Share

Takut Menjadi Istri Seutuhnya

 

Salsa mempersilakan suami dan adik iparnya untuk masuk. Meski tak bisa dipingkiri bahwa hatinya amat hancur.

 

Ingin rasanya Salsa berteriak juga memaki lelaki yang tengah bersama suaminya itu. Bila perlu, wanita itu ingin menghabisi nyawanya sebagai pembalasan karena telah melucuti kehormatannya tanpa ampun.

 

Sekuat tenaga Salsa menahan gemuruh kemarahan di dada. Namun, ia harus bersikap biasa saja pada lelaki itu, ketakutan akan reaksi negatif suaminya selalu menghantui. Terlebih sikap suaminya yang begitu perhatian dan menyayangi lelaki jahat itu.

 

"Adikku ini namanya Rizki, biasa dipanggil Kiki. Dia kuliah di Jerman karena mendapatkan beasiswa. Sebentar lagi dia lulus. Adikku ini orang hebat, gak kayak kakaknya cuma bisa kuliah di kota ini aja," puji Ikbal, binar matanya begitu membanggakan adiknya.

 

Memang, selama menjalin hubungan Salsa tak pernah tahu wajah Kiki, ia hanya tahu sekilas namanya saja. Salsa juga tak pernah kepo dengan keluarga Ikbal, yang terpenting ia sudah dekat dengan ibu mertua yang sangat menyayanginya. 

 

Sementara lelaki itu, iya Kiki namanya. Dia hanya tersenyum pada Salsa. Senyum yang tak bisa di artikan oleh Salsa. 

 

Merasa marah dan tak peduli, wanita itu enggan menanggapi pernyataan suaminya tentang Kiki. Sehebat apapun dia, di mata Salsa dia adalah lelaki jahat yang telah merenggut kesuciannya, kakak iparnya sendiri. 

 

"Terus ngapain Kiki kesini, Mas?" tanya Salsa, matanya sekilas melirik Kiki dengan tatapan sinis, lalu pandangannya kembali pada Ikbal.

 

"Lho, ya jelas dia mau nginep dong sayang, kan kalau pulang ke rumah ibu jauh. Biar dia istirahat dulu di rumah kita, lusa baru pulang ke rumah ibu, lagian mas kangen pengen main badminton sama dia nih," ujar Ikbal sambil merangkul bahu adik kesayangannya.

 

"T-tapi, Mas ...," sergah Salsa. Wanita itu keberatan dengan rencana suaminya. 

 

"Kamu gak usah takut sayang, Kiki ini orang baik kok. Aku yakin dia pasti melindungi kamu selayaknya adik lelaki melindungi kakak perempuannya, iya kan, Ki?" tanya Ikbal pada adiknya.

 

"Yoi ... so pasti lah Bang, masa gue berbuat yang enggak-enggak sama kakak ipar sendiri. Gue kan sayang sama Lo bang, Abang gue satu-satunya," jawab Kiki sembari merangkul pundak Ikbal seolah-olah tak pernah terjadi apapun antara dirinya dengan pujaan hati kakaknya itu.

 

Salsa mendengkus kesal mendengar pernyataan Kiki yang penuh kebohongan. Darahnya serasa mendidih menyaksikan kepura-puraan adik iparnya yang menjijikkan.

 

Andai Ikbal tahu bahwa adik kesayangannya itu telah menghancurkan belahan jiwanya, merebut kegadisan yang seharusnya menjadi miliknya, pastilah mereka tak akan bisa bergurau seperti ini lagi. 

 

Namun, sayangnya Salsa masih belum memiliki keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya. Terlebih melihat kedekatan Ikbal dengan adiknya dan pandainya Kiki dalam bersilat lidah, pastilah dirinya yang akan disalahkan dan mungkin dicampakkan. 

 

"Oh ya kak, ternyata Salsa memang benar cantik kaya yang lo ceritain ya," puji kiki sambil tersenyum nakal ke arah Salsa.

 

"Iya dong ... Salsa ini cewek paling cantik di kampus gue, berprestasi dan beda banget kaya cewek-cewek lainnya," jawab Ikbal, dia sangat membanggakan istrinya.

 

Salsa mulai tak nyaman dengan pembicaraan kakak beradik yang mulai ngalor-ngidul. Setelah menyiapkan makan malam, wanita itu berpamitan untuk langsung ke kamar, nafsu makannya hilang karena tragedi tadi sore. 

 

Di dalam kamar, Salsa membenamkan wajahnya ke bantal, ia menangis sesegukan, wanita itu bingung dengan apa yang harus ia lakukan.

 

Ia bimbang harus berterus terang atau menutupi semuanya. Salsa tahu, kejujuran adalah tiangnya rumah tangga, tetapi ketakutan akan kehilangan Ikbal begitu besar mendominasi hatinya.

 

Blum lagi pandangan masyarakat jika pernikahannya yang masih seumur jagung harus kandas hanya gara-gara dia sudah tidak perawan lagi.

 

 

"Allah, mengapa semua ini terjadi padaku? Aku ingin mengatakan semua ini pada Mas Ikbal, tapi apakah ia akan percaya? Bagaimana kalau nanti Kiki tidak mengakuinya? Aku takut." bisik Salsa dalam hati, air matanya mengalir semakin deras di kedua pipinya.

 

"Sayang ...." sapa Ikbal yang entah kapan lelaki itu berdiri di ambang pintu dan menatapnya.

 

Salsa segera menyeka air matanya, ia menarik napas lalu membuangnya perlahan. Sekuat tenaga Salsa menata hatinya agar tak gegabah mengambil keputusan.

 

Ia tahu betul, lelaki di hadapannya adalah tipe orang yang cemburuan dan pasti akan murka jika tahu wanita yang dinikahi dengan bangganya, ternyata tidak seperti yang dibayangkan.

 

"Iya," sahut Salsa dengan suara lembut.

 

Dengan hati-hati Salsa menghadap suaminya, dia berharap tak ada tanda yang tertinggal bahwa dirinya habis menangis.

 

"Kamu kenapa? Kok matanya sembap? Habis nangis?" Ikbal memberondongnya dengan pertanyaan, kemudian lelaki itu mengusap mata Salsa yang membengkak.

 

"Enggak Mas, aku kangen ibu sama bapak aja," jawab Salsa berbohong.

 

"Baru sebentar aja udah kangen ibu sama bapak, ini suami kamu engga dikangenin? Udah seminggu nih nahan-nahan. Udah bersih belum?" bisik Ikbal setengah menggoda.

 

Duarrrrr  .... 

 

Bagai tersambar petir, inilaah hal yang amat Salsa takutkan.

 

"Bagaimana ini? Mas Ikbal sudah meninta haknya," gumam Salsa dalam hati.

 

Wanita itu sangat cemas. Ketakutan Salsa semakin besar, ditambah rasa nyeri di antara kedua pahanya masih begitu terasa menyakitkan. Allah, aku harus bagaimana? Batinnya.

 

"Emmm ... belum tahu nih, Mas. Tadi siang sih udah bersih, tapi kayaknya masih keluar deh mas, kadang aku lebih dari seminggu juga sih," tutur Salsa kikuk, ia mencari alasan yang masuk akal untuk menunda ritual itu.

 

"Oh begitu, ya udah deh, besok-besok aja ya sayang, nanti kalau udah bersih jangan pernah nolak aku ya," goda Ikbal sambil mencolek hidung mancung Salsa gemas.

 

"Oh ya Mas, aku mau ke dapur dulu ya, haus banget nih, kamu.au minum?" tanya Salsa. Padahal ia ingin menelpon ibunya untuk mencari solusi.

 

"Boleh sayang, tolong ambilin ya," balas Ikbal sembari tersenyum melihat istrinya yang sangat perhatian.

 

Salsa gegas keluar dari kamar, ia setengah berlari  menuju dapur, dirogohnya saku yang berisi ponsel, lalu ia mencari kontak bernama ibu.

 

"Hallo, Assalamu'alaikum Bu," sapa Salsa dengan meletakkan ponsel di telinganya. Suara wanita itu terdengar berbisik. 

 

Ibunya menjelaskan semua rencana yang harus dilakukan Salsa agar suaminya tak curiga. Sementara Salsa mendengarkan perintah itu dengan saksama, meskipun dirinya dan sang ibunda enggan melakukan itu, tetapi mereka merasa terpaksa demi keutuhan rumah tangganya. 

 

"Iya Bu, iya nanti Salsa coba pakai cara ibu ya, terima kasih ibu sudah bantu Salsa, insyaallah Salsa praktekkan besok ya, Assalamu'alaikum," kata Salsa lalu mengakhiri panggilan dengan ibunya.

 

Hati Salsa diliputi rasa bersalah. Sebagai seorang muslim, tentu Salsa tahu perbuatannya adalah dosa besar. Namun, lagi-lagi ia masih belum siap untuk jujur. 

 

Salsa menarik napas dalam kemudian menghembuskannya kasar, ia berusaha meyakinkan diri bahwa semua akan baik-baik saja. 

 

Namun, saat Salsa baru saja membalikkan badan hendak kembali ke kamar, wanita itu terkejut hebat.

 

Ternyata Kiki sudah berdiri tepat di belakangnya dengan senyuman menyeringai, seolah-olah lelaki itu merasa puas dengan apa yang dilakukannya pada sang ipar. 

 

Mata Salsa membulat, tangannya mengepal, ingin rasanya meluapkan emosi pada lelaki di hadapannya itu.

 

Hanya saja itu tak mungkin, jika Salsa melakukannya, justru akan membuat suaminya curiga bahwa Ia memiliki masalah dengan Kiki.

 

"Minggir, saya mau ke kamar!" Salsa berusaha menghindar, tetapi langkahnya dihadang oleh tubuh tegap Kiki.

 

Tangan lelaki itu berusaha untuk memeluk Salsa, tetapi ditepis kasar oleh wanita itu.

 

"Jangan sentuh saya!"

 

Mata Salsa mulai memanas, darahnya naik ke ubun-ubun atas pelecehan yang dilakukan adik iparnya.

 

"Salsa, sudah lama aku suka sama kamu, saat kamu baru dekat dengan Ikbal, dia selalu cerita tentang kamu, sehingga aku selalu membayangkan betapa cantiknya kamu, beruntung akulah yang pertama kali menyentuh dirimu, bukan kakakku. Dan suatu saat nanti, kamu pasti akan menjadi milikku seutuhnya, menjadi ibu dari anak-anakku." ungkap Kiki sambil menyunggingkan senyum nakal. Lelaki itu tak merasa bersalah sama sekali.

 

"Tidak ... saya tidak akan pernah sudi menjadi ibu dari anak-anak kamu, minggir!" ketus Salsa sambil berusaha mendorong tubuh atletis Kiki.

 

Namun nihil, Kiki justru merengkuhnya jauh lebih dalam sehingga tubuh kecil Salsa terbenam di pelukan Kiki.

 

"Lepas ... lepasin Ki, aku kakak kamu!" kata Salsa sambil berusaha melepaskan pelukan Kiki.

 

"Kamu akan hamil anakku, sayang. Kamu pasti akan hamil anakku, Salsa cantik," bisik Kiki tepat di telinga Salsa. 

 

Mendengar perkataan Kiki, emosi Salsa semakin menjadi. Wanita itu merasa marah dan benar-benar ingin menghabisi nyawa adik iparnya. 

 

"Kiki ... Salsa, sedang apa kalian?"

 

Suara Ikbal tiba-tiba saja terdengar. Sontak mata Kiki dan Salsa membulat saking terkejutnya.

 

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status