Apa hubungan Agina dan Olivia menimbulkan rasa penasaran?
Gadis kecil itu mengulurkan tangan seraya berucap, “Perkenalkan, namaku Claudya Agina. Salam kenal, kak Oli.” Tersenyum polos. Perlahan bayangan wajah itu menghilang seiring mata itu terbuka yang memperlihatkan tatapan berkaca-kaca sampai akhirnya runtuhlah air mata yang sadari tadi ditahannya. Olivia menutup matanya dengan lengan. “Benar-benar....” ....... Setelah menyelesaikan proses pembukaan pintu, barulah Agina bisa masuk dengan wajah datar melihat Agra yang senyum-senyum. “Kenapa, kau, lagi iklan pasta gigi?” Agra menopang dagu. “Aku senang kau mau jauh-jauh datang ke sini.” Hidung Agina mengembang, hal yang biasa terjadi ketika tak habis pikir dengan kelakuan seseorang. “Jadi, menurutmu perjalanan lima belas menit dari rumah Olivia Dreandara ke sini itu jauh?” “Ya, jauh. Sampai-sampai membutuhkan waktu delapan tahun bagi kau untuk menginjakkan kaki di ruanganku.” Itu sindiran, dan Agina yang mengerti hanya memutar bola mata. “Ini tidak adil. Kau bisa sesuka hati keluar-m
Gadis itu melangkah mundur saat hampir menabrak laki-laki di depannya. Salahkan laki-laki itu yang berbalik secara tiba-tiba, membuatnya yang berjalan ke samping hampir tertubruk. Deg! Matanya terbelalak melihat wajah di depannya. Dadanya bergemuruh dengan jantung yang berdetak kencang. Tidak pernah terbayangkan olehnya akan bertemu setelah delapan tahun menghindar. Namun raut datar yang di tunjukkan laki-laki itu membuat kekecewaan yang mendalam terhadap hatinya. 'Dia tidak mengenaliku?' batinnya miris. "Agina." Gadis bernama Agina itu memandang datar orang yang menyerukan namanya. "Ezwar?" Orang itu tampak kikuk, "Kalian bertemu?" Mengusap tekuknya yang terasa dingin akibat tatapan intimidasi yang di berikan Agina. "Kau kenal dia?" Orang yang sadari tadi memperhatikan kini mulai membuka mulut. Tentu, pertanyaan itu di tujukan kepada sekretarisnya. "Eum, itu..." Ezwar tampak ragu untuk menjawab. Ia melirik Agina yang t
Melirik arloji nya sesaat. Sebelum akhirnya menekan remote agar pintunya terbuka. Orang yang sadari tadi mengetuk, menghampirinya. “Makan siang bareng 'yuk?” ajak Safira, satu-satunya pegawai yang berhasil ‘sedikit’ akrab dengan Agina. Jari telunjuk Agina terarah. Mencoba memberi isyarat pada Safira untuk berbalik. Dan gadis itu langsung membalikkan badannya, mengerti. Di sana salah satu anak buah Agina mengenteng kantong kresek di kedua tangannya dan melangkah menuju Nona-nya. “Saya bawakan pesanan anda, Nona.” Agina mengangguk dan menyuruh meletakkannya di atas meja. Kemudian pengawal itu melenggang pergi setelah Agina mengibas tangannya. Safira mendesah kecewa. Lagi-lagi dirinya di tolak. Tapi tidak bisa menyalahkan Agina, karena dari awal memang dirinya yang ingin dekat dengan atasannya itu. “Makan sianglah bersama teman sesama pegawai.” Kalimat untuk ke-sekian kalinya. Terdengar merendahkan memang, seolah-olah pegawai tidak cocok makan si
Menekan tombol di telepon agar terhubung dengan orang yang berada di resepsionis. “Suruh nona Safira ke ruangan saya.” Kemudian memindahkan tangannya kembali pada laptop dan mengotak-atik di sana. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya orang di suruh datang pun berada di hadapannya. “Ada yang bisa saya bantu, Nona?” ucap Safira setelah membungkuk sesaat. Agina menyerahkan beberapa berkas setebal se-inci yang langsung diambil oleh Safira. “Minta tanda tangan tuan Agra pada berkas ini. To-long,” berucap datar. Mata Safira berbinar seperti biasa, kalau Agina menyuruhnya mengantar berkas pada tuan Agra. Itu artinya dia bisa menatap langsung wajah Presdir Pratama Group. Kepalanya bahkan antusias mengangguk, “Baik, Nona.” Melenggang keluar. “Seperti biasa, kau disuruh ceo C.A untuk dimintai tanda tangan dariku,” tukas Agra terkesan sinis. Safira menjadi gugup, mendengarnya. “I-iya, Tuan.” Menyerahkan dengan tangan gemetar.
Bunyi notifikasi tiba-tiba terdengar. Ezwar membuka aplikasi bergambar telepon dengan warna hijau dan mengecek pesan suara yang ternyata dari tuan Agra.‘Wakilkan aku di meeting hari ini, atau minta bantuan Ceo C.A untuk memimpin meeting. Suaraku sedang tidak bagus hari ini.’ Begitulah isi klip suara yang terdengar.Ezwar mengerutkan kening. Suara tuan Agra memang terdengar serak dan berat lebih dari biasanya. “Mungkin lagi batuk,” gumamnya.Ezwar memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Langkahnya terhenti dengan mata langsung melotot melihat beberapa tumpukan kertas setinggi 1 meter. Ah, ia ingat sekarang. Kemarin tuan seenak jidatnya itu mengatakan akan menyerahkan beberapa berkas padanya.“Sepertinya aku tidak punya pilihan lain selain menyerahkan masalah rapat pada Agina.” Menghela napas seolah itu adalah solusi terbaik, padahal dalam hatinya bersorak gembira.Segera saja Ezwar menuju ruang Agina.
Mendengar suara tapak sepatu yang beradu dengan lantai. Agina yang setengah jalan menaiki tangga, langsung turun ke bawah.“Oh, kau rupanya,” tukasnya. Agina menghampiri dan ikut duduk di sofa. “Stok akal kehabisan lagi?”Erwin itu mendengus. Wajar sih Agina berkata begitu, dirinya pulang langsung duduk di sofa ruang tamu dan memeluk bantal dengan senyum-senyum gak jelas di wajah tampannya. Tapi gak perlu bilang stok akal kehabisan segala, itu secara tidak langsung menyindirnya sudah gila.“Kau, sudah makan?” tanya Agina dan itu malah menambah binar di raut sahabatnya.“Sudah tadi, dengan wanitaku” Agina tidak terkejut atau terlonjak mendengarnya. Hal itu biasa baginya. Memangnya siapa lagi yang bisa membuat temannya ini menjadi tidak waras. “Oh, ya. Ku dengar Agra mengajakmu menikah.Agina memijit pelipisnya, “Dia benar-benar benci pada wanita setelah kejadian itu. Dan menganggap aku wani
Agina melepaskan helm dari kepalanya dan menggusar rambutnya sampai teruntai bergelombang di pinggangnya. Kemudian turun dari motor baru yang langsung tersedia dengan hanya mengucapkan beberapa kata. Bahkan pakaian kini yang tadinya kotor kini berganti.“Apa ini sikap yang harus diikuti oleh para bawahan, yaitu datang ke perusahaan saat sudah waktunya makan siang.”Agina memutar bola matanya jengah dan berbalik, menatap orang yang sedang menaikkan sebelah alisnya dengan senyum kemenangan yang terukir. “Sejak kapan Anda peduli dengan waktu saya, tuan Agra Pratama.”Agra menghendikkan bahunya dan tersenyum miring.Alis Agina menukik, entah dari mana firasat aneh muncul dalam dirinya. Dia bersidikap dan memandang lelaki itu curiga. “Apa Anda merencanakan sesuatu?”“Apa maksudmu?” Agra tertawa pelan menutupi kegugupannya. Sial, kenapa reaksinya seperti telah tertangkap basah. Kalau begini, rencananya tida
“Kau sudah menyelidiki identitas orang yang mengirim mereka.” Agina menatap serius lelaki yang sedang mengotak-atik laptopnya. Menyandarkan tubuhnya di sofa serta mengambil bantal sofa yang langsung didekapnya. “Pengendara motor yang tadi pagi ‘kan?” Agina mengangguk. “Johan pelakunya. Dia menyewa orang untuk membunuhmu,” ucapnya seraya memasukkan cemilan ke mulutnya. Agina menghela napas. Dia ikut mengemil dengan raut serius. “Nathan. Apa sudah waktunya memberi pelajaran pada orang itu?” tanyanya pada lelaki yang memerhatikannya. Nathan menghendikkan bahunya. “Seharusnya dari dulu kau melakukannya agar si tua bangka itu sadar, tapi ya... Aku tau kau takut Johan mempergunakan jasa tubuh Olivia seperti boneka ‘kan?” Lagi-lagi gadis berumur 23 tahun itu menghela napas kasar. “Dia sudah cukup menderita selama ini. Jika aku menarik semua aset keluarga Dreandara, maka tidak akan kata cahaya lagi di hidupnya.” Agina tersenyum pedih. Maafkan ak