Home / Fantasi / Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin / Bab 160. Nafas Pertama Sang Ratu

Share

Bab 160. Nafas Pertama Sang Ratu

Author: Quennnzy
last update Last Updated: 2025-09-12 15:57:36

Cahaya merah keemasan yang meledak dari Takhta Obsidian perlahan meredup. Sisa-sisa energi itu masih berputar di udara, seperti ribuan partikel api yang menari lalu padam satu per satu.

Alura membuka matanya. Pandangannya bening, bukan lagi hanya merah atau hitam, melainkan perpaduan keduanya dengan kilau emas samar. Tubuhnya terasa ringan sekaligus berat, seakan ia kini menjadi poros di mana seluruh kekuatan dunia bertumpu.

Di bawah telapak tangannya, Takhta Obsidian berdenyut pelan. Bukan sekadar kursi, tapi entitas hidup yang kini terhubung langsung ke dalam darahnya.

Suara bergema di dalam kepalanya, dalam, tak terbantahkan:

“Kau adalah pusat. Semua akan melihat padamu. Semua akan menuntut darimu. Apakah kau siap, Alura?”

Alura menghela napas panjang, menatap kosong ke depan. Lalu bibirnya membentuk jawaban pelan namun tegas.

“Aku siap.”

Rafael menatap pemandangan itu dengan mata yang sulit dibaca. Tatapannya tetap dingin, tapi ada sesuatu di dalamnya yang tidak bisa ia sem
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 190. Nama yang Tidak Pernah Mati

    Api biru yang sebelumnya padam menyala kembali satu per satu, namun cahaya yang biasanya membawa kesan agung kini terasa asing, seperti mata ratusan makhluk yang mengintip dari balik kegelapan. Aula Obsidian berdiri dalam keheningan yang berat. Tidak ada yang berani bicara, seolah gema nama yang baru saja diucapkan kabut tadi masih menggantung di udara. Silvanna. Nama itu bergaung di kepala semua yang hadir. Sebagian besar utusan memang tidak memahami arti sebenarnya, namun getaran gaib yang menyertainya cukup untuk membuat mereka tahu: itu bukan sekadar nama. Itu adalah panggilan yang membawa beban sejarah, beban yang bahkan para imam paling tua tidak berani sebut. Alura berdiri di singgasananya, wajahnya tanpa ekspresi, tapi matanya berkilat merah emas. Dalam dadanya, jantungnya berdegup keras. Ia tidak pernah membiarkan siapapun menyebut nama itu di hadapannya. Bahkan ia sendiri menguburnya jauh di bawah lapisan ingatan. Rafael melangkah maju, suaranya dingin tapi tegas. “Apa a

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 189. Nama yang Tidak Pernah di Panggil

    Kegelapan merayap ke seluruh aula Obsidian. Api biru yang tadi menyala di sepanjang dinding telah padam satu per satu, seperti dipadamkan oleh tangan tak kasatmata. Udara menjadi berat, dingin, dan sarat dengan desisan halus yang terdengar seperti bisikan ribuan mulut. Para utusan merapatkan formasi, sebagian gemetar, sebagian lain mulai melantunkan doa. Tapi kata-kata mereka tenggelam oleh kegelapan yang semakin menekan dada. Rafael berdiri di depan Alura, pedang hitamnya berkilau samar meski nyaris tak ada cahaya. Matanya tajam, menembus gelap, mencoba menangkap gerakan sekecil apa pun. Arga, di sisi lain, sudah menyalakan api gelap di tangannya, wajahnya menegang penuh kewaspadaan. “Ini bukan ujianmu, bukan juga permainanku,” desis Arga lirih. “Ada sesuatu yang masuk bersama sumpah itu.” Alura tetap berdiri tegak di singgasananya. Gaunnya bergelombang ringan, rambut hitamnya jatuh menutupi sebagian wajah. Namun matanya terbuka lebar, berkilat merah emas, menatap lurus ke dalam

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 188. Bisikan dari Darah

    Aula Obsidian masih diselimuti keheningan yang berat. Aroma darah dan asap hitam dari ritual sumpah belum juga hilang, menempel di dinding dan mengendap di napas siapa pun yang ada di dalamnya. Para utusan berdiri kaku, sebagian berusaha mengatur napas, sebagian lain masih pucat dan gemetar, seolah baru saja melihat neraka. Alura duduk di singgasananya, tubuhnya tegak namun pandangannya tajam menusuk ke setiap wajah. Matanya berkilat merah emas, memantulkan cahaya api biru yang masih berkobar di sepanjang dinding. Namun, di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang hanya dia yang merasakan. Sebuah suara. Bukan suara manusia. Bukan suara iblis yang dikenalnya. Suara itu datang dari dalam darahnya sendiri. "Ikatan sudah terjalin… darah telah menetes… pintu telah terbuka." Alura menutup matanya sebentar, lalu membukanya lagi dengan ekspresi dingin. Tidak ada satu pun yang boleh tahu bahwa sumpah yang ia ciptakan tidak hanya mengikat para utusan, tapi juga memanggil sesuatu yang lebih

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 187. Harga Sebuah Pengkhianatan

    Api hitam yang melahap tubuh utusan pertama masih bergema dalam ingatan semua orang yang hadir di Balairung Obsidian. Bau daging terbakar bercampur dengan desisan jiwa yang terpecah membuat udara terasa semakin berat. Tak ada yang berani bergerak terlalu cepat; bahkan napas pun ditahan seolah takut api itu berpaling pada mereka. Alura berdiri tegak di tengah lingkaran darah yang kini berdenyut samar, bagai jantung yang baru saja terbangun. Gaunnya yang hitam berkilauan diterpa cahaya api biru, membuatnya tampak seperti sosok yang lahir dari kegelapan itu sendiri. Tatapannya menyapu satu per satu wajah para utusan, hingga tak seorang pun berani menurunkan pandangan. “Lihatlah,” suaranya dingin, nyaring, namun tenang, “itulah harga sebuah pengkhianatan. Sumpah ini bukan sekadar kata-kata, bukan pula hanya simbol. Ia adalah kehidupan yang kalian berikan kepada takhta ini. Dan kehidupan, jika dikhianati, akan menuntut balasan.” Tak ada yang berani menjawab. Beberapa wajah pucat, bebera

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 186. Harga dari Sumpah Darah

    Aula Obsidian masih bergetar meski raungan dari langit sudah mereda. Api biru di sepanjang dinding menari liar, kadang redup, kadang meledak, seolah terhubung langsung dengan sesuatu yang jauh lebih tua daripada benteng itu sendiri. Udara berat, dipenuhi aroma besi dan belerang yang menusuk hidung. Para utusan berdiri dalam lingkaran, tubuh mereka tegang, mata terbelalak ke arah tanda hitam di lantai yang baru saja meminum darah mereka. Lingkaran itu kini berdenyut perlahan, seperti jantung yang hidup, memancarkan cahaya merah samar dari retakan-retakan kecil yang menyebar. Alura berdiri tegak di singgasananya. Ia tampak anggun, tapi tatapannya tajam, bagai pisau yang siap menusuk siapa pun yang berani goyah. Rafael berdiri tidak jauh dari sisi kanan singgasana, pedang hitamnya sudah tersarung kembali, meski tangannya masih berada di gagang. Arga bersandar pada pilar batu, wajahnya sinis namun matanya memperhatikan dengan penuh kewaspadaan. “Dengan darah kalian,” suara Alura mengge

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 185. Bayangan dalam Sumpah

    Aula Obsidian masih dipenuhi sisa gema sumpah darah. Api biru di dinding yang tadinya tenang kini bergetar, seolah ikut menahan napas. Para utusan berdiri dalam diam, beberapa masih menatap tanda hitam di telapak tangan mereka dengan wajah pucat. Tak seorang pun yang berani bicara duluan. Bahkan Liora yang biasanya lantang, kini hanya menggenggam tongkatnya erat, tatapannya beralih dari simbol di kulitnya ke wajah Alura. “Ini…” salah seorang imam berbisik, suaranya nyaris patah, “…ini bukan sekadar perjanjian saja. Ada sesuatu yang ikut masuk.” Alura berdiri dari singgasananya. Gaun hitamnya berdesir ringan, namun setiap langkahnya terdengar jelas, menekan dada mereka. “Kalian baru saja mengikat diri dengan darah kalian sendiri. Itu adalah harga paling jujur yang bisa dibayar.” “Bukan hanya darah kita!” Liora akhirnya bersuara. Matanya menyala oleh kilatan panik dan marah. “Aku merasakan mata yang lain… mengawasi. Sesuatu yang bukan dari ruangan ini.” Rafael menoleh cepat. T

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status