Share

Tujuh

Author: Gleoriud
last update Last Updated: 2021-10-19 20:59:03

Luna memijit kepalanya lelah. Matanya memandang Mike dengan putus asa. Mike adalah teman sekaligus bawahannya, laki-laki itu adalah teman berbicara selama ini dalam soal pekerjaan, tapi Luna jarang membicarakan hal pribadi dengan laki-laki itu.

"Aku harus mencari kemana lagi, bahkan hutang perusahaan belum terbayar sampai saat ini, bunga terus berjalan setiap bulannya." Luna mengusap tepi cangkir tehnya. Saat ini mereka tengah duduk di ruangan Luna.

Sebenarnya sudah waktunya pulang, tapi mereka terus berfikir keras untuk melanjutkan perusahaan kecil yang dilanda krisis karena buruknya ekonomi di negara saat ini.

"Kau adalah orang yang paling tidak bisa dimengerti, kalau aku jadi kau, aku lebih memilih meneruskan perusahaan ayahku yang sudah berkembang sangat pesat."

Luna menatap Mike sekilas. "Aku lelah hidup di bawah bayang-bayang nama besar keluargaku. Aku sudah memutuskan untuk mandiri, dan kini saatnya aku membuktikan ucapanku sendiri."

Mike tak bisa berkata apa-apa lagi. Jika Luna sudah memutuskan sesuatu, maka dia takkan mengubah pemikirannya.

*****

Luna melemparkan tasnya ke atas sofa, lalu merebahkan tubuhnya di sana dengan kepalanya berdenyut sakit. Banyak sekali yang mengganggu pemikirannya akhir-akhir ini, mulai dari urusan petusahaan yang terancam gulung tikar, ditambah dengan urusan pribadinya yang tak kunjung selesai.

Luna tak memperdulikan derit pintu kamar milik Jim yang terbuka. Yang diinginkan Luna saat ini adalah mandi dan tidur, tapi tubuhnya terlalu lelah untuk menyeret kakinya ke kamar mandi.

Jim terlihat menimbang, akhirnya dia memutuskan untuk mendekati Luna dan duduk di samping wanita itu. Ada berita penting yang harus disampaikannya.

"Ada apa?" Luna sedang tak ingin berdebat. Kalau bisa, tak usah saja mereka bertemu malam ini. Luna sangat lelah.

Jim tak langsung menjawab. Tapi wajahnya terlihat gelisah.

"Mamimu sedang dalam perjalanan ke sini."

"Apa?" Luna shock, sangat shock sampai sampai dia terlonjak bangun dari tidurnya. Mata mengantuk itu terbelalak. Ini kabar maha dahsyat, Karena tak biasanya maminya mengunjunginya.

"Bagaimana bisa mami ke sini tanpa memberitahuku lebih dulu." Luna merapikan jilbabnya yang berantakan .

"Tak hanya mamimu, tapi ibuku juga."

"Apa mereka ingin membunuh kita? Aku tak percaya ini." Luna langsung bangkit. Semua orang terus saja meneror dirinya, tak membiarkan dia bersantai sebentar saja.

"Lalu bagaimana?" Jim bingung sendiri.

Luna tak sempat menjawab saat bel pintu masuk sudah berbunyi tak sabaran.

Luna berlari tergesa-gesa membuka pintu masuk. Matanya membulat, tak hanya maminya, papinya dan kedua ayah ibu Jim ikut datang serta keponakan kecil Jim. Apa mereka berencana untuk reuni di apartemen kecilnya?

Orang-orang itu masuk bahkan tanpa permisi terlebih dulu. Luna dan Jim hanya melongo memandang dua wanita yang berpakaian glamour di usia yang tak lagi muda. Mereka meletakkan tumpukan tas belanjaan di atas sofa yang ditempati oleh Luna dan Jim sambil tertawa ringan, ala nyonya-nyonya yang bahagia setelah menghabiskan banyak uang.

Sementara kedua laki-laki yang sudah bersahabat dari zaman SMA itu sibuk dengan obrolan sambil bernostalgia.

Apa Luna dan Jim dianggap makhluk tak kasat mata sampai semua tamu tak menganggap mereka.

Luna mengamit maminya, berbisik pelan pada wanita yang sudah melahirkannya itu.

"Mami, apa-apaan ini? Kenapa mami tak memberitahu dulu."

"Diam! Aku tak ingin kau membuat malu. Mami hanya ingin mereka tau kau dan Jim kembali bersama."

"Mami." Luna tak sempat membantah saat maminya memainkan peran dengan baik.

"Oke, sekarang saatnya makan malam."

Ibu Jim bertepuk tangan gembira, setelah itu, ekor matanya melirik anaknya yang hanya menatap tak berdaya.

"Penampilan barumu bagus. Dengan bulu di wajahmu kau akan lebih mirip orang utan."

Jim hanya mendengus, sementara Luna sempat terpancing tawa geli mendengar ujaran mertuanya itu.

"Bagaimana, Lun? Apa kami mendapat kabar baik?" Ibu Jim bertanya santai sambil mengeluarkan tiga kotak pizza. Sedangkan mami Luna tampak sibuk mengobrak-abrik isi dapur.

Luna belum selesai dengan keterkejutannya, saat suara keponakan Jim yang baru berumur delapan tahun mengalihkan perhatian serius se isi Ruangan.

"Oma, kamar tante Luna dan om Jim terpisah."

Bolehkah Luna menutup mulut anak itu? Tapi nanti saja, lihatlah wajah mami dan mertuanya yang memandang dia dan Jim dengan garang.

"Jadi kalian masih tidur terpisah? Kami mengira kalian sudah memiliki kemajuan, Apa kau tak mampu melakukannya Jim?" Ibu Jim memandang anaknya tajam. Sedangkan Jim terlihat datar dan tak peduli.

"Jim," bentak ibunya, dia kesal di abaikan oleh anak itu.

"Apa yang ibu bicarakan? Apa ibu tidak malu dengan pertanyaan yang ibu lontarkan?" Jim menahan suaranya. Sedangkan Luna hanya memijit kepalanya yang terasa semakin sakit.

"Kalian benar-benar." Ibu Jim menahan emosinya.

*****

Luna memandang pintu kamarnya, kening gadis itu mengernyit heran. Jim berdiri di sana dengan satu bantal dan satu selimut.

Luna cepat-cepat memakai cardigannya agar tubuh yang hanya dibalut baju tidur itu tersembunyi dari pandangan Jim.

Laki-laki itu hanya berdiri mematung di pintu kamar yang terbuka.

"Ada apa, Jim? Kau masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu." Luna merapatkan cardigan itu ketubuhnya.

"Mereka mengusirku," katanya datar tanpa ekspresi.

"Apa?"

"Kamarku sudah dikuasai ibuku dan mamimu. Sofa sudah ditempati ayah. Jika aku tak mau masuk ke sini, mereka akan mengikatku dan melemparku kedalam kamarmu."

Ini adalah kalimat terpanjang Jim.

Luna memang langsung meninggalkan orang-orang itu lebih awal dan masuk ke kamarnya. Mungkin di saat itu lah tragedi itu terjadi.

Lalu bagaimana sekarang? Sekamar dengan Jim? Ini lebih gawat dari mendapat mimpi buruk.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ranjang Pengantin    Tiga Puluh Sembilan ( End )

    Luna mematikan alarm yang berbunyi nyaring di atas meja yang bersebelahan dengan tempat tidurnya. Pukul lima subuh, suara adzan pun terdengar nyaring dari mesjid besar yang berada tak jauh dari apartemen. Luna menyentuh lengan Jim, walau mereka baru tidur jam dua dini hari, tapi kewajiban sebagai muslim harus ditunaikan tanpa kelalaian."Jim! Hei, bangun! Kita harus mandi.""Engh...." Jim menggeliat, membuka matanya yang sayu kemudian melirik jam dinding yang terpajang di dinding kamar Luna."Ah! Padahal aku baru tidur beberapa jam.""Bangun!" Luna tak menyerah."Iya, baiklah!" Jim akhirnya memaksakan diri untuk bangun.*****Di tahun ke tujuh pernikahan mereka, atau tahun ke dua setelah tinggal bersama, banyak hal yang berubah, salah satunya Luna bertugas menjadi ibu rumah tangga dan perusahaan diserahkan ke pada Jim untuk mengelola dengan bantuan dari Luna. Mereka sudah memiliki cabang di kota kota lain, salah satu cabang yang tak kalah maju adalah yang berada di kota Surabaya yang

  • Ranjang Pengantin    Tiga Puluh Delapan

    Luna menyesap sedikit teh hangat yang masih mengepul mengeluarkan asap. Sore yang dihiasi gerimis serta udara sejuk cukup membuat ke dua orang yang sedang duduk berhadapan di balkon kamar itu merasa rileks.Iya, beberapa hari sesudahnya, Jim memutuskan kembali ke apartemen Luna karena kondisinya yang mulai membaik. Tubuhnya sudah berfungsi sempurna, hanya saja belum bisa melakukan pekerjaan berat.Jim sampai di apartemen jam satu siang diantar oleh supir pribadi ibunya. Mertua Luna itu sempat mampir sebentar dan berbincang-bincang sejenak dengan Luna.Saat mertuanya datang, Luna menyambut dengan ramah, mempersilakan wanita itu duduk dan menghidangkan cake yang baru saja dibuatnya pagi ini. Berhubung hari libur, Luna hanya menghabiskan waktu di dapur dan mencoba resep baru yang baru didapatkannya di internet."Kau lebih cocok menjadi seorang koki," komentar Marta saat merasakan bagaimana cita rasa cake lembut yang melumer di mulutnya. Wanita itu, memang mewarisi bakat sang maminya yang

  • Ranjang Pengantin    Tiga Puluh Tujuh

    Luna menutup pintu ruangannya lalu menguncinya. Pada hari ini dia memutuskan untuk pulang lebih awal. Sejak hubungan mereka membaik, Jim berubah menjadi laki- laki yang cerewet dan menanyakan pertanyaan setiap saat pada Luna. Tak jauh-jauh dari 'di mana? Lagi apa? Udah makan belum?' atau yang paling menggelitik 'aku kangen', Luna merasa seperti remaja belasan tahun yang kasmaran. Sudah lima hari mereka tak bertemu, karena Luna bekerja ke luar kota selama lima hari itu untuk menyelesaikan pekerjaannya. Perusahaan berjalan sangat baik, keuntungan bahkan meningkat menjadi tiga ratus persen. Semua tak lepas dari bantuan Jim, yang telah menyuntikkan dana membangun kembali perusahaan Luna yang hampir gulung tikar.Luna berjalan semangat ke parkiran mobil, senyum tipis tak pernah lepas dari bibirnya.*****Sepeti biasa, ibu Jim membuka pintu saat Luna mengetuk pintu rumah itu. Walaupun masih kaku, tapi ibu Jim tak pernah mengucapkan kalimat pedas seperti biasanya. Dia lebih banyak diam dan

  • Ranjang Pengantin    Tiga Puluh Enam

    Luna kembali ke apartemennya setelah shalat subuh di rumah Jim. Minta izin sekilas pada ibu mertua dan bergegas ke apartemen untuk bersiap siap bekerja. Hari ini ada beberapa klien yang sudah memilki janji bertemu langsung dengan Luna.Jim pagi itu berusaha menahan Luna, merana masih merengek dan belum puas bersama istrinya itu, tapi berjanji akan sering berkunjung. Hal itu membuat Jim tak lagi ngotot.Pagi ini, Luna tak bisa menyembunyikan senyum dari wajahnya. Entah kenapa, hari ini berasa dipenuhi bunga bunga mekar yang mengeluarkan harum semerbak. Hal itu tak luput dari mata jeli Lia, wanita yang suka ingin tau itu menyipit melihat wajah Luna yang berseri seri."Kau memang lotre?"Luna langsung mengganti senyumnya dengan wajah kaku. Bisakah Lia tak mengganggunya saat ini? Tapi harapan tinggal hayalan. Wanita cantik bak model itu malah menutup pintu supaya pembicaraan semakin aman."Ada apa?pagi-pagi sudah kepo?" Luna pura-pura sibuk mengotak Atik komputernya."Tunggu, tunggu!" Lia

  • Ranjang Pengantin    Tiga Puluh Lima

    "Kesini lah, Lun! Peluk aku!"Luna merasa hatinya gemetar, matanya menahan kedip dan aliran darah yang berjalan sangat cepat. Tentu saja dia ingin memeluk suaminya itu, sudah lama kesempatan itu dinantikan olehnya, tapi seakan kakinya terpaku di lantai, Luna tak bergerak sedikitpun. Jim menunggu, menunggu reaksi Luna, tapi tampaknya penantian akan sia sia. Jim tak menunggu lama, dia mengayuh kursi rodanya dan menubruk pinggang ramping itu, Luna menyambut tak siap dan terdorong beberapa langkah."Ya Tuhan, kau terlalu lama berfikir." Jim berbisik lirih, laki-laki itu memejamkan matanya menikmati saat jemari Luna yang bergetar singgah di kepalanya yang mulai ditumbuhi rambut. Tak ada yang bicara, masing-masing menikmati pelampiasan kerinduan secara sederhana, cukup satu pelukan dan detak jantung yang saling berpacu.Beberapa saat saling diam, Jim mulai buka suara kembali, menengadah menyelam ke mata Luna yang berkaca kaca. Ada kehangatan yang tak diutarakan di bola mata tegas milik wa

  • Ranjang Pengantin    Tiga Puluh Empat

    Hujan mengguyur kota Jakarta sejak dua jam yang lalu. Luna masih betah di kantornya padahal jarum jam sudah menunjukkan jam enam lewat dua puluh menit, para karyawan sudah pulang sejak jam empat sore tadi. Entah mengapa, Luna merasa lebih betah di kantor dari pada pulang ke Apartemen dan mendapati apartemen yang kosong. Ini sudah terhitung dua hari Jim tinggal di rumah Marta, dan sampai saat ini Luna belum berkesempatan untuk mengunjungi suaminya itu.Luna mengintip ke jendela kaca yang berembun, di luar sudah tampak gelap karena matahari mulai menyelinap ke peraduan, Luna mendesah tak semangat. Rindu? Tentu saja, setiap detik dia memikirkan Jim, namun bukan Luna namanya jika bisa langsung menampakan ekspresi secara berlebihan. Lia lah yang paling peka, sahabat satu satunya yang memahami Luna itu lebih banyak mengomel hari ini."Jangan kebanyakan gengsi, kalau rindu ya kunjungi, peluk sepuasnya dan bercinta setelahnya."Luna tak menghiraukan ocehan tanpa filter Lia."Kau tampak men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status