Share

Bab 3 Curiga

"Siapa yang memberi tanda merah di situ?!" tanya Sean dengan menatap geram pada istrinya, seraya menunjuk bagian dadanya.

Sontak saja sang istri terperanjat dan melihat ke arah dadanya. Matanya terbelalak tatkala retina matanya menangkap tanda merah yang terhias dengan indahnya pada kedua aset berharganya. Lidahnya kelu, sehingga tidak bisa menjawab pertanyaan suaminya. Bukan hanya itu saja, dia juga tidak tahu harus menjawab apa.

"Jawab!" bentak Sean dengan mengeratkan gigi-giginya.

Celine tersentak dan ketakutan melihat kilatan amarah yang terlihat dalam mata suaminya. Sungguh dia tidak pernah melihat sang suami marah hingga menyeramkan seperti saat ini.

Mata Sean semakin tajam dan menggertak, seolah menyuruh istrinya agar secepatnya menjawab pertanyaan yang diberikannya. Sontak saja sang istri secara spontan membuka bibirnya dan menjawab cepat, tanpa sempat memikirkan apa yang akan dikatakannya.

"Aku tidak tahu. Mungkin saja nyamuk atau semut yang menggigit di situ," ucapnya terbata-bata.

"Nyamuk? Semut? Mana mungkin bisa sampai seperti itu?" tanya kembali Sean sambil mengernyitkan dahinya.

"Bisa saja. Semua bisa terjadi. Mungkin saja nyamuk atau semut yang menggigitku, ketika aku ketiduran saat menunggumu pulang tadi," jawab Celine dengan gugup dan terlihat kebingungan.

'Menunggu? Jika dia sedari tadi berada di rumah dan menungguku di dalam kamar ini, kemungkinan besar pria brengsek itu berada di dalam kamar. Aku harus menemukannya,' batin Sean sambil mengedarkan pandangan matanya ke seluruh penjuru ruangan kamarnya.

Celine mengikuti arah pandang suaminya yang seolah sedang mencari sesuatu, dan bertanya padanya.

"Cari apa, Sayang? Apa ada yang kamu butuhkan?"

Sean beranjak dari tempat tidur, dan berjalan menuju pintu kaca yang menghubungkan dengan balkon kamar mereka. Disibaklah gorden tersebut oleh Sean, dan dia terlihat sedang mencari sesuatu di sekitar balkon tersebut.

"Sayang! Apa yang sedang kamu cari?" tanya sang istri kembali dari tempat tidurnya.

"Aku sedang mencari orang yang kemungkinan telah memberikan tanda merah itu," jawab Sean seraya membuka pintu ya g terbuat dari kaca.

Seketika tubuh Celine menegang. Dia benar-benar ketakutan jika suaminya melihat Dave atau mengetahui sesuatu tentang kejadian tadi.

"Mencari siapa? Dari tadi aku hanya sendiri di kamar ini. Lagi pula aku ketiduran setelah mengirim pesan padamu tadi. Jadi--"

Sean membalikkan badannya dan menatap tegas pada istrinya, seraya berkata,

"Apa mungkin ada orang yang menyelinap dan melakukan itu padamu?"

"Apa?! Tidak mungkin!" seru Celine dengan gugup setelah kaget mendengar dugaan dari suaminya.

Sean berjalan ke balkon dan melihat sekitarnya. Bahkan dengan teliti dia memperhatikan di bawah balkon dan sekitarnya.

"Ck! Kenapa tidak ada tanda-tanda orang masuk atau keluar dari kamar?" gerutu Sean sembari berjalan masuk ke dalam kamarnya.

Celine menahan senyumnya. Dia merasa lega karena Dave tidak tertangkap basah oleh Sean. Sebisa mungkin dia menyembunyikan ekspresi wajahnya, agar sang suami tidak mengetahui keresahannya.

Dia beranjak dari tempat tidurnya dengan keadaan yang masih polos, tidak ada sehelai benang pun menutupi kulit mulus yang terlihat dari tubuh indahnya. Berjalanlah dia dengan sangat menggoda, seolah menyambut kedatangan suaminya yang juga sedang berjalan ke arahnya.

Pelukan Celine menjadi hipnotis tersendiri bagi Sean yang juga tidak memakai kain penutup di tubuhnya. Sentuhan sesama kulit mereka pun memberi kesan tersendiri saat ini.

"Sayang, apa mungkin ada orang yang bisa masuk ke dalam kediaman keluarga Mayer? Sebelum masuk pun, pasti mereka akan takut karena penjagaan ketat di luar dan dalam rumah ini," ucap Celine seraya menggambar abstrak dengan menggunakan jemari lentiknya pada dada bidang suaminya.

Sean merasakan gelenyar aneh akibat ulah dari istrinya yang sedang menggodanya. Apalagi kerlingan mata indah sang istri yang seolah dengan nakalnya memberikan kode padanya.

Tanpa berpikir panjang, Sean mengangkat tubuh sang istri, dan membawanya kembali menuju singgasana peristirahatan mereka.

"Kenapa kamu jadi senakal ini, Sayang?" tanya Sean dengan sumringah, seraya menatap intens manik mata sang istri yang sedang berada dalam kungkungannya.

Celine hanya tersenyum nakal, dan masih saja berusaha menggoda, serta merayunya. Dia berusaha keras agar Sean, sang suami tidak lagi curiga pada tanda merah yang membekas di dadanya.

Gayung pun bersambut. Sean membalasnya dengan sentuhan-sentuhannya, hingga mereka saling terbuai dan larut dalam keheningan malam.

Bibir Celine tersenyum tipis melihat sang suami telah tertidur lelap sambil memeluk erat tubuhnya. Dia pun kembali memejamkan matanya, dan berkata dalam hatinya,

'Untung saja dia tidak mempermasalahkan lagi tanda merah ini. Ternyata Dave sangat liar. Akan tetapi, tidak bisa ku pungkiri, aku menyukai permainannya. Sangat berbeda jauh dengan Sean, adiknya.'

Di dalam kamarnya, Dave telah keluar dari kamar mandi, dan berjalan menuju balkon kamarnya sambil mengusap-usap rambutnya menggunakan handuk. Dia menghirup udara yang terasa menyegarkan di pertengahan malam itu.

"Udara malam yang menyegarkan," ucapnya sambil menyandarkan kedua siku tangannya pada tembok pembatas pagar.

Beberapa detik kemudian, dia menoleh ke samping kirinya. Bibirnya sedikit menyunggingkan senyum, seraya berkata lirih,

"Ternyata dia hebat juga. Pantas saja jika Sean sangat mengaguminya."

Balkon yang berada di sebelahnya merupakan balkon kamar milik Sean. Sehingga sangat mudah baginya ketika melarikan diri dari kamar mereka.

Dia terkekeh tatkala melihat jendela kamar Sean yang terhubung dengan balkon kamar mereka. Jendela itu mengingatkan akan tingkah konyolnya sewaktu melarikan diri, setelah melakukan hubungan terlarang dengan adik iparnya.

Bukan hanya itu saja, bahkan sepatu miliknya terjatuh di bawah balkon kamar Sean ketika tadi sedang terburu-buru melarikan diri, sehingga menimbulkan bunyi benda yang jatuh dari tempat tinggi. Beruntungnya, sepatu tersebut tidak terlihat oleh Sean, ketika mencari orang yang diduga telah menyusup ke dalam kamarnya.

Dave masuk kembali ke dalam kamarnya. Dia tersenyum melihat sepatu kiri miliknya yang tergeletak di lantai.

"Besok saja aku mengambilnya," ucap Dave sambil membayangkan sepatu kanan miliknya yang terjatuh tadi.

******************************

"Pagi, Ma, Pa," sapa Sean yang sedang berjalan sambil bergandengan tangan dengan istrinya menuju meja makan.

Semua pasang mata yang berada di meja makan, mengarah pada sepasang suami istri tersebut, termasuk Dave. Sang kakak ipar yang sedang meminum kopinya, kini menatap istri adiknya seolah sedang mengaguminya.

'Dia memang cantik dan sangat mempesona. Apalagi permainannya semalam. Dia benar-benar mampu memuaskan ku.'

'Kenapa dia menatapku seperti itu? Apa karena kejadian semalam? Ini sungguh membuatku tidak nyaman,' batin Celine.

"Selamat pagi. Apa semalam tidur kalian nyenyak?" tanya sang mama pada putra dan menantunya setelah menjawab salam mereka.

Sean menganggukkan kepalanya, seraya berkata,

"Tidur kami berdua sangat nyenyak, Ma."

Kemudian dia melihat ke arah Dave yang duduk di sebelah sang Mama.

"Dave, apa semalam kamu tidak pulang?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Cicih Sophiana
Pulang dong Sean malah menikmati milik kamu hehehe
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status