“Apakah kau lelah?” Aliya mendongak untuk mendapati raut wajah Elang.
Tangan kanan Aliya melingkari lengan kiri Elang. Aliya berjalan hati-hati menuruni undakan bebatuan.
Mereka baru saja berdiri cukup lama, melihat pemandangan indah kawah di Gunung Tangkuban Prahu.
Hari ini Aliya --yang sudah memohon pada Elang untuk membawanya ke sini dari beberapa hari lalu, akhirnya benar-benar dibawa Elang ke Tangkuban Prahu untuk menikmati pemandangan menakjubkan dan suasana khas pegunungan.
Elang menggeleng, menjawab pertanyaan Aliya sebelumnya.
Suami Aliya itu masih saja begitu tampak pendiam dan irit bicara. Entah sudah berapa kali Aliya berusaha memancing Elang dengan berbagai percakapan yang menyenangkan.
Namun Elang hanya menanggapi datar dan menjawab seadanya.
Aliya mengatupkan bibir. Ada perasaan sedih menyelinap di sudut hatinya.
Mereka seharusnya bisa menikmati momen berdua seperti ini.
Wisata yang tidak membu
Februari 2018“Aku, Einhard Sovann menjatuhkan talak terhadapmu, Aliya Saifanah. Mulai hari ini kau bukan lagi istriku, baik raga maupun sukma.”Wanita muda itu mematung.Manik obsidian miliknya mengarah lurus, tak percaya, pada pria tampan di hadapannya. Jemari kanannya yang memegang gagang mug besar berisi teh chamomile panas mengerat.“Elang…” Lirih Aliya memanggil pria di depannya.Namun pria berparas tampan dengan hidung mancung di atas bibir tipis serta bola mata berwarna coklat gelap itu, hanya diam. Pancaran sorot matanya terarah dingin.Tanpa kata dan tanpa menunggu apapun lagi, pria berdarah turunan Jerman itu membalikkan tubuhnya.Langkah kakinya tampak tenang, meski bergegas. Tanpa membawa satu apapun dari dalam rumah itu, ia menuju mobil yang terparkir dan masih dengan mesin yang menyala.Dan dalam sekejap mata, menghilang begitu saja. Aliya, wanita muda yang tadi disebut namanya untuk ditalak itu, masih terpaku di tempatnya berdiri.Ia tampak tengah mencerna kalimat, ka
Kebekuan dan rasa dingin menyergap seluruh tubuh Dean saat mendengar kalimat Elang. “Apa.. Apa yang tadi kau katakan, Einhard?” tanyanya seakan tidak yakin terhadap pendengarannya.Orang di ujung sana tidak segera menjawab.Momen hening itu tercipta untuk sekian detik, hingga akhirnya terdengar suara kembali.‘Saya titip Aliya, Dean. Jaga dia baik-baik.’Dean tertegun. “Ein--”Tut.Sambungan telepon itu diputus sepihak. Dean berusaha menelepon balik Elang, namun nomor tujuan menjadi tidak aktif.Ia mencoba kembali --sebanyak dua kali lagi, hasilnya tetap sama.Tampaknya Elang menon-aktifkan ponselnya di sana.Dean termenung.“Om? Siapa? Bang Einhard? Apa katanya? Apa dia yang bikin dinding kagak kasat mata itu?” Suara Agni menarik Dean kembali.Namun Dean masih diam, tanpa menjawab cecaran pertanyaan Agni. Raut wajahnya menyiratkan kebingungan.“Dean,” Kali ini Nawidi yang menegur.Dean masih terlihat bergeming, namun detik berikutnya ia seolah terhenyak dan bangun dari duduknya. “Kita
‘Aku, Einhard Sovann menjatuhkan talak terhadapmu, Aliya Saifanah. Mulai hari ini kau bukan lagi istriku, baik raga maupun sukma.’Gema suara Elang yang mengucapkan kalimat itu terus memenuhi rongga kepala Aliya.Entah berapa lama ia menangis, tubuhnya meringkuk memeluk guling. Ia nyaris melupakan segalanya, beruntung Fayza ditangani dengan baik oleh pengasuhnya.Entah pula berapa kali Bi Sumi membujuk Aliya untuk makan, namun Aliya benar-benar bergeming dan sama sekali tidak menunjukkan keinginan untuk melakukan apapun, termasuk makan.Tidak mengerti apa yang telah terjadi, namun karena khawatir pada kondisi majikannya, bi Sumi mencoba menghubungi nomor Elang, namun tidak aktif.Ia juga berusaha menghubungi nomor Nawidi dan Agni, yang memang disimpan di catatan buku telepon di ruang keluarga, untuk berjaga. Namun hasilnya juga serupa.Kedua nomor yang bi Sumi coba hubungi, tidak satu pun bernada aktif apalagi terhubung.Ia juga bingung, mengapa tidak satu pun dari pemuda-pemuda rupaw
Tidak ada yang bisa melakukan apa-apa.Aliya mengurung diri di kamar berhari-hari dan mengalami demam tinggi sejak semalam.Bi Sumi yang bingung, kemudian nekad mengambil ponsel majikannya dan membuka kunci ponsel itu dengan sidik jari Aliya yang masih dalam kondisi tertidur dan demam.“Maafkan saya, Bu…” gumam bi Sumi sedikit merasa bersalah karena sudah lancang membuka ponsel milik Aliya tanpa sepengetahuan pemiliknya.Setelah berhasil terbuka, bi Sumi mencari kontak Elang.Ia berusaha menghubungi majikan laki-lakinya itu, namun mendapati nomor yang ia hubungi sudah tidak aktif, tak peduli berapa kali bi Sumi mencoba.“Ya Allah… Siapa lagi atuh yang harus dihubungi…” Wanita paruh baya itu bergumam gelisah.Jemarinya yang sejak tadi sedikit bergetar karena merasa bersalah, kembali mengusap layar --menelusuri nama kontak-kontak yang ia ketahui.Agni.Bi Sumi menemukan nama unik itu, kemudian meneleponnya.Hasilnya sama dengan sebelumnya.Ia bergulir lagi, membuat panggilan pada nama-n
Adnan berdiri kaku, lalu memutar tubuhnya perlahan.Begitu ia berbalik, kedua matanya langsung bertubrukan dengan sepasang netra elang yang menatapnya datar namun penuh muatan.“Maaf pak Adnan, saya terpaksa melakukan ini. Saya akan bertanya pada Anda, dan Anda menjawab saya dengan tepat.” Pemilik mata yang menatap tajam itu berkata pada Adnan.Adnan mengangguk pelan. Ia kini sudah dalam keadaan terhipnotis dan menunggu orang di depannya bertanya padanya.“Apakah Aliya ada di dalam rumah?” Seseorang yang menghipnotis itu mulai memberikan pertanyaan.“Ya.”“Apakah Einhard juga di dalam?”“Tidak.”“Kemana Einhard pergi?”Adnan menjawab tanpa ekspresi dan pandangan datar --cenderung kosong, “Einhard telah pergi lebih dari seminggu lalu, ke luar negeri.”“Belum kembali hingga hari ini?”“Belum.”“Fayza,” Seseorang di belakang pria itu berkata --seakan mengingatkan. “Fayza, apakah baik-baik saja?” Pria bermata elang itu bertanya lagi pada Adnan.“Ya,” Adnan menjawab. “Fayza baik-baik saja
“Jangan terlalu girang, Agni. Saya masih belum bisa memahami energi ini,” Dean mencoba membuat Agni sedikit tenang.“Maksud lu, Om?”“Energi ini… sedikit asing.” Dean menarik napas. “Mungkin karena benar-benar level yang langka.”“Pelan-pelan saja. Mencapai Level Satu, bukanlah semata-mata hasil usaha. Tapi juga merupakan takdir yang ditentukan oleh-Nya. Anda mencapai tahapan itu, karena sudah ditentukan demikian. Maka Anda pasti akan mengerti seiring waktu.” Nawidi memberikan pandangannya dengan bijak.Dean tersenyum dan mengangguk. “Ya.”Pria bermata hazel itu kemudian menarik napas panjang lainnya. “Kembali ke urusan Einhard. Saat dia menelepon saya, dia seolah berpamitan. Menitipkan Aliya, seolah dia akan pergi jauh dan lama tidak akan kembali.”“Ya, itu terdengar seperti berpamitan di telinga saya,” imbuh Nawidi.“Tapi berpamitan kemana Om? Bang? Mau kemana bang Einhard?” Agni menoleh bergantian pada Dean dan Nawidi.Kedua pria itu menggeleng.“Dan sampe sekarang pun bang Einhard
“Gila!!”Bukan hanya Agni saja yang terkejut. Dean dan Nawidi pun tersentak kaget saat mendapati jarak yang membentang antara mereka berdiri dan area kediaman Aliya, bertambah seratus meter lebih jauh.Sebelumnya hanya tiga ratus meter, saat ini mencapai empat ratus meter.“Gimana ini, Om?” tanya Agni cemas pada Dean. “Kalo kaya gini, kita makin jauh aja dari Moony!”Dean tidak menjawab. Tanda tanya di hatinya juga kian membesar.Guncangan yang besar yang terasa hingga ke wilayah basecamp mereka, telah membuat geger dan menjadi tajuk utama berita.Pihak berwenang pun tidak bisa menjelaskan, dari mana asal muasal gempa berkekuatan setara 5,6 SR. Berbagai spekulasi pun muncul, namun semua pernyataan para ahli itu, berakhir dengan kebuntuan karena tidak ditemukannya bukti secara ilmiah.“Saya akan standby di sini, kau pergilah untuk melakukan screening dan mengecek segala sesuatu.” Dean berkata pelan pada Nawidi yang langsung disambut dengan anggukan kepala.Tanpa bicara dan tanpa perubah
Tiga bulan telah berlalu.Aliya berusaha kembali menjalani kehidupannya, meski sakit.Adnan berhasil menghubungi Radith Aziz namun harus terhantam kekecewaan yang sangat besar, begitu Radith Aziz pun mengatakan bahwa Elang telah memberitahunya tentang penalakan Aliya itu.Baik Adnan maupun Radith sama-sama tidak mengetahui alasan utama Elang menceraikan Aliya. Pada akhirnya, Adnan memutuskan untuk menguatkan sang putri sulungnya untuk bisa menerima kenyataan itu dengan hati lapang dan ikhlas.Ayah kandung Aliya itu benar-benar tidak ingin putrinya berkubang duka dan bergelimang penyesalan terus menerus.Seakan tidak cukup sampai di sana, Aliya harus kembali terhantam luka.Kali ini, total mematikan seluruh harapan dan asa yang ada.Dua bulan berikutnya, Aliya menerima kabar dari Emilia --sahabat Aliya saat kuliah dulu, yang menyayat dan menikam hatinya kembali.Elang menikahi seorang wanita lain.Tidak mau mempercayai, namun video yang berisi ijab kabul Elang dengan wanita itu, begitu