Share

Bab 2 Tanda Merah

"Dave?" tanya Sean balik pada mamanya.

"Iya, Dave, kakakmu. Apa kalian melihatnya?" tanya kembali wanita paruh baya tersebut dengan menatap Sean dan Celine secara bergantian.

Sean mengernyitkan dahinya. Dia Menatap sang mama dan berkata,

"Sean baru pulang, Ma. Jadi, mana Sean tahu di mana Dave berada."

Anna, seorang wanita paruh baya dengan rambut pendek berwarna ash brown, dan memakai dress longgar selutut, merupakan ibu kandung dari Dave dan Sean. Dia menatap ke arah menantunya, seraya berkata,

"Celine, apa kamu juga tidak bertemu dengan Dave?"

Seketika tubuh Celine menegang. Dadanya terasa sesak, seolah sedang ketahuan melakukan sesuatu.

"Emmm ... Dave, saya ti-tidak tahu Ma," jawab Celine terbata-bata, dan terlihat gugup.

Sean tersenyum tipis, dan merangkul pundak istrinya, sehingga pundak mereka saling berdempetan.

"Celine sedari tadi ada di dalam kamar, Ma. Jadi, tidak mungkin dia tau di mana Dave berada," tukas Sean ketika melihat tatapan curiga sang mama pada menantunya.

"Benar juga. Lalu, di mana Dave berada? Apa dia sedang di rumah wanita jalang itu?" tanya Anna sambil mengernyitkan dahinya.

Celine menggelengkan kepalanya dengan cepat, seolah mengatakan pada ibu mertuanya bahwa dia tidak mengetahuinya.

"Sean tidak tahu, Ma. Celine juga tidak tahu. Mungkin dugaan Mama benar. Coba saja Mama hubungi Dave," jawab Sean seraya mengusap-usap pundak istrinya yang sedang dirangkulnya.

"Ya sudah. Kalian masuk dan beristirahatlah. Mama akan mencoba menghubungi Dave," tutur Anna sembari mengerakkan tangannya agar anak dan menantunya masuk ke dalam kamar mereka.

Sean menutup pintu kamar tersebut dan menguncinya setelah membawa istrinya masuk ke dalam kamar. Tanpa berbasa-basi, Sean pun memeluk erat sang istri dari belakang, dan menciumi tengkuknya dengan sangat rakus, hingga sang istri kewalahan menghadapinya.

Tidak hanya itu saja, tangan Sean pun bergentayangan memainkan dua aset kembar berharga milik sang istri, sehingga Celine benar-benar kewalahan dengan perlakuan suaminya.

Tiba-tiba saja tubuhnya melayang. Dia melihat ke sekelilingnya, dan mendapatkan senyuman manis dari sang suami. Bahkan dengan cepatnya, bibir Sean mendarat pada bibir istrinya. Bibir Sean meraup bibir istrinya dan menelusup ke dalam mulutnya. Lidahnya bermain-main dengan riangnya di sana.

Pakaian berwarna merah dengan bahan tipis dan berenda yang digunakan oleh Celine, membuat sang suami semakin bersemangat. Dia menjelajahi seluruh tubuh istrinya, seolah tidak sabar lagi menunggunya.

Diletakkannya tubuh sang istri dengan sangat hati-hati pada ranjang mereka. Tatapan matanya penuh harap pada istrinya yang kini sudah berada di dalam kungkungannya.

Tanpa meminta ijin padanya, Sean dengan gerak cepatnya melepas pakaian sang istri. Kulit Celine yang putih dan mulus, mampu menghipnotisnya. Bahkan dia tidak bisa mengendalikan tangan dan bibirnya yang terpesona pada kecantikan wajah, tubuh serta kulit istrinya.

Namun, gerakan Sean berhenti tatkala melihat sesuatu pada tubuh sang istri. Dahinya mengernyit, dan matanya memicing melihat tanda merah pada dua buah gundukan aset berharga milik istrinya. Pandangan matanya fokus pada tanda tersebut, seolah sedang memastikan sesuatu.

'Apa ini benar seperti dugaanku? Ah, mana mungkin Celine melakukan hal itu? Ada apa dengan pikiranku? Kenapa aku berpikiran seperti itu? Apa aku harus menanyakan padanya?' batin Sean yang berusaha keras menolak pikiran buruknya.

"Uuugghhh ... A-ada apa, Sayang?" tanya Celine dengan suara tertahan di sela lenguhannya.

Seketika Sean terkesiap. Dia tersadar dari pikirannya. Merasa istrinya tidak sabar untuk merasakan kembali sentuhannya, Sean pun kembali mendekatkan wajahnya pada dua aset kembar milik istrinya.

Namun, matanya kembali tertuju pada tanda merah yang tergambar dengan indahnya di setiap gundukan tersebut. Tangannya mencengkeram kuat tubuh polos sang istri, sehingga istrinya mengeluh kesakitan.

"Tidak. Aku hanya teringat pekerjaanku yang belum aku kerjakan tadi," jawab Sean mencoba menutupi kemarahannya.

Kini, mata dan hati Sean berkabut emosi. Tanda merah yang tidak hanya satu, terasa sangat menyakiti hati dan melukai harga dirinya. Dia tidak terima jika miliknya disentuh atau digunakan oleh orang lain.

Perlakuan Sean tak lagi halus dan penuh perasaan. Dia menyentuh, memainkan dan memperlakukan aset berharga milik istrinya dengan penuh emosi. Amarahnya telah merajai hatinya, sehingga dia tidak mendengarkan suara istrinya yang memprotes kekasarannya.

"Aaaah ... Sayang, pelan-pelan," ucap Celine dengan suara yang tercekat di sela lenguhannya.

Namun, kemarahan Sean menutupi semuanya. Dia menulikan pendengarannya, seolah tidak mendengar keluhan dari istrinya.

Permainan kasar Sean sangat melelahkan istrinya, hingga dia tidak bisa menghentikan keberingasan suaminya.

"Sayang ... Aaaaah ...."

Lenguhan yang bercampur dengan suara kesakitan yang keluar dari mulut Celine, sama sekali tidak berpengaruh pada Sean. Dia semakin mempercepat tempo permainannya dengan sangat kasar, sehingga sang istri merasa badannya remuk saat ini.

Dia terbaring lemas di ranjang setelah berkali-kali mencapai titik pencapaiannya, bersamaan dengan Sean yang hanya sekali menyemburkan cairan kental miliknya pada rahim sang istri.

"Kenapa kamu seperti ini? Apa yang terjadi padamu, sehingga berbeda dari biasanya?" tanya Celine di sela nafasnya yang terengah-engah.

Sean yang terbaring lemas di sebelah istrinya, seketika menoleh ke arahnya. Dia menatap dalam pada manik mata indah sang istri yang sangat dipujanya.

'Apa yang sudah kamu lakukan di belakangku? Apa benar kamu telah melakukannya dengan laki-laki lain? Jika memang benar, siapa laki-laki brengsek itu?'

Celine pun membalas tatapan mata suaminya dengan tatapan penuh tanya, seolah dia mencari tahu jawaban dari mata suaminya.

'Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Sayang?'

Tanpa sengaja, tatapan mata Sean beralih ke arah tanda merah yang berhasil menyulut amarahnya. Dia kembali emosi melihat tanda merah tersebut yang semakin terlihat nyata dan tidak bisa diragukannya lagi.

"Sayang, kenapa diam? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Celine, mencoba menyadarkan Sean dari tatapan kosongnya yang mengarah pada satu titik.

Seketika Sean melihat ke arah istrinya. Dia menatap wajah cantik sang istri, seraya bertanya padanya.

"Ke mana saja kamu hari ini?"

Celine mengernyitkan dahinya, dan menatap heran pada suaminya. Kemudian dia berbalas tanya padanya.

"Seperti biasanya, aku hanya di rumah saja mulai dari pagi hingga malam. Kenapa kamu menanyakan itu? Apa hal sepele seperti itu yang sedari tadi mengganggu pikiranmu?"

"Hal sepele katamu? Mungkin menurutmu ini hanya hal sepele saja, tapi bagiku tidak. Hal ini sangat penting dan berpengaruh pada martabat serta harga diriku," jawab Sean dengan serius, dan tatapan matanya membuat sang istri bergidik ngeri.

"Apa maksudmu? Kenapa kegiatanku seharian bisa berpengaruh pada harga diri dan martabatmu?" tanya Celine dengan dangat penasaran.

Sean menghela nafasnya dan mencoba untuk menahan amarahnya. Kemudian dia kembali berkata,

"Tidak usah banyak tanya. Cepat katakan apa saja yang kamu lakukan hari ini , dan kamu tau sendiri jika aku tidak suka dibohongi, bukan?"

"Seharian ini aku ada di rumah. Jika tidak percaya, tanyakan saja pada Mama, pasti kamu mendapatkan jawaban yang sama darinya," jawab Celine dengan percaya diri, sehingga Sean mengetahui kejujuran dari wajah cantiknya.

Merasa istrinya sedang menantangnya, Sean pun kembali tersulut emosi. Ditunjuknya tanda merah pada bagian dada istrinya dan berkata,

"Lalu, siapa yang membuat ini?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Cicih Sophiana
Oh jd yg tidur dgn Celine itu Dave...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status