"Oh! Bilang saja pada bagian keuangan," perintah Lukas sambil menyeruput kopinya.
"Ta- tapi jumlah uangnya dua ratus juta.""Uhukkk!" Lukas hampir tersedak karena saat itu dia sedang minum kopi. Dengan segera Davina mengambilkan tisue untuk Lukas dan mengulurkannya. Dia tak menyangka ucapannya membuat Presdirnya itu kaget."I- ini Tuan," kata Davina."Ma-maaf Tuan, saya terpaksa meminjam uang untuk melunasi hutang orang tua saya. Bukan untuk saya gunakan pribadi, jadi saya harap Tuan Lukas bisa mempertimbangkannya," ucap Davina sambil membungkukkan badannya di hadapan Lukas."Bekas merah di leher itu..." batin Lukas dalam hati saat Davina menunduk. Lukas memberi isyarat tangan kepada Davina agar segera pergi. Davina pun sekali lagi menundukkan kepalanya."Saya harap Tuan Lukas kali ini benar-benar bermurah hati untuk saya," ucapnya.****"Aku ingin kamu menikah denganku," jawab Lucas."Apa?" pekik Davina dengan keras karena terkejut sambil menutup mulutnya. Bagaikan di sambar petir di pagi hari saat Davina mendengar ucapan Lukas. Davina celingak celinguk ke kiri dan ke kanan, mencari apakah ada orang lain dalam ruangan sana. Siapakah yang di maksudkan oleh Lucas? Siapa yang dia ajak menikah."Maaf Tuan, maksud Tuan Lucas saya? Apakah saya tidak salah dengar ini? Apakah semuanya mimpi?" gumam Davina sambil mencubit lengan tangannya."Aku tidak tertarik padamu, tapi aku butuh dirimu," kata Lukas."Bu- butuh diriku? Maaf Tuan, bagaimana maksudnya? Sa- saya belum paham," sahut Davina tergagap. Tanpa banyak menjawab Lukas pun segera memberikan tabletnya kepada Davina. Dia memberikan tanda dengan matanya agar Davina mengambil tablet itu. Davina yang masih belum memahaminya karena syok membuat Lukas mendengus kesal."Bacalah!" perintah Lukas. Davina terdiam, dengan sigap dia mengambil tablet itu dan membukanya. Di halaman utama itu langsung berisi satu file P*F dengan isi kontrak bertuliskan 'Perjanjian Kontrak Kerja Satu Milyar' tertera keterangan tawaran menjadi istri kontrak Tuan Lukas dengan segala aturannya."Kamu bisa menganggapnya sebagai sebuah pekerjaan. Masa kontraknya hanya enam bulan, dalam jangka waktu itu, kau akan menjadi istri kontrak ku sekaligus sekretarisku. Bagaimana?" tanya Lukas."Maaf Tuan Lukas, saya masih bingung. Apakah Tuan Lukas bercanda atau saya melakukan kesalahan sehingga Tuan Lukas menghukum saya? Apakah ada yang tidak berkenan Tuan Lukas?" tanya Davina."Tidak. Aku serius!" tegas Lukas. Sebenarnya Lukas melakukan ini demi Ibunya, sang Ibu akan menjalankan operasi besar beberapa hari lagi. Dia akan menjalani operasi transplantasi jantung. Sang Ibu mengatakan ingin melihat Lukas menikah sebelum masuk ruang operasi, ibunya sudah menyiapkan jodoh untuk dirinya."Ini tawaran yang menarik bukan? Kau butuh dua ratus juta, aku butuh pernikahan. Saat kau tanda tangani aku akan memberikanmu dua ratus juta. Tapi jika kau tak bisa melakukan sandiwara ini maka aku tuntut dengan uang satu miliar. Bagaimana?" tanya Lukas."Maaf Tuan Lukas, benar saya memang membutuhkan uang itu. Tapi saya berniat berhutang dengan potongan gaji, bukan dengan menikah kontrak seperti ini. Menurut saya ini terlalu berlebihan," tolak Davina."Ck! Ini hanya sebuah pekerjaan. Asalkan waktunya habis maka kau akan bebas," ucap Lukas. Davina memandang ke arah presiden direkturnya itu sambil menggelengkan kepalanya dan tersenyum sinis. Memang orang kaya yang aneh, menganggap pernikahan bagaikan sebuah permainan."Maaf saya tidak bisa Tuan Lukas. Permisi," pamit Davina."Aku hanya memberi satu kesempatan ini padamu! Jangan sampai kau menyesal!" ancam Lukas. Davina menutup pintu ruangan Presiden Direktur nya itu setelah membungkukkan badannya lagi. "ceklek' ruangan terkunci."Benar-benar gila! Bagaimana mungkin pernikahan dianggap sebagai perjanjian kontrak. Meskipun dia Presiden Direkturku tapi kan tidak begitu caranya. Bukankah itu sama dengan menyepelekan sebuah ikatan janji suci pernikahan? Sedangkan seharusnya pernikahan itu terjadi seumur hidup sekali dan di lakukan karena saling mencintai. Pernikahan harus didasarkan dengan cinta, bukan seperti ini," omel Davina. Lukas menghempaskan tubuhnya di kursi, tangannya mengetuk di meja mencari cara agar Davina mau melakukan perjanjian ini. Hanya dengan Davina lah semua rencananya bisa berjalan dengan baik."Kau akan menandatanganinya, Davina," gumam Lukas sambil mengambil gagang telepon di mejanya."Selidiki celah wanita itu! Bagaimanapun caranya dia harus mau menandatanganinya tanpa paksaan dan sukarela," perintah Lukas."Baik Tuan," sahut suara seseorang di seberang. Davina segera kembali ke belakang meja kerjanya. 'ing' satu pesan masuk di HP Davina, membuyarkan lamunannya. Dia pun segera membukanya ternyata itu adalah pesan dari ibunya.[Bagaimana apakah sudah siap uang itu? Dua hari lagi. Kalau tidak aku akan jual rumah ini][Tidak. Itu adalah rumah yang ditinggalkan mendiang ayahku untuk kita. Jadi tidak boleh dijual][Jika tidak dijual ibu akan masuk penjara.] Davina terdiam, dia mengurut kening kepalanya yang mendadak terasa berdenyut pusing merasakan sang ibu.[Akan aku pikirkan cara melunasinya tanpa menjual rumah itu. Jadi jangan pernah berani menjual rumahnya.] Kini Davina terdiam sambil memandang ke arah ruangan Presiden direkturnya itu. "Apakah dia harus menerima tawaran pernikahan kontrak itu?""Arrrggghhh!" pekik Davina tertahan sambil meremas pinggiran mejanya.'Ceklek' Lukas keluar dari ruangannya. Sontak Davina langsung berdiri."Ada yang bisa di bantu Tuan?" Tanpa menjawab Lukas langsung meninggalkan Davina tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun."Ya hanya itu jalan yang bisa lakukan untuk mendapatkan uang dalam waktu singkat. Aku tak mau rumah itu di sita rentenir lagi. Apalagi keluargaku dalam ancaman bahaya. Toh aku juga sudah melakukan itu dengannya semalam! Tidak ada pilihan lagi. Hanya Tuan Lukas yang bisa menolongku," kata Davina. Baru saat jam pulang kantor Lukas kembali ke ruangannya. Tanpa berpikir panjang Davina langsung membuntutinya dari belakang."Tuhan aku mohon kali ini saja! Buat agar Tuan Lukas tak berubah pikiran," doa Davina mengikuti Lucas dari belakang."Tu- Tuan Lukas," panggil Davina lirih."Belum ada satu kali dua puluh empat jam kau sudah berubah pikiran dan menerima tawaranku kan?" tebak Lukas berdiri menuju ke arah jendela balkon. Nampak Lukas sudah berdiri dengan angkuhnya. Seorang CEO muda dengan tampilan super dingin yang memiliki tatapan seakan mengintimidasi, wajah tampan berbalut aura angkuh selalu terpancar darinya."Mengenai tawaran Tuan Lukas tadi pagi tentang pernikahan itu sebagai pekerjaan sampingan, saya ingin...""Sayangnya tawaranku sudah tak berlaku!" ucap Lucas memotong pembicaraan Davina."Ta- tapi Tuan lucas saya mohon! Beri saya kesempatan lagi," pinta Davina. Lucas tak peduli, dia berbalik arah terus berjalan keluar. Davina panik, dia pun tak ingin kehilangan kesempatan dan berjalan membuntuti langkah kaki Lukas, sampai mereka tiba di lobby utama. Lukas mengeluarkan kartu absensi platinum bertuliskan CEO Utama, Lukas Orlando Wijaya."Kenapa kau mengikuti ku?" tanya Lukas tanpa menoleh."Maafkan saya Tuan Lucas. Saya ingin membuktikan pada Tuan Lukas jika memang saya berniat dan sungguh-sungguh ingin melakukan dobel pekerjaan seperti yang Tuan Lukas tawarkan," jawab Davina dengan tegas."Saya tadi salah Tuan, saya rupanya kurang pandai juga mempertimbangkan semuanya dengan baik. Saya berharap Tuan Lukas tak merubah penawaran itu," pinta Davina. Mobil jemputan datang, seorang sopir dengan sigap segera membuka pintu mobil dan mempersilahkan Tuan muda itu langsung masuk ke dalamnya."Maaf Tuan Lucas, apakah tawaran pernikahan kontrak itu masih berlaku? Bolehkah saya mengambilnya?" tanya Davina sebelum Lukas menutup pintu mobilnya.APAKAH JAWABAN LUKAS? AKANKAH TAWARAN ITU DENGAN MUDAH DI TERIMANYA? AKANKAH LUKAS YANG TERKENAL KEJAM MEMBERIKAN KESEMPATAN KEDUA NYA?BERSAMBUNGPERJANJIAN NIKAH KONTRAK!"Maaf Tuan Lucas, apakah tawaran pernikahan kontrak itu masih berlaku? Bolehkah saya mengambilnya?" tanya Davina sebelum Lukas menutup pintu mobilnya."Rupanya uang memang membutakan semuanya," ucap Lukas dengan tatapan mengintimidasi Davina. "Apakah bisa, Tuan?" tegas Davina."Sayangnya dalam rumus hidupku tak pernah mengenal kesempatan kedua," terang Lukas."Ta-tapi Tuan Lucas saya mohon, beri saya kesempatan satu kali ini. Saya akan membuktikan kepada Tuan Lukas bahwa saya adalah seorang sekertaris dan istri kontrak yang bisa membantu Tuan melancarkan semuanya. Saya berjanji akan totalitas dalam kedua pekerjaan ini," ujar Davina."Masuklah!" perintah Lukas.Davina segera masuk ke dalam mobil dan duduk di samping Lukas. Mobil alphard itu melaju di jalanan kota Eldoria. Lucas menatap Davina dengan tatapan tajam. Membuat Davina meneguk salivanya berkali-kali dengan kasar."Apa yang bisa kau lakukan untukku?" selidik Lukas."Sa-saya bisa menjadi apapun yang
ALEXANDRIA BUKAN DAVINA!"Mama, aku sudah membawa wanita yang aku inginkan menjadi istriku, Ma. Kami akan menikah, jadi Mama tak usah repot-repot untuk menjodohkan ku," jawab Lukas. Wanita yang berada di kursi roda itu pun membalikkan badannya."Kau jangan asal menikahi seorang wanita, Lukas. Kau ini adalah seorang Presiden direktur, pewaris keluarga. Harus mempertimbangkan bebet, bibit, dan bobotnya," ujar Lily."Mama tenang saja, Ma. Mama sudah mengenalnya secara garis besar wanita ini," ucap Lukas sambil berjalan dan duduk jongkok di hadapan sang Ibu."Siapa? Dia kolega dari mana? Orang tuanya pemimpin perusahaan apa?" tanya Lily."Dia adalah sekretarisku, Davina," jelas Lukas."Davina? Sekertaris mu? Mengapa kau bisa tiba-tiba bersama wanita itu? Bagaimana ceritanya? Jangan-jangan kau hanya mempermainkan Mama dan dirinya ya?" cerca Lily sambil menatap Lukas penuh selidik."Tidak Ma. Mengapa Mama selalu buruk sangka kepadaku? Aku benar-benar menjalin hubungan dengannya dan jika Mam
RUMOR PANAS TUAN LUKAS!"Ada apa ini? Mengapa di rumahmu ramai sekali orang?" tanya Lukas.Davina tidak menjawab pertanyaan Lukas. Dia memilih untuk segera turun karena khawatir akan terjadi apa-apa dengan sang ibu. Ternyata dari belakang Lukas diam-diam mengikutinya. Nampak beberapa debtcollektor datang dengan angkuh menagih kekurangan pembayaran hutang sang ibu. Melihat Davina datang, ibunya pun segera bersembunyi di balik tubuhnya."Davina tolong aku! Davina mereka sedang mengejar-ngejar ku untuk masalah pembayaran hutang," adu ibu Davina."Ck! Jangan banyak drama kau! Cepat lunasi kalau semua tanggungan hutangmu. Kalau tidak maka aku akan menyita rumah ini. Kau jangan main-main dengan juragan ku!" bentak seorang pria yang bertubuh paling besar."Saya mohon maaf, Pak. Tolong beri saya waktu beberapa hari lagi, maka saya akan menyelesaikan semuanya," jelas Davina."Tidak! Tuanku terlalu banyak sekali memberikan kesempatan padamu, entah sudah keberapa kalinya dia memberikan kesempat
RUMOR SEPATU WANITA!"Ah iya aku ingat hari itu memang Tuan Lukas sangat aneh. Bahkan dia selalu kalah main game," gumam Davina."Apakah itu yang menyebabkan aku dan dia bisa dalam satu hotel bersama?" gumam Davina."Itu sih karena karyawan lain bersekongkol. Akhirnya Tuan Lukas mabuk, jika tidak begitu mana mungkin dia bisa di kalahkan," jelas Gina."Masalahnya Tuan Lukas itu sangat kuat mabuk. Mengapa dia bisa sampai tak ingat siapa yang memperkosanya? Bahkan dia minum banyak alkohol dan pergi keluar restoran dengan tegap tak oleng. Tapi saat dia membuka matanya dia sudah berada di hotel, bahkan dia tidak ingat setelah minum-minum dan saat sadar ternyata dia sudah menghabiskan malam bersama seseorang wanita yang hanya meninggalkan sebelah sepatunya. Lucu bukan?" sambung Gina."Gila juga ya kalau itu benar," sahut Eca."Iya betul sekali itu. Menurutku ini kejadian yang sangat menarik," sahut Davina asal menimbrung saja agar tak menimbulkan kecurigaan."Tunggu!" tegas Eca."Apalagi?"
PERAWAN YANG TERBUANG SIA-SIA"Kenapa kau menatapku seperti itu, Eca? Apakah ada yang salah dengan penampilanku," kata Davina sambil salah tingkah sendiri."Tidak. Hanya saja penampilanmu aneh sekali hari ini. Apakah kau tidak kepanasan?" tanya Eca."Hah?" sahut Davina."Benar juga. Ini kan musim panas, bukan musim penghujan. Ini musim kemarau kan? Suhunya bahkan bisa mencapai tiga puluh delapan derajat Celcius. Kenapa kau memakai blus lengan panjang?" tanya Gina menyadarinya."Oh sebenarnya anu, em aku sedikit sakit. Makanya aku tadi melamun karena aku pusing," kata Davina tergagap."Oh begitu. Kau jangan lupa jaga kesehatan ya! Saat ini kamu masih bisa santai tapi Perusahaan kita biasanya bekerja saat akhir pekan juga. Apalagi musim seperti ini, waktu nya peluncuran brand baru," jelas Gina."Iya iya. Terima kasih ya, aku akan ingat nasehat kalian," ucap Davina."Tapi aku benar-benar penasaran sih," kata Eca."Sebenarnya apa yang dipikirkan wanita pemberani itu? Sampai berani memperm
PERASAAN PADA THOMAS BUKAN LUKAS!"Bagaimana jika aku dipecat? Apalagi aku baru saja menandatangani perjanjian dengan Tuan Lukas. Jadi jangan sampai Tuan Lukas tahu siapa aku," keluh Davina."Bahkan Tuan Lukas sudah melunasi semua hutang kepada rentenir itu," kata Davina."Astaga berarti sekarang masalah Ibumu sudah selesai? Aku pikir itu masih dalam penwaran saja. Kenapa dia memutuskan secepat ini? Apakah kau justru tak curiga?" tanya Dea. Davina pun mengganggukkan kepalanya."Iya aku sudah menyelesaikan masalah itu dan kau tahu sendiri kan siapa lelaki di balik itu semua? Tentu saja Tuan Lukas. Semua! Tuan Lukas yang membantuku. Bahkan aku yakin mungkin sertifikat itu berada di tangan Tuan Lukas sekarang. Tak mungkin kan dia melunasi semua hutang kepada rentenir itu tanpa meminta jaminan? Dia bahkan tak akan mungkin memberikan padaku secara cuma-cuma. Pasti akan di serahkan jika aku sudah selesai dengan kontrak pernikahan itu," jelas Davina."Astaga, Davina! Kenapa masalahmu sekaran
HARGA DIRI LUKAS YANG TERLUKA'Ting' Pintu lift terbuka. Lukas nampak di dalam sana, dia membawa sesuatu yang mampu membuat Davina tertegun"Astaga kenapa dia sampai begitu? Kenapa harus di tenteng seperti itu? Tidak. Tidak pasti bukan kan? Ini bukan Tuan Lukas. Aku hanya mimpi saja! Aku halusinasi," kata Davina dalam hati saat melihat Lukas berada di dalam list sambil menenteng kantung paper bag berwarna bening berisi sepatunya."Selamat siang Tuan Lukas," sapa Thomas."Siang," sahut Lukas."Apakah ada yang bisa saya bantu Tuan Lukas? Kau mau ke mana?" tanya Thomas.Namun dia salah fokus sama seperti Davina melihat paper bag yang dibawa oleh Lukas. Thomas adalah salah satu sahabat Lukas yang bekerja pada nya juga. Karena Lukas tipikal orang yang tak mudah percaya pada orang lain."Tunggu! Itu apa yang kau bawa?" tanya Thomas."Benar apa maksud Tuan Lukas membawa sepatu seperti itu?" sahut Davina."Memang apalagi?" tanya Lukas seperti berpura-pura tak tahu apa yang sedang karyawannya
DAVINA DAN SEGALA PROBLEMANYA!Davina memasuki ruang kerja Lukas sesaat setelah pulang bekerja. Dia mengetuk pintu ruangan Lukas yang tertutup. Nampak Tuan Lukas sedang menandatangani beberapa file yang di serahkannya tadi siang."Selamat sore Tuan Lukas," sapa Davina."Bagaimana? Apakah rentenir itu masih mengganggu keluargamu?" tanya Lukas. Davina menggelengkan kepalanya."Terima kasih banyak Tuan Lukas. Semua berkat Tuan Lukas, mereka tak menggangguku lagi," jawab Davina. Lukas hanya tersenyum sini dia mengeluarkan surat dari laci meja kerjanya."Kau tahu ini?" tanya Lukas. Davina mengamati lembaran surat itu. Ternyata tak lain lembara itu adalah sebuah sertifikat tanah. Tak salah lagi tapi entah milik siapa."Bukankah itu sertifikat tanah, Tuan Lukas?" tanya Davina."Milikmu!" sahut Lukas."Kau bisa mendapatkan ini setelah kau menuruti semua permainanku dalam jangka waktu satu tahun. Sesuai dengan kesepakatan kita," sambung Lukas. Saat luka sambil menatap Davina dari atas sampa