sini ada banyak warung. Kalau malas keluar, kamu pesan online saja." Dafa mengeluarkan dompet dan mengambil sepuluh lembar uang seratus ribuan. Ia menyerahkan uang itu kepada Senja.
"Uang apa ini, Mas?" Senja canggung menerima uang milik Dafa.
"Uang buat jajan anak anak. Besok Mas ke sini lagi. Malam ini, Mas harus nginep dulu di rumah Ibu. Kalau nggak ada halangan, dua atau tiga hari lagi kita resmikan pernikahan kita." Dafa mengatakan hal ini sambil menatap dalam.
Senja pun mengangguk mantap. Dafa melambaikan tangan dan berpamitan. Mobil Dafa dengan cepat menghilang dari pandangan Senja.
"Sayang, ayo kita masuk ke dalam," ucap Senja kepada kedua anaknya yang saat ini tengah asyik bermain di bawah pohon ceri.
Shanum dan Salsa mengikuti ucapan sang Ibu. Mereka masuk ke dalam rumah dan langsung menuju ke kamar.
"Aku mau nonton kartun," tutur Salsa.
"Iya, ayo kita nonton," sahut Shanum.
Senja melihat raut kebahagiaan yang terpancar dari kedua wajah anak kembarnya.
"Setelah sekian lama, Shanum dan Senja bisa tersenyum dan bebas melakukan apapun yang mereka inginkan. Terima kasih ya Mas. Karena kebaikan hatimu, kami bisa sebahagia ini sekarang," ucap Senja bermonolog dalam hati sambil melamunkan Dafa.
"DRrt!" Ponsel milik Senja berbunyi.
Senja meraih ponselnya dari tas, dan melihat ada sebuah pesan teks singkat yang masuk ke ponselnya. Isi pesan itu, membuat Senja mengerutkan keningnya.
"Dasar pelac*r!"
Sepenggal kata umpatan dari nomor tidak dikenal, membuat Senja shock.
"Siapa ini? Kenapa mengolok olok aku seperti ini?" Senja mencoba untuk menghubungi si pemilik nomor.
Namun hingga berkali kali Senja mencoba untuk menelepon, si pemilik nomor tidak mau menjawab panggilan yang masuk.
"Kenapa dia mau mengangkat telepon dariku? Siapa dia ini?" Senja penasaran.
Tak selang berapa lama, nomor asing itu kembali mengirimkan sebuah pesan.
"Tenang pelac*r, aku bukanlah musuhmu. Aku ada di pihakmu!"
Kalimat yang baru saja masuk ke ponsel Senja, benar benar membuat Senja frustasi.
"Apa apaan ini! Kenapa dia terus mengirimkan pesan dengan kata kata yang tidak pantas?"
Sedetik kemudian, terdengar suara ketukan pintu.
"Paket!" seorang lelaki menggunakan jaket warna hijau berteriak di depan rumah Senja.
Senja membuka pintu rumah, ia terkejut melihat kurir pengantar paket yang membawa sebuah kotak berukuran lumayan besar.
"Paketnya Bu!"
"Tapi saya nggak pesan paket!"
"Ibu namanya Senja Maharani kan?"
"Iya, tapi saya nggak merasa pesan apa apa!"
"Ini kiriman dari Pak Dafa!"
Setelah mengatakan nama Dafa, Senja baru mau menerima paket besar tersebut.
Senja meletakkan paket itu di atas meja tamu. Dan kurir yang mengantar paket sudah pergi dari rumahnya.
"Paket apa ini?" Senja membuka paket tersebut. Setelah dibuka, ternyata isi paket itu adalah buket bunga mawar dan sekotak coklat.
Dan ada sebuah kertas yang berisi tulisan terselip di dalam kotak coklat. "Terima kasih sudah mau menjadi bagian terpenting dalam hidupku."
Senja tersenyum melihat pemberian Dafa, tapi handphonenya kembali mendapatkan sebuah pesan teks singkat.
"Pelac*r, aku akan membantumu supaya cepat menikah dengan pujaan hatimu itu!"
"Pasti hanya orang iseng." Kali ini Senja mengabaikan pesan singkat yang masuk.
"PranG!" Suara kaca yang dilempari menggunakan batu, terdengar oleh Senja.
Senja dengan buru buru keluar dari rumah. Dari kejauhan, terlihat seorang lelaki mengenakan topi baseball sedang berdiri menatap ke arah Senja.
"Siapa dia? Apakah dia yang barusan mengirimkan pesan teks itu?"
Dafa sampai di rumah. Sang Ibu membuka pintu rumah dan mempersilahkan anaknya untuk masuk."Wah ada apa nih? Kok wajah anak Mama hari ini kelihatan sumringah?" "Dafa mau nikah Ma."Hah? Sama siapa?""Namanya Senja Malini. Tapi, dia seorang janda.""Janda? Punya anak apa nggak?" "Ada dua orang anaknya, Ma. Gimana menurut Mama?" "Dua orang anak? Laki laki atau perempuan anaknya?" "Perempuan Ma. Dua anak perempuan. Dan mereka kembar."Wajah Ayu terlihat cemberut. Seakan Ayu merasa kecewa dengan pilihan Dafa."Mama nggak setuju ya? Tapi Dafa sayang banget sama Senja dan kedua anaknya. Mereka membuat kehidupan Dafa jadi lebih berarti.""Eh siapa yang bilang nggak setuju? Mama setuju banget! Kapan kamu mau mengenalkan Mama sama Senja?" Dafa yang berbahagia mendengar ucapan Ibunya, langsung memeluk Ibunya dengan erat."Sekarang Ma? Mama mau nggak?"Ayu melirik ke arah jam dinding rumahnya, yang saat ini sedang menunjukkan pukul delapan malam."Apa nggak terlalu malam kita ke sana?""Ngg
"Aku harus bagaimana sekarang?" Senja mulai menangis karena ia tak memiliki uang cash yang cukup."Apa ada mesin ATM di dekat sini?" "Ada Bu, di ujung jalan sana." Waitress menjawab dengan raut wajahnya yang ketus.Senja berpikir, ia akan pergi ke mesin ATM untuk mengambil sejumlah uang cash namun tepat saat ia bangkit berdiri dari kursi, Dafa sudah ada tepat di belakangnya."Tenanglah," ucap Dafa."Ini uangnya." Dafa memberikan sejumlah uang kepada Waitress. Senja menutup mata dan bernafas lega karena pertolongan datang tepat waktu."Mas yang tadi, aku minta maaf. Aku benar benar minta maaf! Tapi, Mas kok bisa ada di sini lagi? Bukannya tadi Mas nganterin Mama pulang ya?""Iya, nggak apa apa kok. Mama juga nggak marah. Mama pulang sama supirnya.""Lalu kenapa Mama kamu pergi gitu aja?""Mama itu mengidap OCD. Jadi kalau Mama kena percikan bumbu atau cairan apapun yang mengotori pakaiannya, ya kambuh deh. Mama harus pulang harus mandi. Aku nggak bisa jelasin secara detailnya."Senja
Senja duduk di kursi tamu, pipinya terlihat basah karena air mata yang tak mau berhenti mengalir. "Kenapa Mas Dafa pergi?" Senja menggulir layar ponselnya ke atas dan ke bawah. Matanya memang tertuju pada layar ponsel, tapi pikirannya terbang tak tentu arah.Terdengar suara deru mesin mobil. Dan pintu yang terbuka. Tapi Senja yang terlanjur sedih, tak menghiraukan suara suara yang terdengar di telinganya."Sayang, kamu kenapa?" Dafa baru saja pulang, dengan membawa sebuah buket bunga mawar merah.Senja menatap Dafa, memindai wajah suaminya dengan hati hati. Ia merasa jika saat ini, ia sedang bermimpi dan apa yang ia lihat tidaklah nyata."Sayang! Kenapa hanya diam saja?" Dafa meraba pipi istrinya dengan lembut.Sedangkan Senja, langsung mencubit pipi Dafa dengan kasar. Membuat pria berbadan tegap ini mengerang kesakitan."Aw! Apa apaan ini? Kenapa mencubitku?"Mendengar Dafa berteriak, Senja pun meminta maaf atas apa yang telah ia perbuat."Ma maaf! Aku kira Mas itu cuma bayangan s
Senja melepaskan tangan Dafa yang memegangi lengannya dengan cukup kuat. Ia berlari ke halaman tapi mobil yang dikendarai oleh mertuanya sudah sampai ke luar pagar.Senja berlari sampai ke arah pagar. Tapi security dengan segera menutup pintu pagar."Senja! Tenanglah. Mama nggak akan menyakiti mereka," tutur Dafa."Tapi Mas, Mama mau bawa mereka kemana? Baju Shanum basah, dia bahkan belum sempat ganti baju. Kalau dia masuk angin gimana?""Masalah baju, pasti Mama akan membelikan mereka baju baru. Tapi kemana mereka, aku juga tidak tahu!"Senja mulai menangis. Ia merasa sedih ketika mengingat anak anaknya yang merengek saat dipaksa masuk ke dalam mobil."Maafin Mama. Mama salah sama Shanum dan juga Salsa," ucap Senja bermonolog."Sayang, jangan khawatir. Mereka akan baik baik saja." Dafa mencoba untuk menenangkan istrinya.Senja tak menghiraukan ucapan Dafa. Ia berlari dan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu, sudah ada Bi Sari yang sedang menyapu teras."Bi Sari, tadi Bibi yang bicara
Senja sedang berjongkok di dekat freezer box sambil menutupi wajah menggunakan kedua tangannya. Kompor kaca yang digunakan oleh Senja untuk membuat kaldu udang, pecah dan serpihan kacanya berserakan kemana mana."Ya ampun Non! Kenapa bisa jadi seperti ini?" Bi Sari memegangi kepalanya dengan mulut menganga karena kaget."Maafkan saya Bi. Saya tidak sengaja melakukannya.""Waduh gawat! Sudah jam berapa sekarang? Dan kamu masih belum masak. Mama sebentar lagi akan pulang. Lalu kita akan bilang apa sama Mama kalau kamu belum masak?" Dafa lebih panik melihat reaksi Ibunya saat mendapati menantu perempuan keluarga Suryaningrat tidak menjalankan tugas wajib."Beli saja, Pak," tutur Bi Sari.Awalnya Dafa hendak menolak, namun karena tak ada waktu lagi, Dafa menerima usulan Bi Sari."Ya Bi. Kalau begitu, Bibi tolong bereskan kekacauan yang ada di dapur ini ya. Saya akan memesan makanan."Senja menatap kekacauan yang ada di dapur, dengan perasaan campur aduk."Sayang, kamu tadi mau masak apa?
Senja mengusap bulir bening yang menetes di pipinya lalu menuju ke dapur. Ia hendak membantu Bi Sari untuk mencuci piring ataupun mengerjakan pekerjaan rumah yang lainnya. Tapi Bi Sari meminta Senja untuk duduk duduk saja di ruang tamu."Aduh Non. Jangan bantuin Bibi. Non itu adalah menantu rumah ini. Menantu rumah dilarang melakukan pekerjaan kasar. Jadi urusan cuci piring dan yang lainnya biar saya yang kerjakan. Non, duduk duduk saja di ruang keluarga.""Tapi saya bosen Bi. Masa saya di sini nggak ngerjain apa apa," sahut Senja."Ya memang begitu adanya Non. Kecuali kebiasaan yang ada di rumah ini, soal menantu baru yang wajib memasak di hari pertama setelah pernikahan.""Begitu ya Bi. Oh iya, di rumah sebesar ini apa cuma Bibi yang bertugas membersihkan rumah?" Senja penasaran."Tidak Non. Ada banyak yang seperti Bibi. Tapi di rumah paviliun.""Rumah paviliun?" Senja heran."Iya rumah paviliun. Rumah ini kan rumah induk. Yang tinggal di sini, hanya Bu Ayu dan Pak Respati. Jadi pek
"Mas Dafa! Ini nggak seperti yang Mas pikirkan." Senja berusaha menjelaskan.Namun pandangan Dafa tidak sedang tertuju pada wajah cantik istrinya. Dafa malah sibuk melihat si pria dengan tatapan tajam."Beraninya kau menyentuh istriku!" Dafa bicara dengan mata melotot."Kejadian yang barusan itu bukan kesengajaan!" Si pria menjawab."Lalu apa?" Si pria tak menjawab. Ia malah pergi begitu saja dari hadapan Dafa. Sedangkan Senja segera meraih tangan suaminya, agar lebih tenang."Mas, dia tadi ke sini dan menaruh garam pada saus saladku. Rasa saus saladku pasti sudah keasinan sekarang. Dan aku ingin mengusir dia dari sini. Aku juga nggak tahu siapa dia. Aku nggak kenal dia." Senja berusaha menjelaskan."Jangan dekati dia lagi. Dan tidak usah bicara dengannya!" Dafa bicara sebentar setelah itu ia pergi ke kamar Ibunya.****Acara makan malam pun tiba. Semua anggota keluarga sudah berkumpul di ruang makan. "Kejutan!" Ayu bicara sembari menggandeng tangan kecil Shanum dan Salsa.Senja men
"Senja, tolong jaga nada bicaramu agar tetap pelan. Jangan buat keributan. Kita ini sedang kedatangan banyak tamu!" Ayu menyahut.Karena Ibu mertuanya sendiri yang menegur, Senja pun kembali duduk ke kursinya. Namun Senja masih menatap dengan tajam ke arah Lily dan juga Dafa.Bahkan ketika acara makan malam sudah dimulai, Senja tidak bisa menikmati setiap suapan yang masuk ke dalam mulutnya karena ia tengah dibakar oleh api curiga."Sst! Makanlah dengan fokus!" Pria yang duduk di dekat Senja malah lebih mengkhawatirkan cara makan Senja yang terkesan berantakan.Senja menoleh dengan kerutan di keningnya. Ia tak menyangka, jika ada pria lain yang akan memperhatikannya sedetail itu."Kenapa melihatku seperti itu? Ayo cepat makanlah! Kau butuh tenaga untuk menghadapi setiap tantangan hidup!" Si pria kembali bicara."Tantangan apa maksudmu? Kenapa kau bicara denganku? Kita kan tidak saling mengenal!" "Aku mengenalmu." Si pria menjawab dengan singkat.Ketika Senja dan si pria sedang bicara