Semua Bab Ratu Bumi : Kebangkitan Sang Raja: Bab 1 - Bab 10
79 Bab
Prolog
Buku ini adalah Season 2 dari Istri Ku Sang Ratu Bumi. Disarankan untuk membaca buku pertama. Buku ini akan sedikit sulit dipahami jika dibaca secara terpisah, karena merupakan sekuel dari buku pertama tersebut. Happy Reading, GoodReaders! === * * * === Langit mulai temaram dengan bias kemerahan di atas tanah bak lautan darah. Cakrawala seakan menghitam menyambut kegelapan yang menutupi kedamaian di atas bumi. Udara betul-betul mencekam diselimuti atmosfer pembinasaan. Gelimpangan tubuh-tubuh dengan jiwa yang telah tak berada di tempatnya, mengelana memenuhi perjalanan selanjutnya. Namun ratusan raga-raga yang tersisa masih saling menghunus, menembak energi dan saling membantai. Di satu titik area pertempuran penuh darah itu, seorang pria dengan baju zirahnya berdiri seakan membatu. “Ti-tidak…” Gemetar suara Elang menatap pemandangan di depannya, hanya berjarak dua langkah lagi saja. Seluruh pemandangan yang sebelumnya begitu jelas terbentang dalam tangkapan mata, kini seakan b
Baca selengkapnya
BAB 1
“E.. Lang… Sa-sakit…” rintih Aliya. “Pelan, Elang…”Namun Elang di atasnya, seakan tak mendengar itu. Ia terus mengentak dan memacu tubuhnya ke dalam inti Aliya.“E-Elang… ahh!” Desahan itu bukan desahan nikmat, Aliya meringis menahan nyeri.Alih-alih melambatkan gerakan dirinya mencumbu sang istri, Elang menarik kedua tangan Aliya dan menahan pergelangannya di atas kepala.“Elang! Sakit!” Aliya mencoba menggeser tubuhnya, akan tetapi Elang justru kian menindih dirinya dan melesak seraya mengentak lebih dalam.Entah apa yang terjadi, bagaimana Elang seakan tak mendengar apapun yang keluar dari bibir Aliya. Ia menyusupkan wajahnya di leher Aliya dengan pinggul yang tak henti mengentak kasar.“Elang!”“Emmmhhh.” Elang menggeram rendah. “Ahh!”Pelepasan itu akhirnya ia dapatkan. Mata yang semula terus terpejam, kini terbuka dan seketika tertegun melihat raut wajah istrinya.“Liebling!” Elang bergegas mengangkat tubuh lalu menangkup wajah Aliya dengan kedua tangan. Matanya melebar melihat
Baca selengkapnya
BAB 2
Tahun 201708.56. Sebuah lapangan luas dengan bukit kecil di belakangnya, di sekitar Tangerang Selatan.“Beraninya kalian memasuki wilayah kami!!” Seorang pria muda di kisaran usia 27 tahunan berteriak marah sambil menunjuk sekelompok orang di depannya.Pemuda itu berparas menarik, dengan alis yang cukup tebal, hidung mancung, serta rambut berpotongan cepak.Ia mengenakan kaos berkerah berwarna merah dengan dua garis horizontal abu dan biru navy di bagian dadanya dengan sebuah logo dari merek cukup ternama. Dengan celana jeans biru tua dan sneakers model terbaru, pemuda itu tampak cukup modis.“Apa kalian tidak belajar dari penyusup-penyusup sebelumnya?” Kali ini seorang pemuda berkacamata dengan usia sebaya, angkat bicara. Dari pose berdiri pemuda itu, ia tampak lebih santai dibanding pemuda sebelumnya.Tampilannya pun tampak lebih sederhana, hanya mengenakan kaos oblong polos abu-abu dan celana jeans belel selutut. Paras rupawan-nya terbilang manis dan terlihat memiliki senyum yang
Baca selengkapnya
BAB 3
Kedua tangan Agung mengepal lalu tanah yang dipijaknya bergetar.Meskipun kini Agung dan Iyad harus menghadapi sepuluh orang sekaligus, tak sedikitpun mereka menunjukkan wajah gentar.Sementara itu, di dataran yang lebih tinggi dari lokasi pertarungan.“Biar saya saja yang turun.” Guntur berkata cepat, saat ia melihat Agni menurunkan satu kakinya.“Jangan bikin lama, Gun. Kita lagi buru-buru neh,” sahut Agni.Guntur mengangguk. Tanpa banyak berkata, ia melompat turun sambil mengempaskan energinya ke arah pengeroyokan itu.Sebentuk angin cukup besar meliuk cepat lalu mendorong dan melempar beberapa dari sepuluh lelaki berseragam hitam itu.Guntur seorang elemen angin.Terlihat dari tekanan dan besarnya kekuatan yang dihasilkan, Guntur --pemuda berlogat jawa itu-- memiliki kekuatan lebih besar dibanding Iyad dan Agung.Guntur berada di tingkat yang lebih tinggi dari kedua rekannya yang lebih dulu bertarung.Erangan terdengar sesaat dari mereka yang terlempar oleh pukulan angin dari Gunt
Baca selengkapnya
BAB 4
Padang sabana di 240 km sebelah tenggara Nairobi, ibukota Kenya.Alam di salah satu wilayah di Afrika itu berupa gabungan antara daerah tropis dan subtropis yang menjadi pemicu terbentuknya sistem biotik yang dipenuhi oleh semak perdu dan diselingi beberapa jenis pohon yang tumbuh menyebar. Menyuguhkan pemandangan luar biasa indah.Penampakan kawanan gajah, banteng, impala dan zebra dengan latar belakang gunung Kilimanjaro yang puncaknya tertutup salju, tak akan cukup memuaskan mata untuk menikmatinya meski berjam-jam lamanya.Terdengar derap kuda memecah ketenangan dengan laju cepatnya yang membelah angin.Di atas punggung kuda, seorang pria mengendalikannya dengan tangkas. Sementara tangan kiri pria itu tampak menggenggam gagang sebuah busur sederhana.“Hiiaahh!” seru pria itu menghela kudanya. Tangan kanannya mengayun lalu beberapa batu terangkat ke udara begitu saja.Masih di atas kuda hitam sejenis ras Boerperd itu, pria tersebut kemudian melepas tangannya pada tali kekang dan de
Baca selengkapnya
BAB 5
Dean terlihat menghela napas.“Tidak apa. Tidak perlu dilakukan lagi,” ujarnya kemudian.“Apakah dana itu keperluan untuk sistem perlindungan Light-mu?” tanya Matteo. “Karena nominal per transfer-nya sama sekali tidak kecil. Aku hanya terpikirkan ke arah itu. Benar kan?”“Bukan apa-apa. Aku hanya membantu teman, tak perlu dipikirkan,” jawab Dean lalu mengalihkan fokusnya pada singa yang terlihat bermanja-manja padanya.“Bagaimana Botswana? Apa semuanya baik?” Matteo lalu mengalihkan topik saat mendapati Dean yang enggan melanjutkan pembahasan sebelumnya.Sebagai salah satu sahabat Dean sejak belasan tahun lalu, ia sangat memahami gestur Dean dan hampir jarang salah dalam mengartikan mood atau pikiran karibnya itu.Dengan sangat pengertian, ia memberi jalan pada mereka berdua untuk membahas hal lainnya.“Baik. Sangat baik,” jawab Dean tanpa mengalihkan fokus dari singa kesayangannya itu. “Kami bahkan menemukan sumber baru untuk segera digarap.”Matteo melebarkan matanya. “Wah, selamat
Baca selengkapnya
BAB 6
13.07, rumah Aliya. Aliya mengetuk-ketukkan empat jarinya di atas sebuah meja di ruang tamu. Entah sudah berapa kali ia menghela napas. Matanya melirik lagi ke jam tangan dengan logo huruf ‘G’ yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Jam tangan yang sporty dan berdiamater cukup besar itu tampak mencolok di tangan Aliya yang ramping dan putih. Aliya sedikit teringat, pernah di komplen oleh Agni karena memakai jam tangan yang di desain khusus cowok tersebut. Namun Aliya yang memang bersifat cukup tomboy di antara saudara-saudara kandungnya, sejak dulu  menyukai jam tangan dari brand Jepang yang terkenal itu. Namun baru sekarang-sekarang ini Aliya memutuskan memilikinya, setelah merasa cukup bosan dengan jam-jam elegan koleksinya dari Elang. Ia bahkan menolak ketika Agni hendak membelikannya jam tangan dari brand internasional yang terkenal. Bicara soal Agni, Aliya jadi teringat ia ada janji dengan Agni dan kawan-kawan
Baca selengkapnya
BAB 7
“Eh iya, Fayza ga ikut nih, Moony?” Agni bertanya sambil melongokkan kepalanya ke arah ruang dalam. “Ngga. Tadi aku dah niat mau bawa Fayza. Tapi dia ga mau. Mau main sama Tara aja katanya,” jawab Aliya. “Lagian kang Awi juga nungguin Fayza di sini. Jadi Fayza tambah malas keluar.” Tara adalah keponakan dari pengurus rumah tangga yang bekerja di kediaman Aliya dan Elang ini. Usia Tara hanya terpaut 2 tahun lebih tua dari Fayza. Namun sudah bisa membuat Fayza nyaman bersamanya. Sementara ‘kang Awi’ yang dimaksud Aliya adalah Nawidi. Seorang elemen yang diutus dari Realm Air untuk ikut melindungi Aliya. Ia seorang pria berdarah dingin yang dipercaya Elang untuk melatih elemen-elemen di bawah mereka dan seorang pria yang tidak banyak bicara serta minim ekspresi. Namun demikian, Fayza terlihat tenang berada di dekat Nawidi. Saat ini, Nawidi bertanggung jawab menjaga Aliya dan Fayza karena Elang tengah melakukan perjalanan bisnis ke luar kota sekia
Baca selengkapnya
BAB 8
Guntur yang merasa iba pada Agni, merogoh saku celananya dan mengeluarkan satu buah masker yang biasa ia pakai saat mengendarai motor. “Agni, kalau kamu mau, kamu bisa pakai punya saya ini…” Guntur menyodorkan tangannya yang memegang masker itu ke arah Agni. Agni yang melihat masker di tangan Guntur, tanpa banyak berpikir, langsung menyambar dan memakainya cepat. “Duh kenapa ke mall…” akhirnya terdengar suara Agni mengeluh, setelah masker itu terpasang dan menutupi setengah wajahnya. “Biasanya kita makan di resto Sunda di atas itu pan….” sambung Agni lagi. “Lha, namanya juga hukuman, Ni. Kalau di tempat biasa, mungkin jadi ndak seru untuk mbak Aliya…” perkataan Guntur yang lempeng itu membuat Agni mendelik kesal pada Guntur. Mereka berempat lalu bergegas menyusul Aliya yang kembali membalikkan badannya dan menatap mereka dengan sorot mata tidak sabar. Begitu langkah mereka selesai menapaki tangga, mereka mendapati situasi yang
Baca selengkapnya
BAB 9
Aliya lalu memutuskan untuk mengakhiri keisengannya itu.Aliya memang memiliki jiwa iseng yang sering membuat Elang kewalahan sejak awal pertemuan mereka. Kejahilan Aliya juga kadang mampu membuat panik semua teman-teman elemennya.Namun demikian, itu sama sekali tidak membuat jengkel ataupun kesal semua teman-teman Aliya. Justru itu menjadi keunikan dan ciri khas Aliya yang sering dirindukan oleh teman-teman elemen Aliya.  Gegas Aliya melangkah menuju kerumunan yang sedikitnya telah berhasil diurai oleh para satpam yang tampak begitu telah berusaha keras.Begitu Aliya mendekat, ia menarik tangan Agung yang berada lebih dekat darinya.“Gung, udah. Cover. Cover,” ujar Aliya dengan mimik sedikit serius dan prihatin. “Kasih tau yang lain.”Agung mengangguk. Lalu ia menutup dirinya sendiri terlebih dahulu, sebelum masuk kembali ke kerumunan dan memberi tahu ketiga temannya yang lain.Segera Iyad, Guntur dan A
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
8
DMCA.com Protection Status