Brak!
"Emmm ... Kenapa gelap sekali?" gumam Celine yang baru saja membuka matanya. Dia mendapati dirinya kini berada di sebuah ruangan yang tidak ada cahaya sama sekali.Wanita cantik itu menajamkan pendengarannya. Gendang telinganya samar-samar menangkap adanya suara langkah kaki yang terseret. Dia yakin jika orang tersebut berjalan terseok-seok akibat menabrak barang yang ada di dalam kamar itu."Sayang, apa itu kamu? Apa kamu sedang mabuk? Lalu, ada apa dengan lampunya? Apa sengaja kamu matikan agar aku tidak mengetahuinya?" Celine memberondong pertanyaan seraya mengusap kedua kelopak matanya agar bisa terbuka lebih lebar.Namun, orang tersebut tidak menyahuti pertanyaan darinya. Bahkan suara langkah orang tersebut terdengar semakin mendekat ke arahnya yang sedang berada di atas ranjang.Bruk!"Aaaah ...!" seru Celine dengan suara yang tertahan. Orang tersebut kini telah menindihnya. Sosok yang tidak dia ketahui itu, tak menghiraukan seruan Celine yang ada di bawah kungkungannya. Bahkan wanita yang memiliki rambut sebahu itu, berusaha keras untuk menyingkirkan tubuh pria yang terasa berat menindihnya, tapi pria tersebut semakin menelusupkan wajahnya pada ceruk leher sang wanita."Uggggh!"Celine masih saja berusaha menyingkirkan tubuh pria tersebut, meskipun ada kemungkinan jika pria yang kini menindihnya itu adalah suaminya.Sialnya, pria yang menindihnya itu semakin menelusupkan wajahnya hingga hidung mancungnya mengenai kulit leher wanita tersebut. Hembusan nafas pria yang masih belum diketahui identitasnya itu, menerpa kulit leher Celine, sehingga membuat bulu kuduknya meremang. Sekuat tenaga Celine menahan agar suaranya tidak keluar. Dia menggigit bibir bawahnya dan memejamkan matanya, berusaha keras menahan agar tidak ada sedikit suara pun yang keluar menelusup dari bibirnya.Sayangnya, suara lenguhan berhasil keluar begitu saja dari mulut Celine. Bibirnya terbuka tatkala bibir pria itu menari-nari menjelajah lehernya. Bahkan lidahnya bermain-main di sana. Mendengar suara lenguhan sang wanita membuat si pria semakin bersemangat. Tangannya seolah bergerak sendiri, bergerilya pada aset-aset berharga milik wanita itu, sehingga sang wanita tidak bisa lagi menolak kehadiran pria itu di dekatnya.Kamar yang sunyi dan tanpa adanya seberkas cahaya apa pun, membuat gerakan mereka berdua semakin liar. Bahkan terdengar suara lenguhan dari mereka berdua yang memenuhi kamar tersebut.Buaian dari sang pria membuat Celine terbuai. Dia melupakan segalanya, melupakan tentang pertanyaan yang ditujukannya pada pria tersebut. Bagaimana tidak, pria itu berhasil membuat Celine begitu mabuk kepayang dengan sentuhan-sentuhannya, dan permainan mereka di atas ranjang. 'Apa ini? Kenapa dia berbeda sekali dengan biasanya? Apa dia sudah belajar dari teman-temannya, seperti yang dikatakannya waktu itu? Dia sungguh hebat sekarang,' batin Celine yang sedang menikmati buaian dari sang pria."Aaaaah!" Seketika lenguhan Celine tidak terdengar lagi. Bibirnya diraup dengan cepatnya oleh bibir sang pria. Sialnya lagi, Celine pun terbuai oleh permainan bibir sang pria, sehingga dia membalas ciuman tersebut.Gayung pun bersambut. Mereka berdua saling menikmatinya, sehingga waktu yang mereka habiskan untuk bersama terasa sangatlah singkat. Kamar yang tanpa cahaya itu, tidak lagi sunyi. Suara lenguhan dan ekspresi tubuh mereka menjadi irama tersendiri yang memenuhi kamar. Bahkan ranjang yang tadinya rapi, kini menjadi berantakan dan berpeluh. Kini tubuh sang pria terbaring lemah di atas tubuh sang wanita, setelah mereka melakukan pelepasan secara bersamaan. Bahkan nafas mereka sama-sama memburu, dan hembusan nafas mereka saling menerpa wajah yang ada di hadapannya.Setelah beberapa saat, sang pria bergerak turun dari atas tubuh sang wanita. Dia berbaring di sebelahnya, dan memeluk erat tubuh sang wanita, untuk tidur bersamanya.'Aroma tubuh ini bukan aroma Sean yang biasanya. Apa dia mengganti parfumnya?' Sibuk bertanya-tanya dalam hatinya, dan tidak mendapatkan jawabannya, mata Celine pun terpejam dalam pelukan sang pria. Bahkan dia membalas pelukan tersebut dengan melingkarkan tangannya pada pinggang sang pria. Mereka berdua terlelap dengan saling memeluk, dan merasakan kenyamanan dalam dekapan tersebut.Setelah beberapa saat, terdengar suara bising dari luar kamar tersebut. Perlahan mata sang wanita pun terbuka. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya, menyesuaikan binar cahaya yang masuk ke dalam retina mata. Seketika matanya tertuju pada wajah tampan yang terpampang dengan jelas di hadapannya.Dia terpanah oleh ketampanan wajah pria yang tidak asing baginya. Bahkan dia terpesona, menatapnya tanpa berkedip, seolah memperlihatkan bahwa dia sedang mengagumi paras tampan sang pria yang hampir tidak berjarak dari wajahnya.Tiba-tiba indera pendengaran mereka menangkap suara bising dari luar kamar. Matanya terbelalak mengetahui bahwa suara di luar sana adalah suara suaminya dan ibu mertuanya.Seketika dia teringat akan situasinya saat ini. Celine kembali menatap wajah pria yang sedang memeluknya, dan matanya perlahan terbuka.Tatapan mereka pun beradu. Beberapa detik kemudian mereka saling melepaskan pelukannya, dan bergerak saling menjauhi. "Kenapa kamu ada di sini?" tanya sang pria sambil mengernyitkan dahinya."Ini kamarku, seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu," jawab Celine sembari menutupi bagian depan tubuhnya menggunakan selimut."Kamarmu?" tanyanya kembali sambil mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan tersebut.Pria tersebut memegang kepalanya, dan menjambak rambutnya dengan kesal, seraya berkata,"Apa yang terjadi padaku semalam? Kenapa aku bisa ada di sini? Kenapa aku tidak bisa mengingatnya?" "Sudahlah. Nanti kita bicarakan lagi. Lebih baik kamu cepat keluar dari kamar ini, sebelum suamiku masuk dan menemukan kita dalam keadaan seperti ini," sahut Celine seraya beranjak dari ranjang, dan tergesa-gesa mengambil pakaiannya di lantai setelah mendengar suara suaminya semakin dekat.Pria itu pun tergesa-gesa memakai celana dan bajunya, hingga mereka dikejutkan dengan ketukan pintu kamar tersebut, diiringi oleh suara seorang pria yang familiar di telinga mereka."Sayang, buka pintunya!" "Kenapa kamu kunci? Apa kamu lupa jika suamimu ini belum masuk?!"Sontak saja mereka berdua yang berada dalam kamar tersebut menoleh ke arah pintu. Mata mereka pun terbelalak mendengar suara pria tersebut kembali berteriak."Cepat pergi! Keluarlah lewat jendela itu!" ucap Celine lirih, seraya menunjuk jendela kamarnya.Secepat kilat pria tersebut melompat dari jendela kamar. Bahkan terdengar suara benda jatuh karena ketinggian kamar tersebut yang berada di lantai dua."Sayang! Cepat buka pintunya! Aku lelah! Aku ingin cepat istirahat!" seru pria yang berstatuskan suami sah Celine, sembari mengetuk pintu kamar tersebut."Sebentar!" teriak Celine sambil merapikan ranjangnya."Cepatlah!" seru sang suami kembali, seolah tidak sabar untuk dibukakan pintu.Selang beberapa saat, pintu kamar pun terbuka. Celine tersenyum manis menyambut sang suami yang menatap lapar padanya. Dia memeluk erat sang istri, seraya berkata,"Kamu cantik sekali, Sayang. Aku sangat merindukanmu."Sang istri pun membalas pelukan suaminya dengan erat dan berkata,"Aku juga merindukanmu, Sayang.""Celine, Sean. Apa kalian melihat Dave?!" seru seorang wanita paruh baya yang sedang berjalan menghampiri mereka."Dave?" tanya Sean balik pada mamanya."Iya, Dave, kakakmu. Apa kalian melihatnya?" tanya kembali wanita paruh baya tersebut dengan menatap Sean dan Celine secara bergantian.Sean mengernyitkan dahinya. Dia Menatap sang mama dan berkata,"Sean baru pulang, Ma. Jadi, mana Sean tahu di mana Dave berada."Anna, seorang wanita paruh baya dengan rambut pendek berwarna ash brown, dan memakai dress longgar selutut, merupakan ibu kandung dari Dave dan Sean. Dia menatap ke arah menantunya, seraya berkata,"Celine, apa kamu juga tidak bertemu dengan Dave?" Seketika tubuh Celine menegang. Dadanya terasa sesak, seolah sedang ketahuan melakukan sesuatu. "Emmm ... Dave, saya ti-tidak tahu Ma," jawab Celine terbata-bata, dan terlihat gugup.Sean tersenyum tipis, dan merangkul pundak istrinya, sehingga pundak mereka saling berdempetan. "Celine sedari tadi ada di dalam kamar, Ma. Jadi, tidak mungkin dia tau di mana Dave berada," tukas Sean ketika melihat tatapan curiga sang mama pada menantunya."B
"Siapa yang memberi tanda merah di situ?!" tanya Sean dengan menatap geram pada istrinya, seraya menunjuk bagian dadanya.Sontak saja sang istri terperanjat dan melihat ke arah dadanya. Matanya terbelalak tatkala retina matanya menangkap tanda merah yang terhias dengan indahnya pada kedua aset berharganya. Lidahnya kelu, sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan suaminya. Bukan hanya itu saja, dia juga tidak tahu harus menjawab apa."Jawab!" bentak Sean dengan mengeratkan gigi-giginya.Celine tersentak dan ketakutan melihat kilatan amarah yang terlihat dalam mata suaminya. Sungguh dia tidak pernah melihat sang suami marah hingga menyeramkan seperti saat ini.Mata Sean semakin tajam dan menggertak, seolah menyuruh istrinya agar secepatnya menjawab pertanyaan yang diberikannya. Sontak saja sang istri secara spontan membuka bibirnya dan menjawab cepat, tanpa sempat memikirkan apa yang akan dikatakannya."Aku tidak tahu. Mungkin saja nyamuk atau semut yang menggigit di situ," ucapnya terbata
Dave meletakkan cangkir kopinya kembali di atas meja. Kemudian dia melihat ke arah Sean, dan berkata,"Aku pulang semalam. Ada apa?""Benarkah? Lalu, kenapa Mama mencari mu seperti orang hilang?" tanya Sean balik dengan menatap heran pada Dave, kemudian beralih menatap sang mama dan bertanya padanya."Ma, ada apa sebenarnya?"Celine hanya diam dan duduk di kursi yang biasa didudukinya. Dia tidak berniat sama sekali untuk ikut dalam pembicaraan mereka seperti biasanya. "Semalam, setelah kalian masuk ke dalam kamar, Mama kembali menghubungi Dave. Ternyata dia berada di dalam kamarnya," jawab Anna disertai helaan nafasnya, sembari melihat ke arah Dave yang sama sekali tidak merasa bersalah telah membuat cemas seluruh anggota keluarganya.Dave telah menjadi duda enam bulan yang lalu, sejak meninggalnya Levina, istri sahnya dikarenakan kecelakaan bersama dengannya. Rasa bersalah pada mendiang istrinya, masih saja membayanginya hingga saat ini pun tidak bisa melupakannya.Seketika Sean me
"Kenapa dia meneleponku?"Bimbang. Saat ini Celine merasa bingung hanya karena telepon dari seseorang. Jarinya bergerak hendak menekan tombol hijau, tapi seketika diurungkannya. "Aku jawab atau tidak?" gumam Celine yang terlihat bingung pada wajahnya.Namun, ekspresi wajah Celine terlihat kehilangan ketika panggilan telepon tersebut berakhir dengan panggilan tak terjawab.Seketika dia terkesiap tatkala melihat layar ponselnya kembali menyala dan menampilkan nama si penelepon. Tanpa sadar, jemari lentiknya menyentuh tombol hijau, sehingga panggilan telepon itu pun terjawab olehnya. 'Halo.'Terdengar suara seorang pria yang sangat familiar di telinganya. Tanpa sadar pun dia menjawab sapaan si penelepon."Halo, Dave."'Bagaimana hasil pemeriksaannya? Apa kamu sedang hamil?' Pertanyaan Dave membuat Celine tercengang. Tanpa sadar Celine pun bertanya balik padanya."Kenapa kamu bertanya, Dave?"'Aku hanya ingin memastikan saja. Takutnya semalam--'"Cukup, Dave!" sahut Celine dengan cepat.
"Bagaimana hasil pemeriksaannya, Celine?" Suara sang ibu mertua menghentikan langkah Celine ketika hendak berjalan menuju kamarnya. Celine pun mendekati sang mertua dan memegang kedua tangannya, menampakkan wajah sedihnya dengan matanya yang berkaca-kaca, seraya berkata,"Maaf, Ma. Celine belum bisa memberikan cucu pada Mama."Senyum Anna pudar. Terlihat raut kekecewaan di wajah cantiknya meskipun sudah berusia senja. "Tidak masalah. Ini bukan salahmu. Mungkin belum saatnya Tuhan memberikan keturunan pada keluarga ini," tutur Anna dengan lemah lembut pada menantunya.Celine memeluk tubuh ibu mertuanya dengan air matanya yang menetes. Dalam hati dia meminta maaf padanya, karena melakukan malam panas dengan kakak iparnya di dalam kamarnya. Anna mengurai pelukan mereka. Diusapnya air mata sang menantu dengan lembut, seraya bertanya padanya."Lalu, kenapa tadi merasa mual dan sedikit pucat? Apa kamu sakit? Apa dokter sudah memberikanmu obat?" Celine menganggukkan kepalanya tanpa menjaw
"Mungkin aku akan lembur nanti," ucap Sean sambari memakai bajunya.Celine menatap suaminya dari cermin rias yang ada di hadapannya. Dia memperhatikannya, seraya berkata dalam hati,'Jelas sekali berbeda. Permainan ranjangnya sangat berbeda dengan Dave. Kenapa aku masih saja bisa merasakan sentuhan, ciuman dan permainannya? Oh Tuhan, ada apa denganku? Tolong jangan siksa aku dengan cara seperti ini. Jauhkan aku dari rasa suka pada Dave. Dia kakak iparku, Tuhan.""Sayang, ada apa? Kenapa kamu bengong seperti itu?" tanya Sean yang menatap istrinya dari tempatnya saat ini, melalui cermin yang ada di hadapan sang istri.Celine pun terkesiap. Dia gugup dan salah tingkah, seolah tertangkap basah sedang melakukan sesuatu."Tidak. Aku hanya merasa kesepian tiap kali kamu pulang terlambat dari bekerja," jawabnya dengan gugup.Sean tersenyum. Dia berjalan menghampiri istrinya, dan memeluknya dari belakang."Maafkan aku, Sayang. Aku akan usahakan agar tidak lagi pulang terlambat," ucapnya lembut,
Senyum Celine seketika lenyap. Dia berdiri mematung di depan pintu ruangan suaminya. Kakinya terasa berat, tidak bisa digerakkan. Bahkan air matanya menetes dengan sendirinya. Brak!Tas yang berisi beberapa box makanan, terlepas dari tangannya, hingga isi dalam tas tersebut berserakan di lantai.Sontak saja Sean yang sedang duduk di kursi kebesarannya, menoleh ke arah pintu. Secepat kilat dia mendorong tubuh wanita yang berada di pangkuannya, sehingga wanita tersebut jatuh di lantai dan berteriak kesakitan."Sayang!" seru Sean dari tempat duduknya, menatap kaget pada istrinya yang masih berdiri mematung di tempatnya.Seketika Celine tersadar. Sekuat tenaga dia menggerakkan kakinya agar bisa meninggalkan tempat tersebut."Sayang, tunggu! Ini salah paham! Akan aku jelaskan semuanya!" seru Sean sembari beranjak dari duduknya, berniat untuk mengejar istrinya.Celine berlari tanpa mendengarkan perintah suaminya. Bahkan air matanya mengiringi langkah kakinya meninggalkan ruangan sang suami
Dave menatap iba pada wanita cantik yang sedang berurai air mata di hadapannya. Tangisan adik iparnya itu, seolah mengiris hatinya. "Kenapa aku bisa mempunyai adik sebodoh dia? Bodoh sekali dia, menyia-nyiakan wanita secantik dan sebaik kamu," ujar Dave dengan kesalnya menatap pintu ruangannya.Jemari lentik Celine dengan cepatnya mengusap air mata yang jatuh begitu saja di pipinya, tatkala mendengar ucapan dari kakak iparnya. Dalam hati dia sungguh menyesalkan kedatangannya ke kantor suaminya. Akan tetapi, ada rasa sedikit bersyukur karena dia memergoki suaminya bermesraan dengan wanita lain. "Lebih baik mengetahuinya sekarang daripada tidak sama sekali. Meskipun ini sangat menyakitkan, tapi aku harus bisa mengatasi rasa sakit ini sekarang. Mungkin Tuhan tidak memberikan kami anak hingga detik ini karena kasihan padaku. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana nantinya apabila aku memergoki mereka pada saat aku dalam keadaan hamil atau sesudah melahirkan," ucap Celine dengan suara ya