Home / Fantasi / Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin / Bab 6. Bayangan yang Tertinggal

Share

Bab 6. Bayangan yang Tertinggal

Author: Quennnzy
last update Last Updated: 2025-06-26 14:18:49

Udara malam membawa aroma tanah basah ketika Alura berdiri di depan jendela kamarnya. Tirai putih bergerak perlahan ditiup angin, menyentuh kulit lengannya yang dingin. Di luar, taman tampak sunyi, tapi Alura tahu, ada sesuatu yang belum pergi.

Bayangan itu.

Ia bisa merasakannya.

Bukan dalam bentuk atau suara, tapi sebagai desakan samar di tengkuknya, seperti mata yang terus menatap dari balik semak gelap.

Hari itu telah berakhir, tetapi pikirannya tidak bisa diam.

Percakapannya dengan Arga terus berputar-putar dalam kepala. Tentang segel. Tentang api kuno. Tentang perjanjian yang tak lagi bisa dibatalkan. Tapi yang paling melekat justru satu kalimat: “Aku takut jika harus memilih antara melindungimu… atau menghentikanmu.”

Alura memejamkan mata.

Apa Arga benar-benar percaya ia bisa berubah menjadi sesuatu yang tak terkendali?

Atau… itu hanya ketakutan yang ia proyeksikan kepada dirinya sendiri?

Ia menghela napas panjang, lalu meraih buku catatan dari bawah meja. Bukan untuk mencatat pelajaran, melainkan potongan-potongan ingatan dan firasat aneh yang kerap menyusup ke dalam mimpinya. Di halaman paling belakang, ia menulis:

Bayangan itu masih ada. Mungkin bukan hanya makhluk dari dunia bawah. Mungkin sesuatu yang tertinggal dari diriku sendiri.

Tiba-tiba, terdengar ketukan pelan di pintu.

Satu kali. Dua kali. Tidak terburu-buru, tapi cukup jelas untuk membangunkan kewaspadaannya.

“Siapa?” tanyanya, tidak langsung membuka.

“Dion,” jawab suara dari luar. “Aku… disuruh Keysha mengantar buku pelajaranmu.”

Alura membuka pintu perlahan. Dion berdiri dengan senyum gugup, satu tumpukan buku di pelukannya.

“Kau… datang malam-malam begini?”

Dion mengangkat bahu. “Disuruh. Tapi juga… aku merasa aneh sejak tadi siang. Jadi kupikir, mungkin kau juga merasakannya.”

Alura menatap mata Dion. Bersih. Tidak ada merah, tidak ada bisikan. Tapi ada sesuatu yang bergetar di balik senyumnya seperti anak kecil yang mencoba tegar di tengah badai.

“Kau percaya pada hal-hal yang tidak terlihat, Dion?”

Dion mengedip, lalu tertawa pendek. “Kalau kau maksud hantu, sihir, iblis semua itu? Aku tidak tahu. Tapi aku percaya pada firasat.”

“Dan apa firasatmu?”

“Bahwa kau… bukan seperti siswa lain.”

Keheningan menggantung sejenak. Dion segera menunduk, malu. “Maksudku, kau pintar. Serius. Fokus. Bukan yang aneh-aneh.”

Alura menahan senyum tipis. “Kau tidak salah. Aku memang berbeda.”

Setelah Dion pamit, Alura menutup pintu, lalu menoleh ke jendela lagi. Tapi kali ini, bayangan itu tidak ada.

Ia tahu, itu bukan berarti bahaya sudah pergi. Justru sebaliknya. Bayangan itu mungkin telah menyusup lebih dalam. Bukan di taman… tapi di dalam dirinya sendiri.

Pagi berikutnya datang dengan langit kelabu.

Di meja makan, suasana sunyi. Hanya ada satu kursi kosong milik Keysha.

Pelayan datang membawa teh, membungkuk hormat. “Nyonya masih belum pulih sepenuhnya.”

Alura menyesap tehnya perlahan. Di depannya, Arga membaca dokumen dengan mata tajam seperti biasa. Tapi ada lingkaran samar di bawah matanya.

“Keysha… dia melihat sesuatu, bukan?”

Arga tidak menjawab langsung. Ia menurunkan dokumen, menatap Alura. “Apa yang kau rasakan malam itu?”

“Aku melihat makhluk kabut. Tapi bukan itu yang membuatku takut.”

“Apa yang membuatmu takut?”

“Wajahku… di bayangan jendela. Tapi matanya bukan milikku. Seolah… ada versi lain dari diriku yang mengintai.”

Arga terdiam. Hanya suara detik jam yang terdengar, mengisi ruang antara mereka.

“Bayangan itu… bukan bagian dari iblis dunia bawah,” katanya pelan. “Itu adalah energi yang tertinggal dari segel lama. Sisa kutukan yang melekat pada darah Lilith. Pada darahmu.”

Alura memejamkan mata. Dingin menjalari tulang belakangnya.

“Jadi aku sedang dihantui oleh diriku sendiri?”

“Bisa jadi.”

Ia menatap pria itu, mencoba menembus segala rahasia yang tersimpan di balik sorot matanya yang selalu tenang.

“Lalu… kau masih akan berada di sisiku?”

Arga menatap balik. “Selama kau tidak menyerah pada bayangan itu, aku tidak akan pergi.”

***

Malam kembali turun dengan lambat. Alura berdiri di depan cermin besar di kamarnya. Ia mengamati refleksinya: mata lelah, wajah tenang, tubuh yang membawa beban dua dunia.

Ia menyalakan lilin kecil, lalu menggambar simbol kecil dengan jarinya di udara, simbol yang muncul dalam mimpinya beberapa malam terakhir.

Cahaya lilin bergetar, dan untuk sesaat, ia melihatnya lagi.

Bayangan.

Bukan makhluk asing. Tapi dirinya.

Versi lain, lebih dingin, lebih kejam, berdiri dalam cermin dengan tatapan tak berkedip.

Alura menggenggam liontin kecil di lehernya pemberian ibunya yang tidak pernah ia pahami sebelumnya. Kini, benda itu terasa hangat.

“Aku tidak akan kalah,” bisiknya.

Bayangan itu tersenyum atau meniru senyumnya, lalu menghilang.

Dan untuk pertama kalinya… Alura merasa dirinya mulai terbagi dua.

Tapi satu hal yang pasti, ia tidak akan membiarkan bayangan itu menjadi dirinya yang utuh.

Alura kembali duduk di tepi ranjang, memandangi cermin yang kini hanya menampilkan bayangannya sendiri seperti biasa. Tapi ia tahu, sesuatu telah berubah.

Ia meraih buku catatannya dan membuka halaman paling belakang. Di bawah tulisan yang ia buat semalam, ia menambahkan :

Bayangan itu bukan sekadar ancaman luar. Ia adalah sisi lain dari diriku yang menunggu celah untuk mengambil alih. Jika aku lengah… dia akan menang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 190. Nama yang Tidak Pernah Mati

    Api biru yang sebelumnya padam menyala kembali satu per satu, namun cahaya yang biasanya membawa kesan agung kini terasa asing, seperti mata ratusan makhluk yang mengintip dari balik kegelapan. Aula Obsidian berdiri dalam keheningan yang berat. Tidak ada yang berani bicara, seolah gema nama yang baru saja diucapkan kabut tadi masih menggantung di udara. Silvanna. Nama itu bergaung di kepala semua yang hadir. Sebagian besar utusan memang tidak memahami arti sebenarnya, namun getaran gaib yang menyertainya cukup untuk membuat mereka tahu: itu bukan sekadar nama. Itu adalah panggilan yang membawa beban sejarah, beban yang bahkan para imam paling tua tidak berani sebut. Alura berdiri di singgasananya, wajahnya tanpa ekspresi, tapi matanya berkilat merah emas. Dalam dadanya, jantungnya berdegup keras. Ia tidak pernah membiarkan siapapun menyebut nama itu di hadapannya. Bahkan ia sendiri menguburnya jauh di bawah lapisan ingatan. Rafael melangkah maju, suaranya dingin tapi tegas. “Apa a

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 189. Nama yang Tidak Pernah di Panggil

    Kegelapan merayap ke seluruh aula Obsidian. Api biru yang tadi menyala di sepanjang dinding telah padam satu per satu, seperti dipadamkan oleh tangan tak kasatmata. Udara menjadi berat, dingin, dan sarat dengan desisan halus yang terdengar seperti bisikan ribuan mulut. Para utusan merapatkan formasi, sebagian gemetar, sebagian lain mulai melantunkan doa. Tapi kata-kata mereka tenggelam oleh kegelapan yang semakin menekan dada. Rafael berdiri di depan Alura, pedang hitamnya berkilau samar meski nyaris tak ada cahaya. Matanya tajam, menembus gelap, mencoba menangkap gerakan sekecil apa pun. Arga, di sisi lain, sudah menyalakan api gelap di tangannya, wajahnya menegang penuh kewaspadaan. “Ini bukan ujianmu, bukan juga permainanku,” desis Arga lirih. “Ada sesuatu yang masuk bersama sumpah itu.” Alura tetap berdiri tegak di singgasananya. Gaunnya bergelombang ringan, rambut hitamnya jatuh menutupi sebagian wajah. Namun matanya terbuka lebar, berkilat merah emas, menatap lurus ke dalam

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 188. Bisikan dari Darah

    Aula Obsidian masih diselimuti keheningan yang berat. Aroma darah dan asap hitam dari ritual sumpah belum juga hilang, menempel di dinding dan mengendap di napas siapa pun yang ada di dalamnya. Para utusan berdiri kaku, sebagian berusaha mengatur napas, sebagian lain masih pucat dan gemetar, seolah baru saja melihat neraka. Alura duduk di singgasananya, tubuhnya tegak namun pandangannya tajam menusuk ke setiap wajah. Matanya berkilat merah emas, memantulkan cahaya api biru yang masih berkobar di sepanjang dinding. Namun, di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang hanya dia yang merasakan. Sebuah suara. Bukan suara manusia. Bukan suara iblis yang dikenalnya. Suara itu datang dari dalam darahnya sendiri. "Ikatan sudah terjalin… darah telah menetes… pintu telah terbuka." Alura menutup matanya sebentar, lalu membukanya lagi dengan ekspresi dingin. Tidak ada satu pun yang boleh tahu bahwa sumpah yang ia ciptakan tidak hanya mengikat para utusan, tapi juga memanggil sesuatu yang lebih

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 187. Harga Sebuah Pengkhianatan

    Api hitam yang melahap tubuh utusan pertama masih bergema dalam ingatan semua orang yang hadir di Balairung Obsidian. Bau daging terbakar bercampur dengan desisan jiwa yang terpecah membuat udara terasa semakin berat. Tak ada yang berani bergerak terlalu cepat; bahkan napas pun ditahan seolah takut api itu berpaling pada mereka. Alura berdiri tegak di tengah lingkaran darah yang kini berdenyut samar, bagai jantung yang baru saja terbangun. Gaunnya yang hitam berkilauan diterpa cahaya api biru, membuatnya tampak seperti sosok yang lahir dari kegelapan itu sendiri. Tatapannya menyapu satu per satu wajah para utusan, hingga tak seorang pun berani menurunkan pandangan. “Lihatlah,” suaranya dingin, nyaring, namun tenang, “itulah harga sebuah pengkhianatan. Sumpah ini bukan sekadar kata-kata, bukan pula hanya simbol. Ia adalah kehidupan yang kalian berikan kepada takhta ini. Dan kehidupan, jika dikhianati, akan menuntut balasan.” Tak ada yang berani menjawab. Beberapa wajah pucat, bebera

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 186. Harga dari Sumpah Darah

    Aula Obsidian masih bergetar meski raungan dari langit sudah mereda. Api biru di sepanjang dinding menari liar, kadang redup, kadang meledak, seolah terhubung langsung dengan sesuatu yang jauh lebih tua daripada benteng itu sendiri. Udara berat, dipenuhi aroma besi dan belerang yang menusuk hidung. Para utusan berdiri dalam lingkaran, tubuh mereka tegang, mata terbelalak ke arah tanda hitam di lantai yang baru saja meminum darah mereka. Lingkaran itu kini berdenyut perlahan, seperti jantung yang hidup, memancarkan cahaya merah samar dari retakan-retakan kecil yang menyebar. Alura berdiri tegak di singgasananya. Ia tampak anggun, tapi tatapannya tajam, bagai pisau yang siap menusuk siapa pun yang berani goyah. Rafael berdiri tidak jauh dari sisi kanan singgasana, pedang hitamnya sudah tersarung kembali, meski tangannya masih berada di gagang. Arga bersandar pada pilar batu, wajahnya sinis namun matanya memperhatikan dengan penuh kewaspadaan. “Dengan darah kalian,” suara Alura mengge

  • Ratu Iblis Dan Suami Berdarah Dingin   Bab 185. Bayangan dalam Sumpah

    Aula Obsidian masih dipenuhi sisa gema sumpah darah. Api biru di dinding yang tadinya tenang kini bergetar, seolah ikut menahan napas. Para utusan berdiri dalam diam, beberapa masih menatap tanda hitam di telapak tangan mereka dengan wajah pucat. Tak seorang pun yang berani bicara duluan. Bahkan Liora yang biasanya lantang, kini hanya menggenggam tongkatnya erat, tatapannya beralih dari simbol di kulitnya ke wajah Alura. “Ini…” salah seorang imam berbisik, suaranya nyaris patah, “…ini bukan sekadar perjanjian saja. Ada sesuatu yang ikut masuk.” Alura berdiri dari singgasananya. Gaun hitamnya berdesir ringan, namun setiap langkahnya terdengar jelas, menekan dada mereka. “Kalian baru saja mengikat diri dengan darah kalian sendiri. Itu adalah harga paling jujur yang bisa dibayar.” “Bukan hanya darah kita!” Liora akhirnya bersuara. Matanya menyala oleh kilatan panik dan marah. “Aku merasakan mata yang lain… mengawasi. Sesuatu yang bukan dari ruangan ini.” Rafael menoleh cepat. T

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status