Share

Berdandanlah!

Kedua pria yang membawa Zaneta segera mendorong keras tubuhnya, hingga dia jatuh terjungkal tepat di bawah kaki pria berjas hitam di hadapannya.

Sedang, dua orang pelayan dari arah belakang langsung membawa Zaneta masuk.

Tepat di kamar 206 seorang dari mereka membuka pintu dan meminta Zaneta turut masuk.

"Kenapa kalian membawa aku kemari?" tanya Zaneta tak mengerti karena kedua pelayan tadi langsung keluar dari kamar itu lalu mengunci pintu dari luar.

"Hey, buka pintunya!" Zaneta berteriak, sambil memukul pintu.

Sayang, tak ada yang memperdulikannya. Mau dia dikurung atau pun diculik tak akan ada yang merasa kehilangan dirinya.

Zaneta tersenyum getir. Entah apa lagi yang akan di alaminya setelah ini. Mengingat dia bisa masuk ke kapal mewah ini karena ulah Isabel, Zaneta memilih duduk di lantai dan bersandar di sebuah ranjang berukuran besar di dalam kamar itu.

Lelah, itulah yang dirasakan olehnya. Setidaknya, tubuhnya tak diikat di kursi kali ini. Tubuhnya masih bisa digerakkan ke sana kemari.

Mata sayu Zaneta tak bisa terpejam, menahan lapar dan haus. Di mana dia bisa meminta makanan, kalau dia dikurung seperti ini?

Harusnya salah seorang pelayan mendorong dia ke dapur saja. Jika Zaneta harus bekerja menggosok lantai di sana, dia bisa mengambil beberapa roti.

Sambil berpikir, akhirnya Zaneta terlelap.

*****

Ketika malam tiba, Zaneta mengerjapkan matanya beberapa kali.

Kamarnya menjadi gelap. Zaneta pun berjalan dan meraba di dinding. Bagian mana yang bisa dia dapatkan saklar lampu?

Ceklek!

Saat lampu menyala terang benderang di kamar itu, seseorang juga membuka pintu kamarnya.

Tak lama, tiga orang pelayan wanita masuk ke kamar. Di tangan mereka, masing-masing membawa bungkusan. Entah apa itu.

"Maaf, Nona. Kami dikirim Tuan X untuk mempersiapkan Anda," ucap seorang pelayan menundukkan kepalanya.

"Siapkan? Untuk apa aku bersiap? Siapa Tuan X yang menyuruh kalian? Aku tak mengenalnya! Lebih baik, berikan aku makanan. Aku sangat lapar," keluh Zaneta.

"Maaf nona, sebaiknya Anda bersiap dahulu."

"Tidak, aku tak akan bersiap jika kalian tak memberi aku makan," ucap Zaneta acuh.

Melihat itu, tampak seorang pelayan menelpon dengan ponselnya, dan kemudian tersenyum.

"Baik, nona. Seseorang akan mengantarkan makanan pada Anda. Mohon tunggu sebentar lagi," kata pelayan itu sopan, seakan memperlakukan Zaneta sebagai tuannya.

Dalam hati, sebenarnya Zaneta merasa khawatir.

Masuk ke dalam kapal mewah dan menikmati fasilitasnya, kenapa dia tak dibawa ke tempat para pekerja?

Jika dia akan disiksa, apa yang sebenarnya rencana Isabel?

Saat turun nanti, bagaimana dia membayar tagihannya?

Entahlah, Zanet tak peduli, urusan itu nanti saja baru dipikirkan asalkan saat ini dia bisa makan.

Lima menit menunggu pintu kamar Zaneta diketuk.

Seorang pelayan wanita mendorong troli makanan masuk ke dalam kamar Zaneta.

Tanpa berpikir panjang, Zaneta langsung mengambil piring dan melahap habis makanan di depannya.

"Sepertinya anda terlihat sangat kelaparan nona," ucap pria berjas hitam yang ditemuinya di dekat anak tangga pintu masuk kapal ini.

Zaneta menatap pria itu, dan enggan menjawab. Dia lebih memilih menghabiskan buah di piringnya.

"Baiklah, habiskan makananmu. Perbanyaklah tenaga kamu, karena sebentar lagi, kamu akan membutuhkan tenaga ekstra untuk membuka mata menerima kenyataan," ucap pria itu dingin, lalu berbalik keluar dari kamar Zaneta.

"Dasar pria aneh." Zaneta mengumpat dan meminum habis air minum di gelas, hingga dia bersendawa. Hal itu membuat pelayan menatapnya terkejut. Di mana sopan santun wanita ini?

"Ayo nona, Tuan X sangat tidak suka orang yang tak tepat waktu." Seorang pelayan menarik tangan Zaneta menuju ke kamar mandi.

Ketiganya membantu Zaneta membersihkan diri.

Zaneta hanya menuruti itu semua. Baru kali ini, dia diperlakukan bak seorang ratu.

Setelah selesai mandi, ketiganya membantu Zaneta mempersiapkan diri. Seorang pelayan memulai make-up pada wajahnya.

"Aduh, ada apa ini. Aku tak ingin wajahku dibuat seperti ini. Sudah seperti badut." Zaneta mencoba membersihkan riasan di wajahnya dengan tangan.

"Tolonglah, nona! Jika nona tak menuruti keinginan Tuan X, dia akan membunuh kami," kata seorang pelayan memelas memohon pada Zaneta. Dia sepertinya tak ingin pekerjaannya dipersulit.

Zaneta terdiam. Dia sendiri bingung dengan perlakuan ketiga pelayan ini terhadapnya.

Dia pun memilih diam dan mengikuti saja. Ada rasa kasihan juga, jika ketiga pelayan ini disiksa karena dirinya.

Jauh di dalam lubuk hatinya, Zaneta memiliki sifat penyayang dan perduli terhadap orang lain. Tak ada satu orang pun yang mengetahui sifat manisnya itu, sebab dia hanya menunjukkan sifat pembangkang di mata orang lain.

"Nona kau cantik sekali!" puji seoang pelayan saat gaun merah berbahan satin kelas atas sudah membalut tubuh Zaneta.

Zaneta melihat ke arah cermin dan memutar tubuhnya. Dia terkejut, ternyata dia bisa secantik para artis hollywood jika berdandan. Tubuhnya yang semampai, membuat gaun itu terlihat sangat cocok dan terlihat elegan dengannya.

"Hanya sayang sekali, aku tak suka gaun yang hanya dengan satu tali di pundakku. Ini membuat mata para lelaki melihatku dengan pandangan yang lain," ucap Zaneta melemah.

Ketiga pelayan itu saling berpandangan. Ada asa iba yang menyelimuti hati mereka mendengar ucapan gadis cantik di hadapan mereka ini.

Pria berjas hitam itu kembali ke kamar Zaneta, membuka pintu dengan kasar. "Apa sudah selesai?"

"Sudah, tuan," jawab seorang pelayan terlihat gugup.

"Ayo ikut aku!" ucap pria itu pada Zaneta.

Tanpa berpikir panjang, Zaneta mengikuti langkah pria tadi. Dalam benaknya, mungkin dia akan diajak ke sebuah pesta dansa.

Matanya tanpa sengaja melirik para pelayan yang sudah mendandaninya.

"Maaf." Seorang pelayan menggerakkan mulutnya tanpa suara.

Zaneta mengerutkan keningnya, kenapa dia meminta maaf?

Sudahlah, Zaneta enggan bertanya. Langkah kakinya berjalan keluar mengikuti pria berjas hitam.

Tiba di sebuah kamar, pria itu berhenti lalu mengetuk pintu. Zaneta pun ikut berhenti.

"Masuk!" Suara bariton seorang pria dari dalam mengaggetkan Zaneta.

Pria berjas itu pun langsung membuka pintu dan mengajak Zaneta masuk.

Hati Zaneta berdebar kencang saat masuk ke dalam kamar itu.

"Apa ini yang disebut Royal Suite Room?" gumam Zaneta memandang kagum seisi kamar mewah yang baru saja dimasuki olehnya.

Dia tak sadar bahwa pria berjas hitam itu masuk ke sebuah kamar telah pergi dan keluar dari kamar mewah itu.

Tak lama, Zaneta terperangah kaget saat seorang pria berbadan tegap dengan hanya melilitkan handuk di pinggang berjalan ke arahnya. Pria itu bahkan tersenyum menyeringai padanya.

"Siapa kamu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status