Share

Bab 4 Harapan

Dave meletakkan cangkir kopinya kembali di atas meja. Kemudian dia melihat ke arah Sean, dan berkata,

"Aku pulang semalam. Ada apa?"

"Benarkah? Lalu, kenapa Mama mencari mu seperti orang hilang?" tanya Sean balik dengan menatap heran pada Dave, kemudian beralih menatap sang mama dan bertanya padanya.

"Ma, ada apa sebenarnya?"

Celine hanya diam dan duduk di kursi yang biasa didudukinya. Dia tidak berniat sama sekali untuk ikut dalam pembicaraan mereka seperti biasanya.

"Semalam, setelah kalian masuk ke dalam kamar, Mama kembali menghubungi Dave. Ternyata dia berada di dalam kamarnya," jawab Anna disertai helaan nafasnya, sembari melihat ke arah Dave yang sama sekali tidak merasa bersalah telah membuat cemas seluruh anggota keluarganya.

Dave telah menjadi duda enam bulan yang lalu, sejak meninggalnya Levina, istri sahnya dikarenakan kecelakaan bersama dengannya. Rasa bersalah pada mendiang istrinya, masih saja membayanginya hingga saat ini pun tidak bisa melupakannya.

Seketika Sean menatap tajam pada kakaknya. Matanya memicing dan berkata,

"Tidak bisakah kamu berhenti membuat cemas Mama, Dave?"

"Ck! Kalian saja yang terlalu meributkan hal kecil," tukas Dave dengan santainya.

"Sudahlah, hentikan perdebatan kalian. Lebih baik kita makan sekarang," sahut Antonio dengan tegas menghentikan mereka.

Tidak ada yang berani melawan perintah sang papa, seorang kepala keluarga yang sangat mereka hormati karena ketegasannya.

Mereka pun menyantap makanan yang telah dihidangkan dengan tenang, tanpa ada percakapan ataupun candaan. Hanya suara dentingan sendok dan garpu yang terdengar di sana.

Sesekali Dave melirik ke arah adik iparnya yang sedari tadi menunduk sambil menikmati makanannya. Dia tersenyum tipis, seraya berkata dalam hatinya,

'Kenapa dia tidak seperti biasanya? Apa dia sedang sakit?'

'Ah, rasanya tidak nyaman sama sekali. Kenapa juga dia menatapku? Apa ada yang aneh dengan penampilanku?' batin Celine seraya mengaduk-aduk makanannya.

Sean menatap heran pada istrinya yang bersikap tidak seperti biasanya. Dia meletakkan sendoknya dan berkata,

"Ada apa, Sayang? Apa kamu tidak menyukai makanannya?"

Seketika Celine terkesiap. Dia menatap ke arah suaminya dengan salah tingkah, sehingga gugup menjawabnya.

"Tidak. Makanannya enak. Hanya saja perutku agak mual."

"Benarkah? Apa kamu sedang hamil?" tanya Anna dengan sangat antusias.

Sontak saja semua pasang mata mengarah padanya. Celine pun tersedak mendengar pertanyaan dari ibu mertuanya, terlebih lagi sorotan mata semua orang yang tertuju padanya, seolah sedang menunggu jawaban darinya.

"Ini, minumlah pelan-pelan," tutur Sean seraya memberikan gelas miliknya yang berisi air putih.

Celine meneguk air putih dari gelas yang diberikan oleh suaminya. Dalam hati, dia merutuki semua kebodohannya. Kebodohan semalam saat bermain di ranjang bersama dengan kakak iparnya, dan kebodohannya saat ini yang menggiring opini semua orang bahwa dia sedang hamil.

"Ti-tidak, Ma. Aku hanya merasa sedikit--"

"Periksa saja ke dokter. Siapa tahu jika mual yang kamu rasakan saat ini adalah tanda-tanda kehamilanmu," sahut Anna sambil tersenyum senang pada menantunya.

Antonio meletakkan sendok dan garpunya. Dia menatap ke arah Sean yang berada di depannya, seraya berkata,

"Sean, lebih baik antar istrimu ke dokter untuk periksa."

"Tidak, Pa. Tidak usah. Sean pasti sibuk dengan kerjaannya. Jadi--"

"Tentu saja aku akan meluangkan waktu untuk mengantarkan kamu periksa ke dokter, Sayang," sahut Sean dengan cepatnya.

"Bukannya kamu sedang sibuk-sibuknya, hingga setiap hari pulang malam?" tanya Celine yang berusaha untuk mengurungkan niat suaminya.

Sean tersenyum manis pada sang istri. Tangannya mengusap lembut pipi mulus istrinya, seraya berkata,

"Akan aku usahakan nanti. Lagi pula, aku juga ingin melihat hasil pemeriksaannya. Rumah ini sudah menantikan suara tangis dan tawa dari bayi-bayi mungil kita."

Celine memaksakan senyumnya. Dalam hati dia kembali menyalahkan dirinya dan kebodohannya. Kali ini dia tidak bisa menolak keinginan suaminya. Parahnya lagi, dia tidak bisa membayangkan ekspresi kekecewaan dari suami dan keluarganya karena harapan mereka tentang bayi dalam kandungannya, akan sia-sia belaka.

Dave menatap Celine seolah ada yang ingin dikatakannya. Mata mereka berdua pun beradu, bertatapan layaknya sepasang kekasih yang sedang mengatakan isi hatinya melalui tatapan mata.

"Dave, kita tunda saja meeting nanti siang. Aku akan mengantar istriku ke dokter," ujar Sean setelah meneguk minumannya.

Dave menatap adiknya, dan menelan makanannya. Kemudian dia berkata,

"Lalu, kapan kita akan meeting? Ingat, waktunya sudah semakin dekat."

Seketika tangan Celine memegang tangan suaminya, hingga sang suami menoleh ke arahnya. Celine pun menggelengkan kepalanya dan berkata,

"Jangan tunda pekerjaanmu. Aku akan berangkat sendiri ke rumah sakit."

"Biar Mama saja yang membuatkan janji dengan dokter. Jadi, Celine bisa langsung menemui dokter tanpa harus antri terlebih dahulu," tutur Antonio memberikan solusi.

"Benar. Mama akan membuatkan janji untuk istrimu, Sean. Lebih baik kamu tetap bekerja," timpal Anna menyetujui perintah suaminya.

Sean pun dengan berat hati menganggukkan kepalanya. Pupus sudah keinginannya untuk mendengar kabar bahagia kehamilan sang istri. Akan tetapi, dia sangat berharap jika kali ini istrinya benar-benar hamil.

*******************

Sesuai instruksi dari Antonio, Anna membuatkan janji temu untuk Celine memeriksakan kandungannya dengan dokter kandungan keluarga mereka. Sang menantu hanya bisa menuruti semua perintah mertuanya, walupun dalam hatinya sangat cemas akan hasil yang pasti mengecewakan mereka.

'Sayang, apa kamu sudah memeriksakan kandunganmu?' tanya Sean pada istrinya melalui telepon.

"Sudah. Baru saja aku keluar dari ruang dokter," jawab Celine disertai helaan nafasnya.

'Maaf, Sayang. Aku tidak bisa mengantarmu.'

Terdengar suara penuh penyesalan dari seberang sana, sehingga membuat Celine semakin merasa bersalah pada suami dan keluarganya.

"Tidak masalah. Aku baik-baik saja. Aku harap pekerjaanmu berjalan lancar."

'Bagaimana dengan hasil pemeriksaannya? Apakah kamu benar-benar hamil?' tanya Sean dengan sangat antusias.

Celine enggan menjawab. Hanya helaan nafasnya saja yang terdengar di telinga suaminya.

'Sayang, apa kamu baik-baik saja?' tanya Sean kembali dengan cemas.

"Maaf. Maafkan aku, Sayang. Hasil pemeriksaannya negatif," jawab Celine penuh penyesalan.

Sejenak hening. Sean tidak mengatakan apa pun setelah mendengar hasil pemeriksaan kandungan istrinya. Beberapa saat kemudian, terdengar suara Sean yang mengatakan sesuatu pada sang istri.

'Sudahlah, ini bukan salahmu. Mungkin belum waktunya Tuhan memberikan keturunan untuk kita. Pulanglah, dan beristirahatlah. Aku akan mengusahakan untuk pulang cepat hari ini.'

Perkataan Sean selalu membuat Celine merasa bersalah. Suaminya selalu saja sabar dan tidak pernah marah padanya. Bahkan dia selalu bisa menenangkannya.

Namun, bayangan akan semalam, saat dia melakukan kegiatan panas bersama dengan Dave kembali terlintas. Bayangan ini terlihat begitu nyata, hingga dia kembali bisa merasakan sentuhan Dave dan semua yang dilakukan sang kakak ipar padanya.

Tiba-tiba saja terdengar dering telepon dari ponselnya, sehingga membuatnya sadar akan halusinasinya. Seketika matanya terbelalak melihat nama sang penelepon yang tertera dengan jelas pada layar ponselnya.

"Bagaimana ini?"

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Cicih Sophiana
Dave kah? Celine jgn di layanin pasti dia akan ketagihan terus dan terus...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status