Hallo readers jangan lupa tinggalkan komentar kalian yah
Cahaya matahari pagi menembus tirai jendela, menyinari wajah Elena yang masih terbaring di tempat tidur. Ia mengerjapkan mata dengan panik begitu sadar dirinya benar-benar tertidur semalaman di kamarnya bersama Damian.Pikirannya langsung kacau—niat awalnya setelah melayani pria itu adalah segera pulang ke rumah sakit, bukan tertidur di pelukannya. Elena benar-benar merutuki dirinya sendiri karena hal ini, setelah ketahua kemarin Elena langsung menutup matanya dan hal terakhir yang dia ingat adalah Damian yang memeluknya dari belakang dan menyuruh Elena untuk menutup matanya.Elena seakan terhipnotis, tidak bisa melawan dan mengatakan apapun selain menuruti titah Damian. Akan tetapi, fakta bahwa dia terlelap dalam pelukan tuannya itu samasekali bukan dalam rencanya.Bagaimana bisa? Elena pasti sudah gila karena kelelahan. Damian adalah orang yang paling Elena benci sejak awal karena keegoisannya tapi apa yang terjadi sekarang?Elena duduk terburu-buru, lelah memirkan hal itu. Perempuan
Elena masih terduduk di lantai lorong rumah sakit, pipinya berdenyut hebat dan kepalanya pusing karena terbentur lantai saat terjatuh karena ditampar kakaknya dengan sangat keras.Matanya seketika memerah menahan air matanya yang hendak turun. Selama ini dia sudah terbiasa dengan sikap kasar kakaknya ini tetapi kenapa sekarang Elena sangat cengeng?Apakah ini salah kakaknya atau harapan Elena yang terlalu tinggi? Dia sudah berusaha sekuat tenaganya menggunakan seluruh tenaga bahkan fisiknya untuk mencari uang kesana kemari selama ini sebelum akhirnya menetap di mansion Falcone.Lalu apa?Apakah hanya tamparan dingin dan perih ini yang Elena pantas dapatkan sebagai balasannya? Tidakkah ada yang mengapresiasi Elena dan menenangkannya, menjadi sandaran untuknya dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.Tidak…Tidak ada. Elena selalu sendiri, dan sepertinya memang akan tetap seperti itu. “Sudah puas bermain-main menjadi gundik orang kaya, sekarang sok-sokan datang menjenguk papa?” cibir
Elena menggigit bibirnya saat Damian membanting pintu apartemen itu dari dalam. Langkah kaki pria itu terdengar berat dan cepat, seperti bom yang siap meledak. Tubuhnya berdiri tegap di hadapan Elena yang masih memegangi pipinya yang memar.Meskipun merasakan nyeri karena bekas tamparan itu, tapi ada hal lain yang membuat Elena seakan melupakan rasa sakitnya seketika.Tatapan mata Damian.Ada kilatan aneh di mata pria itu, sama seperti saat Elena diculik waktu itu."Apa yang kau pikirkan, hah?" suara pria itu tajam, matanya berkilat marah. "Pergi tanpa kabar, tak menjawab telepon, dan kau membiarkan dirimu diperlakukan seperti itu?" Damian berjalan mendekat, sorot matanya tak melepaskan Elena barang sedetik pun.Elena menelan ludahnya susah payah. Entah kenapa suasana ruangan berubah menjadi lebih mencekam hingga tanpa sadar dia memundurkan langkahnya seiring langkah Damian mendekat."T-tuan aku hanya ingin menjenguk papaku..."Suara Elena nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat
Falcone Corp, Lantai 10Ruangan itu sunyi, hanya suara jam dinding yang berdetak pelan terdengar. Damian duduk di belakang meja kerjanya yang megah, namun wajahnya penuh tekanan. Di hadapannya, tumpukan berkas dan puluhan email masuk belum sempat ia buka.Direktur Utama perusahaannya, Nara, mengetuk pintu pelan lalu masuk sambil membawa tablet. "Tuan Damian, ini pembatalan kontrak dari Biancci Group. Mereka kecewa Anda tak hadir dalam pertemuan hari ini." Wanita dengan pakaian rapi itu menunduk setelah mengucapkannya karena melihat tatapan tajam bosnya. "J-juga, dua investor dari Zurich menunda suntikan dana karena absennya Anda di agenda konferensi."Damian akhirnya menghela napas berat, menautkan jemari ke pelipisnya yang berdenyut. Dia memang membatalkan dinas mendadak—tanpa penjelasan, tanpa koordinasi. Dan kini, imbasnya datang seperti gelombang: investor kecewa, kontrak batal, dan reputasi terguncang.Pintu kembali dibuka, kali ini Rico masuk dengan wajah yang jauh lebih frusta
Minggu pagi datang dan Damian berdiri di depan jendela lantai tiga puluh sembilan, mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung, sementara layar monitornya menampilkan grafik saham yang perlahan stabil.Sudah enam hari ia menghabiskan waktu di kantor. Sejak kekacauan akibat pembatalan dinas, Damian mengubur dirinya dalam pekerjaan. Dia belum kembali ke mansion, bahkan belum menatap wajah Elena sejak malam itu.Rindu? Seorang Damian tidak akan pernah merindukan siapapun. Tapi disaat dia dengan keras berusaha menyangkalnya disanalah dia mulai terjebak, dengan perasaannya sendiri.Damian sengaja menahannya. Semenjak sindiran dari Rico beberapa hari lalu tentang pembatalan dinasnya secara tiba-tiba hanya untuk menghampiri Elena di rumah sakit membuat Damian terasa ditampar.Ini jelas bukan dirinya dan Damian membenci itu.Memangnya siapa wanita itu harus mendapat perhatiannya sekeras ini? Damian berusaha membuktikan kalau Rico salah besar akan tetapi saat setiap malam dia merindukan sen
Restoran Le Céleste, terletak di puncak menara tertinggi di kota, berkilau dengan lampu kristal yang memantulkan cahaya malam. Interiornya mewah, dengan langit-langit kaca yang memperlihatkan panorama kota.Di meja paling mahal yang berada di tempat termewah disana, Damian duduk sendiri di meja untuk dua orang, satu tangannya menggenggam gelas wine merah, tatapan tenang menatap gedung-gedung tinggi kota di bawahnya."Pastikan paparazi tahu aku ada di sini malam ini." Perintahnya pada Rico terdengar tenang, tapi penuh perhitungan. "Untuk meredam berita sialan itu,” lanjut Damian saat Rico menunjukkan tanda-tanda kebingungan sebelum akhirnya dia mengangangguk paham."Baik, Tuan," sahut Rico cepat, lalu keluar untuk menelepon salah satu koneksinya di media. Damian bersandar di kursinya, menyilangkan kaki dengan ekspresi yang datar. Entah kenapa akhir-akhir ini harinya terasa sangat panjang, bahkan menunggu belum sempat 5 menit Damian sudah tidak sabar ingin pulang.Entah sampai kapan dia
Jalanan kota malam itu basah dan licin, hujan baru saja reda, tapi Damian tetap melajukan Rolls-Royce-nya seperti pria yang dikejar maut. Damian benar-benar ugal-ugalan mengendarai mobil mahalnya itu tapi untung saja keahlian pria itu mencari celah di tengah kemacetan tidak perlu diragukan lagi.Panggilan dari kakeknya dia abaikan begitu saja. Pokoknya mala mini, tidak akan ada yang bisa menganggu Damian, tidak seekor nyamuk sekalipun.Damian sudah bekerja sangat keras seminggu ini dan sampai tidak ada waktu untuk melancarkan hasratnya. Dan sudah sangat jelas sekali rasanya sesuatu di bawah sana sudah sangat sesak meminta untuk dipuaskan.“Ah…lampu merah sialan ini,” keluh Damian sembari memukul setirnya pelan ketika dia terpaksa harus berhenti karena lampu merah di depan sana.Jemari tangannya diketuk-ketukkan diatas setir mobil itu saking tidak sabarnya dia pergi menemui Elenanya. Entahlah apa yang membuat Damian sekuat itu menahan hasratnya hingga seminggu karena biasanya jika tidak
Dada Elena seketika bergetar, hatinya melambung karena kata-kata itu terdengar seperti pengakuan. Apalagi cara Damian menatapnya dengan dalam membuat Elena merasa dia tidak sedang berhalusisasi.Apa mungkin efek dari suasana malam itu yang terasa begitu tidak nyata atau karena Damian yang sedikit mabuk?“B-bagaimana itu bisa menjadi masalah untuk kita tuan? Bukankah tugasku hanya melayani tuan?” Elena kembali bertanya membuat Damian kembali berpikir keras.Wajahnya benar-benar menimang-nimang apa yang akan dia katakana. “Jadi kau akan membiarkanku menikah dengan wanita lain?”Elena terdiam sepenuhnya. Tapi di dalam hatinya dia berteriak sekencang-kencangnya. Tapi Elena tidak akan jatuh dalam jebakan Damian. “Memangnya apa hakku untuk melarang tuan menikah dengan wanita lain?”Damian yang terdiam kali ini. Cukup kecewa dengan jawaban Elena. Tapi sebelum sempat Elena berucap lagi, Damian menambahkan dengan dingin,
Dada Elena seketika bergetar, hatinya melambung karena kata-kata itu terdengar seperti pengakuan. Apalagi cara Damian menatapnya dengan dalam membuat Elena merasa dia tidak sedang berhalusisasi.Apa mungkin efek dari suasana malam itu yang terasa begitu tidak nyata atau karena Damian yang sedikit mabuk?“B-bagaimana itu bisa menjadi masalah untuk kita tuan? Bukankah tugasku hanya melayani tuan?” Elena kembali bertanya membuat Damian kembali berpikir keras.Wajahnya benar-benar menimang-nimang apa yang akan dia katakana. “Jadi kau akan membiarkanku menikah dengan wanita lain?”Elena terdiam sepenuhnya. Tapi di dalam hatinya dia berteriak sekencang-kencangnya. Tapi Elena tidak akan jatuh dalam jebakan Damian. “Memangnya apa hakku untuk melarang tuan menikah dengan wanita lain?”Damian yang terdiam kali ini. Cukup kecewa dengan jawaban Elena. Tapi sebelum sempat Elena berucap lagi, Damian menambahkan dengan dingin,
Jalanan kota malam itu basah dan licin, hujan baru saja reda, tapi Damian tetap melajukan Rolls-Royce-nya seperti pria yang dikejar maut. Damian benar-benar ugal-ugalan mengendarai mobil mahalnya itu tapi untung saja keahlian pria itu mencari celah di tengah kemacetan tidak perlu diragukan lagi.Panggilan dari kakeknya dia abaikan begitu saja. Pokoknya mala mini, tidak akan ada yang bisa menganggu Damian, tidak seekor nyamuk sekalipun.Damian sudah bekerja sangat keras seminggu ini dan sampai tidak ada waktu untuk melancarkan hasratnya. Dan sudah sangat jelas sekali rasanya sesuatu di bawah sana sudah sangat sesak meminta untuk dipuaskan.“Ah…lampu merah sialan ini,” keluh Damian sembari memukul setirnya pelan ketika dia terpaksa harus berhenti karena lampu merah di depan sana.Jemari tangannya diketuk-ketukkan diatas setir mobil itu saking tidak sabarnya dia pergi menemui Elenanya. Entahlah apa yang membuat Damian sekuat itu menahan hasratnya hingga seminggu karena biasanya jika tidak
Restoran Le Céleste, terletak di puncak menara tertinggi di kota, berkilau dengan lampu kristal yang memantulkan cahaya malam. Interiornya mewah, dengan langit-langit kaca yang memperlihatkan panorama kota.Di meja paling mahal yang berada di tempat termewah disana, Damian duduk sendiri di meja untuk dua orang, satu tangannya menggenggam gelas wine merah, tatapan tenang menatap gedung-gedung tinggi kota di bawahnya."Pastikan paparazi tahu aku ada di sini malam ini." Perintahnya pada Rico terdengar tenang, tapi penuh perhitungan. "Untuk meredam berita sialan itu,” lanjut Damian saat Rico menunjukkan tanda-tanda kebingungan sebelum akhirnya dia mengangangguk paham."Baik, Tuan," sahut Rico cepat, lalu keluar untuk menelepon salah satu koneksinya di media. Damian bersandar di kursinya, menyilangkan kaki dengan ekspresi yang datar. Entah kenapa akhir-akhir ini harinya terasa sangat panjang, bahkan menunggu belum sempat 5 menit Damian sudah tidak sabar ingin pulang.Entah sampai kapan dia
Minggu pagi datang dan Damian berdiri di depan jendela lantai tiga puluh sembilan, mengenakan kemeja putih dengan lengan tergulung, sementara layar monitornya menampilkan grafik saham yang perlahan stabil.Sudah enam hari ia menghabiskan waktu di kantor. Sejak kekacauan akibat pembatalan dinas, Damian mengubur dirinya dalam pekerjaan. Dia belum kembali ke mansion, bahkan belum menatap wajah Elena sejak malam itu.Rindu? Seorang Damian tidak akan pernah merindukan siapapun. Tapi disaat dia dengan keras berusaha menyangkalnya disanalah dia mulai terjebak, dengan perasaannya sendiri.Damian sengaja menahannya. Semenjak sindiran dari Rico beberapa hari lalu tentang pembatalan dinasnya secara tiba-tiba hanya untuk menghampiri Elena di rumah sakit membuat Damian terasa ditampar.Ini jelas bukan dirinya dan Damian membenci itu.Memangnya siapa wanita itu harus mendapat perhatiannya sekeras ini? Damian berusaha membuktikan kalau Rico salah besar akan tetapi saat setiap malam dia merindukan sen
Falcone Corp, Lantai 10Ruangan itu sunyi, hanya suara jam dinding yang berdetak pelan terdengar. Damian duduk di belakang meja kerjanya yang megah, namun wajahnya penuh tekanan. Di hadapannya, tumpukan berkas dan puluhan email masuk belum sempat ia buka.Direktur Utama perusahaannya, Nara, mengetuk pintu pelan lalu masuk sambil membawa tablet. "Tuan Damian, ini pembatalan kontrak dari Biancci Group. Mereka kecewa Anda tak hadir dalam pertemuan hari ini." Wanita dengan pakaian rapi itu menunduk setelah mengucapkannya karena melihat tatapan tajam bosnya. "J-juga, dua investor dari Zurich menunda suntikan dana karena absennya Anda di agenda konferensi."Damian akhirnya menghela napas berat, menautkan jemari ke pelipisnya yang berdenyut. Dia memang membatalkan dinas mendadak—tanpa penjelasan, tanpa koordinasi. Dan kini, imbasnya datang seperti gelombang: investor kecewa, kontrak batal, dan reputasi terguncang.Pintu kembali dibuka, kali ini Rico masuk dengan wajah yang jauh lebih frusta
Elena menggigit bibirnya saat Damian membanting pintu apartemen itu dari dalam. Langkah kaki pria itu terdengar berat dan cepat, seperti bom yang siap meledak. Tubuhnya berdiri tegap di hadapan Elena yang masih memegangi pipinya yang memar.Meskipun merasakan nyeri karena bekas tamparan itu, tapi ada hal lain yang membuat Elena seakan melupakan rasa sakitnya seketika.Tatapan mata Damian.Ada kilatan aneh di mata pria itu, sama seperti saat Elena diculik waktu itu."Apa yang kau pikirkan, hah?" suara pria itu tajam, matanya berkilat marah. "Pergi tanpa kabar, tak menjawab telepon, dan kau membiarkan dirimu diperlakukan seperti itu?" Damian berjalan mendekat, sorot matanya tak melepaskan Elena barang sedetik pun.Elena menelan ludahnya susah payah. Entah kenapa suasana ruangan berubah menjadi lebih mencekam hingga tanpa sadar dia memundurkan langkahnya seiring langkah Damian mendekat."T-tuan aku hanya ingin menjenguk papaku..."Suara Elena nyaris tak terdengar, tapi cukup untuk membuat
Elena masih terduduk di lantai lorong rumah sakit, pipinya berdenyut hebat dan kepalanya pusing karena terbentur lantai saat terjatuh karena ditampar kakaknya dengan sangat keras.Matanya seketika memerah menahan air matanya yang hendak turun. Selama ini dia sudah terbiasa dengan sikap kasar kakaknya ini tetapi kenapa sekarang Elena sangat cengeng?Apakah ini salah kakaknya atau harapan Elena yang terlalu tinggi? Dia sudah berusaha sekuat tenaganya menggunakan seluruh tenaga bahkan fisiknya untuk mencari uang kesana kemari selama ini sebelum akhirnya menetap di mansion Falcone.Lalu apa?Apakah hanya tamparan dingin dan perih ini yang Elena pantas dapatkan sebagai balasannya? Tidakkah ada yang mengapresiasi Elena dan menenangkannya, menjadi sandaran untuknya dan mengatakan semuanya akan baik-baik saja.Tidak…Tidak ada. Elena selalu sendiri, dan sepertinya memang akan tetap seperti itu. “Sudah puas bermain-main menjadi gundik orang kaya, sekarang sok-sokan datang menjenguk papa?” cibir
Cahaya matahari pagi menembus tirai jendela, menyinari wajah Elena yang masih terbaring di tempat tidur. Ia mengerjapkan mata dengan panik begitu sadar dirinya benar-benar tertidur semalaman di kamarnya bersama Damian.Pikirannya langsung kacau—niat awalnya setelah melayani pria itu adalah segera pulang ke rumah sakit, bukan tertidur di pelukannya. Elena benar-benar merutuki dirinya sendiri karena hal ini, setelah ketahua kemarin Elena langsung menutup matanya dan hal terakhir yang dia ingat adalah Damian yang memeluknya dari belakang dan menyuruh Elena untuk menutup matanya.Elena seakan terhipnotis, tidak bisa melawan dan mengatakan apapun selain menuruti titah Damian. Akan tetapi, fakta bahwa dia terlelap dalam pelukan tuannya itu samasekali bukan dalam rencanya.Bagaimana bisa? Elena pasti sudah gila karena kelelahan. Damian adalah orang yang paling Elena benci sejak awal karena keegoisannya tapi apa yang terjadi sekarang?Elena duduk terburu-buru, lelah memirkan hal itu. Perempuan
Sudah pukul sembilan malam saat Elena menyelesaikan tugas-tugas terakhirnya hari ini. Aroma lembut dari detergen bersih masih melekat di tangannya, membaur dengan semilir angin malam yang masuk dari jendela kamarnya yang sedikit terbuka. Ia membuka koper kecil dan mulai melipat pakaian satu per satu dengan hati-hati.Hari ini adalah akhir bulan, dan itu berarti Elena mendapatkan cuti bulanan selama empat hari penuh. Ia bersyukur bisa menjenguk papanya yang masih dirawat karena luka-luka akibat utang sialan itu. Terakhir kali Elena mendapatkan kabar dari adiknya kalau papanya masih dalam pemulihan. Sementara adik dan papanya sangat senang ketika tahu Elena mendapatkan pekerjaan di mansion utama Keluarga Falcone yang artinya elena kini adalah harapan satu-satunya keluarganya tanpa tahu pekerjaan jenis apa yang Elena kerjakan di mansion ini. Di luar, taksi yang ia pesan sudah menunggu dengan sabar karena dari dalam kamarnya Elena dapat melihat dari kejauhan taxi itu menunggu dengan lamp