Home / Fantasi / Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin / Bab 18. Di Balik Nama Silvanna

Share

Bab 18. Di Balik Nama Silvanna

Author: Quennnzy
last update Huling Na-update: 2025-07-02 16:26:14

Buku itu berjudul “Nyanyian Myra”.

Tidak seperti catatan sejarah yang dingin dan penuh tuduhan, buku ini ditulis tangan, huruf demi huruf, seperti puisi yang dibisikkan dari tempat paling gelap dunia. Halaman pertama memuat gambar seorang perempuan muda berambut perak, dengan tanda mata berbentuk bulan sabit di dahinya.

Alura menyentuh halaman itu. Tangannya bergetar.

"Ini... ibuku?"

Ia menelusuri kalimat demi kalimat, dan semakin jauh ia membaca, semakin hatinya terasa diremas.

"Hari ke-9 bulan kelima.

Anak di dalam kandunganku mulai menunjukkan tanda. Ia bisa mendengar bisikan dari Gerbang.

Tapi aku tidak takut.

Para lelaki di dewan mereka takut, karena mereka tidak bisa mendengar suara yang sama.

Mereka hanya tahu bagaimana cara menyegel, bukan memahami.

Aku menamakannya Alura, karena ia datang bersama arus bisikan.

Dia akan menjadi jembatan, bukan kehancuran.

Tapi aku tahu mereka tidak akan membiarkannya lahir dalam terang.

Kalau kau membaca ini, anakku... maafkan aku
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 60. Yang Terbangun dari Abu

    Langkah-langkah mereka terhenti begitu suara dari dalam gerbang kembali terdengar, kali ini bukan hanya gemuruh… melainkan bisikan serak, penuh parau, seolah dibentuk dari abu dan serpih kutukan yang tak bisa dibakar habis oleh waktu. Arga menggenggam pinggiran mantel lusuhnya. Tubuhnya gemetar, bukan karena takut, tapi karena sesuatu dalam dirinya... merasa terlalu akrab dengan suara itu. "Apa itu..." gumam Alura pelan, jemarinya menekan pelan dinding batu yang berdenyut seolah hidup. Rafael berdiri satu langkah di depan mereka. Punggungnya tegang, dan matanya menatap Gerbang Kedelapan seolah mencoba menembus lapisan-lapisan gaib yang tak terlihat. "Aku kenal suara itu," lirih Arga, dan untuk pertama kalinya sejak mereka tiba di reruntuhan ini, suaranya terdengar seperti anak kecil yang tersesat. "Itu bukan dari luar... itu dari aku." Alura menoleh cepat, matanya mencari wajah Arga, seolah mencoba membaca ulang semua ingatan yang pernah ia tolak. “Arga... kamu yakin?” Arga men

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 59. Cermin yang Tak Memantul

    Langkah kaki mereka tak lagi menggema. Bukan karena lantai berubah, tapi karena suara itu sendiri tak lagi hidup di tempat ini. Alura berdiri diam di tengah ruangan tanpa dinding, tanpa langit, tanpa tanah. Sekelilingnya hitam, tapi tidak kosong. Bayangan menggeliat seperti asap, membentuk siluet tubuh manusia tapi tak satu pun memiliki wajah. Di hadapannya berdiri sebuah cermin, tinggi menjulang, nyaris seperti gerbang itu sendiri. Tapi permukaannya… tidak memantul. Hanya gelap, seperti menatap sumur yang tidak berujung. Rafael menarik napas pelan, menahan ketegangan. Ia berdiri beberapa langkah di belakang Alura, matanya menyapu sekitar dengan waspada. Di sisi lain, Arga mencengkeram lengan kirinya yang masih berlumuran darah, tapi sorot matanya tak lepas dari Alura. “Apa ini...?” gumam Rafael, lebih kepada dirinya sendiri. Alura mendekati cermin perlahan. Satu langkah. Dua langkah. Dan sesuatu dalam dirinya bergerak. Ada suara tidak keluar dari luar, tapi dari dalam. Suara it

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 58. Cermin yang Tak Menampilkan Wajahmu

    Bayangan itu tidak mengikuti cahaya. Ia berdiri sendiri. Langkah Alura terhenti di tengah lorong batu, di mana dinding-dindingnya bergerak seperti napas makhluk hidup. Udara di Gerbang Kedelapan bukan hanya dingin, tapi juga berisi - berisi tatapan. Bukan hanya mata yang melihatnya, tapi ingatan, penghakiman, luka-luka yang belum pernah dibalut. Di belakangnya, suara langkah Arga berhenti hampir bersamaan. “Tempat ini…” bisik Rafael, matanya menyapu dinding yang perlahan berubah warna dari kelabu menjadi merah pekat. “...menolak logika.” “Bukan logika yang ditolak, Rafael,” ucap Alura pelan. “Yang ditolak… adalah kebenaran.” Arga menatapnya, dalam dan ragu. Ia menyipitkan mata, menatap wajah Alura seakan mencari sesuatu yang hilang. “Kau terdengar seperti seseorang yang lain.” Alura tidak menjawab. Ia berjalan pelan lagi, menyusuri lorong yang kini mulai menampilkan bayangan mereka sendiri, tapi bayangan itu tidak menirukan gerakan mereka. Mereka berdiri kaku, mengawasi, menghak

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 57. Cermin yang Retak

    Langkah-langkah mereka tak lagi memiliki irama. Arga berjalan lebih lambat, seolah setiap batu yang dipijaknya menyimpan sejarah yang ingin ia hindari. Rafael, dengan tatapan yang tak pernah benar-benar meninggalkan punggung Alura, seperti menanti sesuatu entah kehancuran atau pengkhianatan. Alura sendiri berjalan paling depan, tubuhnya tegak tapi aura di sekelilingnya terasa berbeda. Gerbang Kedelapan telah menggoreskan sesuatu ke dalam dirinya. Ia tak banyak bicara, hanya sesekali menoleh, seolah memastikan kedua pria di belakangnya tidak lenyap ditelan bayang-bayang reruntuhan Vellen Thar yang kian memutarbalikkan logika waktu dan ruang. Udara menjadi dingin, seperti embusan dari dunia yang tak seharusnya dijamah manusia. Di hadapan mereka, lorong batu membelah menjadi tiga arah. Masing-masing lorong menghembuskan angin berbeda, satu membawa aroma darah yang telah lama mengering, satu lagi penuh dengan suara gemerisik seperti tawa anak-anak, dan yang ketiga... hening, nyaris

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 56. Nama yang Tidak Boleh di Ucapkan

    Lorong tempat Alura menghilang menutup dengan sendirinya, meninggalkan Rafael dan Arga di kegelapan yang lebih tebal dari sebelumnya. Bukan sekadar gelap karena tak ada cahaya, tapi gelap yang hidup, yang mengembuskan napas ke tengkuk, yang berbisik nama-nama dari masa lalu. Arga menahan napas. Tangannya menyentuh dinding basah di sampingnya. Batu itu berdenyut seperti nadi, seolah tempat ini bukan dibangun, melainkan dilahirkan. “Dia ke mana?” tanya Rafael akhirnya, suaranya serak, dingin. “Bukan ke mana. Tapi ke… sisi lain,” jawab Arga pelan. “Gerbang Kedelapan bukan hanya cermin, tapi juga jalur ke bagian dari dirinya yang belum pernah disentuh siapa pun.” Rafael mencengkeram gagang pedangnya, seolah menahan marah. Tapi bukan kepada Arga. Bukan juga kepada tempat ini. Melainkan kepada dirinya sendiri. Karena ia membiarkan Alura melangkah sendirian. Sementara itu, Alura berdiri di tengah ruangan yang terasa tak berbatas. Tidak ada lantai. Tidak ada langit-langit. Hanya semburat

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 55. Gerbang Kedelapan

    Langkah mereka terhenti di hadapan lorong batu yang hening, tak bernama, tapi seolah menyimpan nafas ratusan jiwa. Ruangan sebelumnya menghilang begitu saja, digantikan oleh dinding-dinding kelam yang tampak lebih tua daripada reruntuhan lain yang pernah mereka temui. Di langit-langit, akar-akar menggantung seperti tali jemput maut, dan udara menjadi lebih berat, seakan memaksa dada mereka untuk mengakui: inilah akhir dari penyangkalan. "Apa ini bagian terdalam dari Vellen Thar?" tanya Arga pelan, suaranya seperti direndam lumpur ketakutan. Tidak ada yang menjawab. Alura berdiri di depan, tubuhnya nyaris membeku. Mata ungunya memandangi sebuah ukiran pada dinding batu yang mulai retak, sebuah ukiran yang entah kenapa, terasa sangat… familiar. Bukan dalam ingatan, tapi di daging. Di tulang. Seolah dia sendiri yang pernah mengukirnya dalam kehidupan lain. “Ke mana kamu pergi, Silvanna… Mengapa kau tidak kembali saat kami memanggilmu?” Bisikan itu muncul lagi pelan, namun menusuk le

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status