Home / Urban / Rayuan Maut Para Tetanggaku / Bab 138. Membantu Nadira

Share

Bab 138. Membantu Nadira

last update Last Updated: 2025-12-12 21:27:04

Aku sampai di apartemenku. Saat hendak menuju lift, tiba-tiba aku teringat sesuatu yang aku lupakan. Aku meninggalkan Nadira di dekat kontrakan kenalan Bang Didi, tetapi kuncinya belum aku serahkan padanya. Nadira memang sudah aman, aku menitipkannya pada seorang ibu-ibu yang tinggal di kontrakan sebelahnya, Ibu Titin, yang terlihat sangat ramah. Namun, dia harus segera menempati kontrakannya.

Waktu sudah hampir menunjukkan pukul 13.00, tetapi aku tidak bisa menunda. Aku harus mendapatkan kunci itu sekarang.

Aku kembali menaiki motorku, memacunya menuju tempat gym. Setibanya di sana, aku langsung menemui Bang Didi yang sedang duduk santai sambil menyeruput kopi di meja teras depan.

“Lah, kok jam segini udah datang, Bim? Bukannya nanti jam tiga?” tanya Bang Didi.

“Ini mau minta kunci kontrakan, Bang. Temanku sudah ada di sana nungguin,” kataku tanpa basa-basi.

Bang Didi meletakkan cangkir kopinya. “Tapi ini lagi jaga, bentar ya mau izin dulu sama Bos.”

Dia segera masuk ke dalam, menemu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 157. Ke kontrakan Nadira

    Aku berdiri di dekat rak dumbbell, menarik napas dalam-dalam, merasakan udara pagi yang masih bersih dari debu kota. Hatiku terasa jauh lebih ringan. Beban yang selama ini menghimpit dadaku, ancaman video panas dari Vina telah lenyap bersamaan dengan flashdisk yang kini kusimpan rapat di dasar tas gym-ku.Namun, ketenanganku terusik saat sudut mataku menangkap sosok yang sangat kukenal. Vina.Ia masuk ke area gym dengan langkah yang tidak seangkuh biasanya. Kacamata hitam besar masih bertengger di hidungnya, menutupi matanya yang mungkin sembab atau lelah setelah "pertempuran" hebat kami semalam. Ia berdiri di dekat area treadmill, matanya mengedar mencari sosokku. Saat pandangan kami bertemu, aku hanya memberikan senyum tipis, sebuah senyum kemenangan yang tersamar sebagai keramahan profesional.Vina tampak ragu. Ia berjalan mendekat, tapi langkahnya tertahan saat melihat Sabrina sudah berjalan menuju ke arahku. Wajah Vina berubah masam, ia mendengus kecil, lalu tanpa sepatah kata pu

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 156. Gairah penuh amarah

    Dia beberapa kali tersedak dan muntah tapi tetap aku tahan. Tangannya mencoba mendorong tubuhku, hingga saat benda pusakaku hampir semuanya masuk, aku keluarkan.Nafasnya tersengal-sengal, ia menarik nafasnya dalam-dalam. Air matanya berlinang, hingga dia terbatuk-batuk."Ayo lagi sayang! Masukin lagi yang dalam, enak banget mulutmu." kataku, menyodorkan benda pusakaku."Bentar Mas aku nafas dulu, kamu terlalu keras menekannya." suaranya bergetar dan ngos-ngosan."Saking enaknya sayang, ayo lagi!" aku terus merayu, menepuk-nepuk benda pusakaku pada wajahnya.Hingga akhirnya dia kembali membuka mulutnya. Begitu benda pusakaku masuk, langsung aku dorong hingga membuatnya tersentak dan melepaskan benda pusakaku."Udah Mas, ampun!" katanya mulai menyerah."Kok nyerah gitu saja, ayo dong lagi! Katanya mau di bikin lemes, emut lagi sayang. Kalau kamu memang suka sama aku, kamu harus mau melayaniku. Masa mau kalah sama yang lain," rayuku, sambil mengocok benda pusakaku.Hingga dia kembali me

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 155. Nafsu liar

    Keesokan harinya, aku memulai Live Streaming di Tok-Tok saat jam istirahat gym. Aku sengaja hanya memakai singlet putih yang sangat ketat dan basah oleh keringat setelah sesi latihan bahu. Kamera kuarahkan dari sudut bawah agar otot-ototku terlihat lebih menonjol."Terima kasih untuk Lion-nya, Kak Siska! Terima kasih untuk Rose-nya!" kataku sambil tersenyum menggoda ke arah kamera. Jumlah penonton melonjak drastis tembus 10.000.Tiba-tiba, pintu gym terbuka lebar. Segerombolan wanita muda dengan pakaian sporty yang sangat modis masuk dengan berisik. Ternyata mereka adalah "Bima Angels", sebutan untuk penggila kontenku di Tok-Tok."Kak Bima! Akhirnya ketemu!" teriak salah satu dari mereka, seorang selebgram lokal bernama Keisha.Ia langsung menghampiriku tanpa ragu, memeluk lenganku yang masih basah keringat dan menempelkan tubuhnya untuk berfoto. "Aduh, aslinya lebih keras ya ototnya," katanya sambil terkikik nakal, tangannya sengaja meraba dadaku di depan kamera live yang masih menya

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 154. Cumbuan siasat

    Aku mencoba tetap sopan dan profesional, meskipun rasanya risih juga. "Maaf ya Kak, satu-satu saja fotonya. Jangan ganggu member lain yang lagi latihan ya."Bang Hadi hanya tertawa dari kejauhan. Tapi di tengah keramaian itu, aku melihat ada seorang pria berdiri di sudut gym. Dia memakai topi, kacamata hitam, dan masker. Dia hanya berdiri diam sambil menatapku tajam. Perasaanku tidak enak. Apa itu orang yang memberikan iPhone dan memasang penyadap di rumahku?Saat aku akan menghampirinya, pria itu langsung buru-buru keluar. Aku ingin mengejarnya tapi ditahan sama fans cewek yang ingin foto.Malamnya saat mau pulang ke apartemen, aku makin merasa hidupku ini penuh bahaya dan godaan. Saat keluar dari lift, pintu unit Mbak Susi terbuka sedikit. Mbak Susi berdiri di sana hanya memakai handuk saja, seperti habis mandi."Mas Bima... baru pulang ya? Duh, keran air di dapur Mbak bocor lagi nih, airnya ke mana-mana. Mas Bima kan kuat, tolongin Mbak sebentar dong di dalam," goda Mbak Susi sambi

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 153. Strategi rayuan

    Suara gedoran pintu dari Vina di luar unitku terdengar sangat keras, memecah kesunyian lorong apartemen yang biasanya hanya diisi suara bising AC. Di tanganku, alat penyadap kecil itu masih berkedip-kedip, seolah-olah mata merah itu sedang menertawakanku. Aku harus tenang. Aku tidak boleh panik. Aku sudah memutuskan untuk menghadapi ini dengan kepala dingin."Mas Bima! Buka pintunya! Aku tahu kamu di dalam! Jangan pura-pura budek ya!" teriak Vina lagi. Suaranya melengking tinggi, kedengarannya dia sedang emosi berat.Aku menarik napas panjang, mencoba menenangkan jantungku yang berdegup kencang. Rencanaku harus dimulai sekarang. Seperti yang kupikirkan semalam, menghadapi orang gila seperti Vina tidak bisa menggunakan otot. Harus menggunakan rayuan. Aku memasukkan alat penyadap itu ke saku celana dan menyimpan iPhone terbaru pemberian si penguntit misterius ke dalam laci meja, lalu menguncinya.Aku melangkah perlahan dan membuka pintu. Begitu pintu terbuka sedikit, Vina langsung mendo

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 152. Masalah kembali datang

    Setelah membersihkan diri dan beristirahat sejenak, aku melangkah keluar dari unit apartemen dengan kewaspadaan tingkat tinggi. Jaket hoodie menutupi kepalaku, dan langkahku kupercepat menuju area parkir. Beruntung, hingga aku memacu motor keluar dari gerbang apartemen, sosok Vina tidak terlihat. Namun, perasaan diawasi itu tetap ada, menempel di tengkukku seperti hawa dingin yang tak kunjung hilang.Sesampainya di tempat gym, aroma keringat dan dentuman musik upbeat menyambutku. Bau ini biasanya memberiku energi, tapi hari ini terasa sedikit menyesakkan karena beban pikiran yang menumpuk."Woi, anak Bandung sudah balik!" teriak Bang Hadi dari meja kasir. Wajahnya berseri-seri, ia tampak baru saja menghabiskan sisa kopinya. "Gimana kabar Ibu? Oleh-oleh buat gue mana?"Aku terkekeh, menyalami pria yang sudah kuanggap kakak sendiri itu. "Aman, Bang. Salam dari Ibu sudah disampaikan. Tenang, peuyeum sama rengginang ada di tas, nanti kita makan bareng pas istirahat.""Mantap! Ya sudah, ga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status