Akibat kesalahan yang diperbuat anak buahnya, Agina akhirnya bertatap muka dengan Agra setelah penghindaran yang dilakukan selama delapan tahun ini tapi untunglah pria itu tidak mengingatnya. Tetapi setelah penyembunyian identitasnya selama ini sebagai Ceo C.A terbongkar karena jebakan yang dibuat Agra. Hal itu memicu rencana keji milik Agra yang ingin menjerat Agina di ikatan pernikahan sebagai tuntutan agar hak lima puluh persen terhadap perusahaan Pratama Group kembali kepadanya, tapi itu sia-sia, Agina bukanlah gadis lugu yang tidak mengetahuinya. Memang benar mereka ditakdirkan bersama, namun itu kembali pada Agra. Apakah pria itu masih membencinya atas kejadian delapan tahun lalu? Atau rintangan yang menjadi penghalang hubungan mereka. Yuk, ikuti kisah cinta Agina dan Agra yang dibumbui scan mengagumkan dan sedikit action yang menegangkan. Salam Manis dari Rain(◕ᴗ◕)
Lihat lebih banyakGadis itu melangkah mundur saat hampir menabrak laki-laki di depannya. Salahkan laki-laki itu yang berbalik secara tiba-tiba, membuatnya yang berjalan ke samping hampir tertubruk.
Deg!
Matanya terbelalak melihat wajah di depannya. Dadanya bergemuruh dengan jantung yang berdetak kencang. Tidak pernah terbayangkan olehnya akan bertemu setelah delapan tahun menghindar. Namun raut datar yang di tunjukkan laki-laki itu membuat kekecewaan yang mendalam terhadap hatinya.
'Dia tidak mengenaliku?' batinnya miris.
"Agina."
Gadis bernama Agina itu memandang datar orang yang menyerukan namanya. "Ezwar?"
Orang itu tampak kikuk, "Kalian bertemu?" Mengusap tekuknya yang terasa dingin akibat tatapan intimidasi yang di berikan Agina.
"Kau kenal dia?" Orang yang sadari tadi memperhatikan kini mulai membuka mulut. Tentu, pertanyaan itu di tujukan kepada sekretarisnya.
"Eum, itu..." Ezwar tampak ragu untuk menjawab. Ia melirik Agina yang tidak mempermasalahkan soalan itu.
Suara dering ponsel mengalihkan perhatian ketiganya. Agina menggeser tombol hijau dan meletakkan benda pipih itu di telinganya.
"Ada apa?"
"Maafkan saya, Nona. Saya kecolongan mengenai kepulangan tuan Agra ke Negara Flowering. Pengawal yang mengawasi tuan Agra tidak tau kalau beliau mempercepat kepulangannya." Suara gemetar dari arah sebrang sudah tampak jelas bahwa sang pemberitahu itu gugup.
Agina menghela napas. Ingin marah, namun kepada siapa? Tidak mungkinkan kepada pengawalnya yang gagal yang lalai dalam melaksanakan tugasnya. Itu bukan sifatnya.
"Baiklah, aku memaafkanmu kali ini. Tapi tidak lain kali. Dan aku ingin penggantian pengawal yang lebih se-ri-us dalam menjalankan tugasnya," ucapnya penuh penekanan. Orang yang di sebrang sana menelan ludah mendengarnya.
"Baik, Nona." Panggilan berakhir.
Agina memasukkan ponselnya ke dalam celana panjangnya. Wajahnya menengah menatap laki-laki yang lebih tinggi darinya. Ingin tersenyum namun begitu sulit rasanya walau sekedar menarik sudut bibir ke atas.
Agra Pratama. Nama itu selalu ada di setiap langkah hidupnya. Hari demi hari di lewatinya demi melindungi laki-laki yang menatap datar dirinya sekarang. Rasa sakit di deranya dari fisik maupun mental agar keamanannya tidak berkurang sedikitpun.
Seketika Agra berbalik, tidak sanggup menatap mata itu lama-lama. Ada perasaan aneh yang tidak bisa di jabarkan oleh dirinya sendiri. ‘Aku kenapa?’ Tatapan itu seolah menariknya untuk masuk dan memahami segalanya. Namun Agra lebih memilih menghindarinya. Dia berjalan memasuki perusahaan miliknya.
Agina menghela napas dengan Agra yang mengabaikannya. Ini jauh lebih sakit dari kejadian delapan tahun lalu.
“Apa yang akan kau lakukan sekarang? Menghindar lagi seolah-olah kejadian ini hanya hal biasa yang bisa terjadi pada setiap orang.” Ezwar berucap dengan nada sendu. Bagaimanapun juga dia tau apa yang terjadi di antara keduanya, meskipun tidak semua.
“Entahlah.” Agina melakukan hal yang sama dengan Agra. Memasuki perusahaan besar di hadapannya yang dirinya juga mempunyai hak 50% untuk melakukan apapun terhadapnya.
Pratama Group. Perusahaan yang di wariskan oleh Rangga Pratama yaitu ayahnya Agra kepada putranya sendiri. Perusahaan yang sangat berpengaruh bagi dunia karena menempati posisi pertama sebagai yang terbesar. Meski sempat mengalami penurunan akibat masalah yang di lakukan oleh sang pangeran, menyebabkan kerenggangan perdamaian antara negara Flowering dan negara Green Leaf. Namun semua itu berhasil di hentikan oleh beberapa orang yang sekarang keberadaannya telah di sembunyikan, demi ketenangan hidup sang pahlawan.
Agina tersenyum miring mengingatnya. Dia menekan tombol untuk mendeteksi jarinya. Pintu pun terbuka setelahnya. “Ezwar,” serunya.
“Heem, kenapa?” Ezwar menatap punggung di depannya.
“Aku sudah memutuskan untuk tidak menghindar lagi,” jawabnya.
Ezwar terkejut mendengarnya. Rasanya matanya ingin keluar dari tempat. “Agina, kau...”
“Meskipun kami tidak bisa memiliki hubungan lebih, tapi menjadi teman tidak buruk juga.” Agina berucap lirih. Kakinya melangkah masuk.
Atensi Ezwar langsung kembali saat pintu itu tertutup. Dia tersenyum, “Ku rasa hal itu tidak akan terjadi. Ikatan batin kalian lebih kuat meskipun Agra tidak mengenalimu Agina.” Setelahnya melenggang pergi menuju ruangan sang Presdir.
Agina langsung menghubungi seseorang setelah bokongnya mendarat di kursi.
“Aku dengar pengawal salah memberi informasi tentang kepulangan Agra,” ujar di seberang sana.
Agina memijit pangkal hidungnya, “Ya, tapi ada yang lebih parah. Aku bertemu Agra tadi depan perusahaan.”
“Apa!” Agina sedikit menjauhkan ponselnya. Dia juga tidak tau mengapa. Padahal dia pergi ke sini hanya untuk mengambil berkas penting saja lalu pergi, tidak berencana bertemu Agra yang akan pulang besok. Namun takdir berkata lain dan dirinya tidak bisa mengelak. Salahkan dirinya sendiri yang tidak mau merepotkan anak buahnya untuk mengurus hal seperti ini.
“Tapi dia tidak mengenaliku,” tutur Agina dengan helaan napas.
“Tentu saja. Penampilanmu jauh berbeda dari delapan tahun lalu dan pipimu bertambah bulat.”
“Kak! Ini tidak ada hubungannya dengan pipiku,” dengus Agina jengkel dengan kejahilan kakaknya.
Terdengar tawa jenaka dari sana. “Kau kecewa?” Serius.
Agina mengerti maksud pertanyaan itu, “Iya, sedikit.”
“Delapan tahun tidak bertemu, jadi wajar kalau Agra tidak mengenalimu. Kau juga banyak berubah, jangan sedih ya,” ucapnya menenangkan.
Agina tertawa pedih menanggapi, “Sudahlah kak, aku sudah terbiasa di lupakan. Kakak tidak perlu terlalu memikirkan perasaanku.”
"Kok jadi sad 'ya?"
"Kak!" dengusnya merasa di permainkan, tapi dia tersenyum. "Sudahlah kak, aku mau lanjut kerja dulu. Bye."
"Bye." Panggilan berakhir.
Agina meletakkan ponselnya di atas meja. Tangannya membuka laptop dan mulai menari-nari di sana.
~~~
"Kau habis berbincang dengan gadis tadi?" tanya Agra begitu melihat sekretarisnya masuk ruangan.
"Iya, tuan," jawab Ezwar berdiri di hadapan Agra yang duduk di kursi kebesarannya.
"Tumben kau mau melakukannya, biasanya kau menghindari makhluk yang bernama wanita. Apa dia spesial bagimu, atau kah pacarmu?"
Ezwar meringis mendapat pertanyaan seperti itu. "Dia milik orang lain." 'Dan anda-lah pemiliknya.' Menyambung dalam hati.
"Rebut saja kalau kau sangat mencintainya." Agra tidak sadar ucapannya akan menjadi boomerang baginya. Matanya hanya fokus pada berkas di tangannya.
Ezwar menyeringai. Bagus juga kalau memancing emosi tuannya. "Anda yakin menyarankan saya melakukan itu?"
"Tentu saja, kau sangat mencintainya 'bukan?"
"Ya, saya sangat mencintainya sampai-sampai ingin tertawa." Ezwar tergelak di tempat.
Agra menatap dengan kening mengkerut. Sahabatnya sepertinya harus di bawa ke priskiater. "Kenapa memangnya?" decak.
"Anda yakin?"
"Iya."
"Tidak akan menyesal nanti?"
"Tidak akan."
"Yakin?"
"Iya."
"Yang benar?"
"Iya!" Agra kesal hingga suaranya naik satu oktaf.
Ezwar nyengir, "Gak deh. Saya takut ama pawangnya."
"Emangnya seberapa bahaya pacarnya?" Agra mulai penasaran.
"Woah... sangat bahaya, bahkan ia memiliki kuasa di seluruh dunia."
"Seorang mafia?"
"Bukan mafia, tapi Presdir di perusahaan besar."
"Seberapa besar dengan perusahaan milikku?"
"Setara."
Agra mengeryit. Ia mulai berpikir siapa orang yang setara dengannya. Tidak sadar dengan Ezwar yang sekarang sedang menahan tawanya karena telah berhasil menipu dirinya.
'Selamat menikmati acara berpikirnya.' Ezwar keluar dan masuk ke ruangan miliknya. Tawanya langsung menggelegar di sana.
Gadis kecil itu mengulurkan tangan seraya berucap, “Perkenalkan, namaku Claudya Agina. Salam kenal, kak Oli.” Tersenyum polos. Perlahan bayangan wajah itu menghilang seiring mata itu terbuka yang memperlihatkan tatapan berkaca-kaca sampai akhirnya runtuhlah air mata yang sadari tadi ditahannya. Olivia menutup matanya dengan lengan. “Benar-benar....” ....... Setelah menyelesaikan proses pembukaan pintu, barulah Agina bisa masuk dengan wajah datar melihat Agra yang senyum-senyum. “Kenapa, kau, lagi iklan pasta gigi?” Agra menopang dagu. “Aku senang kau mau jauh-jauh datang ke sini.” Hidung Agina mengembang, hal yang biasa terjadi ketika tak habis pikir dengan kelakuan seseorang. “Jadi, menurutmu perjalanan lima belas menit dari rumah Olivia Dreandara ke sini itu jauh?” “Ya, jauh. Sampai-sampai membutuhkan waktu delapan tahun bagi kau untuk menginjakkan kaki di ruanganku.” Itu sindiran, dan Agina yang mengerti hanya memutar bola mata. “Ini tidak adil. Kau bisa sesuka hati keluar-m
Manik sewarna colanya berkeliaran menatap seluruh isi restoran. Semua sudah tertata dari kursi dan meja dan beberapa hiasan dinding lainnya. Kakinya melangkah ke tempat pembuatan makanan, dapur. Melihat berbagai perlengkapan serta bahan-bahan memasak sudah diatur pada tempatnya. Agina berbalik dan memandang orang yang sadari tadi mengikutinya dan sedang menunduk hormat. “Sempurna.” Hanya satu kata, tapi cukup membuat orang tersebut mendongak dan menunjukkan raut wajah bahagia. “Kerja bagus.” Agina melewatinya, membiarkan bawahannya menikmati kesenangannya. Merogoh jas dan mengambil benda persegi panjang di sana, lalu meletakkannya di telinga. “Bagaimana?” Mendapat jawaban, Agina mengakhiri dan langsung mengalihkan panggilannya ke nomor lain. “Siapkan mobil, kita ke kediaman Dreandara sekarang.” Setelahnya memasukkan kembali ponselnya dalam jas. Menghela napas. “Lebih cepat, lebih baik-” Agina menjawil hidungnya dan tersenyum. “Tapi kata-kata itu sudah tidak pantas dikatakan sekar
Agina menguap sambil menyentuh bahu dan membuat gerakan memutar, dilanjutkan dengan sisi lainnya. “Sulit juga tanpa, Sean.” Ponselnya berdering menampilkan nama kontak '256’. Agina meletakkannya di telinga. “Ada apa?” “Oh, kalian menyelesaikan lebih cepat dari perkiraanku. Kerja bagus. Besok pagi aku ke sana untuk melihatnya.” Agina menaruh ponselnya kembali di sudut atas meja. Memutar kursi menghadap kaca yang memantulkan cahaya oranye. “Sudah sore. Lembur di sini atau kerjakan di rumah ya?” Monolognya. Di tengah kebingungannya, ketukan pintu membuat Agina memutar haluan ke tempat semula. Menekan tombol yang terhubung dengan perbatasan luar dan ruangan. Bibirnya menyungging seringaian melihat sang tamu langsung duduk di sofa yang belum disembunyikan. “Oh, sekretaris Ezwar. Kebetulan sekali.” Yang diseru menaikkan satu keningnya. “Kau juga membutuhkanku?” tanyanya pada gadis yang ikut duduk di depannya. “Iya, tapi katakan dulu keperluanmu mendatangiku.” “Begini....” Ezwa
Agina menghela napas. Kejadian beberapa jam lalu di gedung kejaksaan sangat membebaninya. Para tokoh politik terus menyudut mereka dengan perkataan negara Flowering bukanlah tempat pertarungan pribadi mereka. Memang tidak ada korban jiwa atas tragedi kemarin, tapi tetap saja kejadian itu bisa terulang dan tidak ada yang tahu masa depan di detik selanjutnya. Pemimpin Seven Devil’s sebagai Agen Keamanan Negara dipertanyakan perbuatannya. Steven dengan tangkas menjawab bahwa ini di luar praduga. Untuk penyerangan mendadak ini adalah keputusan pihak lawan dan tugas mereka hanya mencegah. Perdebatan tadi cukup memakan waktu dua jam. Saling menyudutkan dan melempar pertanyaan balik sebagai pemojokan, semua orang mengeluarkan keluhannya di sana. Hingga Jaksa memutuskan mengakhiri pengadilan dengan kedua tokoh keamanan negara yaitu kepolisian dan SSA untuk menjalankan tugas dengan semestinya. SSA juga disarankan untuk memastikan pertarungan Seven Devil’s tidak dilakukan di tempat umum yang
“Kau,” desisnya, memundurkan wajah menjauh lantaran syok. Mata Claudya menyipit. “Kakak teman kak Oli yang sering mampir ke rumah ‘kan?” tebaknya. “Iya, kau siapa Olivia?” Mendorong kening itu menjauh karena itu tidak baik untuk jantungnya. Claudya memberungut, lantas menarik kursi dan duduk. Satu tangannya menopang dagu menatap laki-laki itu. “Masa kakak gak tau? Padahal aku sering loh lihat kakak merhatiin aku pas lagi ngerjain pr sama kak Oli.” Laki-laki itu terbatuk ludahnya sendiri. “Eum ya, itu aku heran aja setiap pergi ke rumah Olivia kau ada, padahal seingatku Olivia anak tunggal. Tapi setelah tau kau adik angkatnya, aku paham.” Berdehem, kemudian barulah membalas tatapan polos gadis kecil di sampingnya. Claudya mengangguk-angguk. “Oh ya, nama kakak siapa?” “Heh, kau tidak tau namaku? Ku pikir karena aku sering memperhatikanmu, kau jadi penasaran dan bertanya pada Olivia!” pekiknya. “Nggak juga.” Menghendikkan bahu seenteng jawabannya. Berdecak kesal, meski begitu teta
“Aku pernah nonton film. Gurunya bilang pada protagonisnya ‘Tempat di mana seseorang memikirkanmu adalah tempat yang bisa kau sebut rumah’. Apa aku memiliki tempat seperti itu?” Gadis itu memiringkan kepalanya sambil tersenyum. Senyuman yang menurut anak laki-laki menyimpan sejuta luka. “Mau mencarinya?” tanya anak laki-laki tersenyum. Kedua tangan saling menggosok cepat kemudian menempelkannya pada pipi gadis itu, mencoba menyalurkan rasa hangat meski dirinya sendiri kedinginan karena kaosnya basah. Gadis itu memberikan tatapan bingung. “Mamaku bilang perempuan adalah rumah bagi laki-laki yang mencintainya, begitu pun sebaliknya. Memang benar tempat di mana seseorang memikirkan kita bisa disebut rumah, tapi kita tidak harus menunggu seseorang memikirkan kita ‘kan? Kita bisa mencarinya atau memberikan rumah ternyaman bagi orang lain dan orang itu akan memikirkan kita saat mengingat rumah, jadilah kita memiliki tempat itu juga.” Gadis itu membeku dengan mulut terbuka, namun s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen