Home / Urban / Rayuan Maut Para Tetanggaku / Bab 41. Efek susu Mbak Dini

Share

Bab 41. Efek susu Mbak Dini

last update Last Updated: 2025-09-22 21:52:06

Saat aku hendak makan, ponselku berbunyi ada notifikasi dari situs OF. Aku terkejut dengan tulisannya "Ayo kita keluar bareng! Mau di bantuin apa mau sendiri?" dengan gambar seorang wanita seksi tanpa memakai bra sedang meremas buah dadanya bukan Nadira tapi orang lain.

Untungnya aku sudah berada di rumah, situsnya aku sembunyikan. Tiba-tiba pikiranku kembali teringat peristiwa panas semalam bersamanya. Tubuhnya yang bergoyang di atasku, desahannya pelan saat aku meremas buah dadanya, keringat kami bercampur hingga basah kuyup.

Aku duduk di kursi mulai makan, sendok pertama menyentuh ikan bakar rasanya sangat lezat dagingnya empuk, bumbu kecap manis pedas meresap sempurna. Sayur bayamnya juga segar, kuahnya gurih dari kaldu ayam, tempe gorengnya kriuk di luar tapi lembut di dalam. Nasi merahnya juga masih hangat, ini menu makan malam yang sempurna.

Setelah selesai makan, aku beristirahat sebentar di sofa kaki selonjoran, mata setengah terpejam, aku menghembuskan napas panjang.

Sudah w
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 42. Desahan nikmat di salon

    “Bim, kamu gak apa-apa?” tanya Mbak Dini, suaranya terdengar seperti dari kejauhan, tapi matanya berkilat penuh arti.“A-aku… kayaknya pusing sedikit, Mbak,” kataku, suaraku serak.Aku mencoba berdiri, tapi kakiku lemas, dan aku jatuh kembali ke sofa. Kenapa aku jadi seperti ini? Apakah karna kopi tadi?Tidak biasanya minum kopi jadi seperti ini. Aku menatap Mbak Dini, yang kini tersenyum kecil, tangannya masih di pahaku, bergerak lebih berani.“Tenang aja, Bim. Mungkin lagi capek. Santai dulu, ya,” katanya, suaranya seperti bisikan yang menggoda.Aku menelan ludah, tubuhku panas, dan pikiranku semakin kacau. Sebenarnya apa yang terjadi padaku?Dan kini, tiba-tiba aku merasa kehilangan kendali. Hasrat yang tidak wajar membuncah, membuatku sulit berpikir jernih.Melihat aku semakin gelisah, Mbak Dini justru semakin berani, tangannya mengusap pahaku dengan lembut. “Apa yang kamu rasain, Bim?”Entah kenapa, suaranya terdengar seperti ada desahan. Tangannya semakin berani, naik untuk mere

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 41. Efek susu Mbak Dini

    Saat aku hendak makan, ponselku berbunyi ada notifikasi dari situs OF. Aku terkejut dengan tulisannya "Ayo kita keluar bareng! Mau di bantuin apa mau sendiri?" dengan gambar seorang wanita seksi tanpa memakai bra sedang meremas buah dadanya bukan Nadira tapi orang lain.Untungnya aku sudah berada di rumah, situsnya aku sembunyikan. Tiba-tiba pikiranku kembali teringat peristiwa panas semalam bersamanya. Tubuhnya yang bergoyang di atasku, desahannya pelan saat aku meremas buah dadanya, keringat kami bercampur hingga basah kuyup.Aku duduk di kursi mulai makan, sendok pertama menyentuh ikan bakar rasanya sangat lezat dagingnya empuk, bumbu kecap manis pedas meresap sempurna. Sayur bayamnya juga segar, kuahnya gurih dari kaldu ayam, tempe gorengnya kriuk di luar tapi lembut di dalam. Nasi merahnya juga masih hangat, ini menu makan malam yang sempurna.Setelah selesai makan, aku beristirahat sebentar di sofa kaki selonjoran, mata setengah terpejam, aku menghembuskan napas panjang.Sudah w

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab. 40. Janda genit

    Dia mengangguk pelan, matanya tetap fokus ke jalan tapi ada kilau di sana. “Mereka yang membuat hari-hariku indah dan tidak merasa sendiri. Melihat senyuman mereka membuatku semakin bersemangat. Di kantor kadang capek, tapi pas ke sini… semuanya hilang.”Aku ingin bertanya lagi, apa maksud dari perkataannya itu? Kenapa dia mengatakan 'sendiri' bukannya orangtuanya masih lengkap? Bukan hanya itu, Mbak Renata dari keluarga berada punya segalanya, tapi aku urungkan. Hingga kami sampai di kantor, renovasi masih berlangsung, tapi lantai atas sudah lumayan rapi.Aktivitas di kantor seperti biasanya, kami membahas tentang meeting tadi pagi pada mereka. Aku duduk di meja sementara di lantai atas ini, melanjutkan gambar detail balkon, sesekali diskusi email dengan Mbak Renata tentang masukan klien.Hingga tidak terasa sebentar lagi jam waktu pulang tiba, Mbak Vania mendekati mejaku, tas di bahu, senyumnya lebar seperti biasa.“Bim, besok kan hari libur, jadi jangan lupa ya setengah tujuh pagi

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 39. Di balik sikap dingin Mbak Renata

    Meeting diadakan di kantor klien, sebuah gedung modern di kawasan bisnis Sudirman. Ruangannya luas, meja konferensi kayu jati mengkilap, dinding kaca menghadap skyline kota. Klien ada empat orang: tiga pria dan satu perempuan.Dua pria sudah berumur sekitar 50-an, berjas formal dengan dasi polos, wajah mereka serius seperti eksekutif bank. Yang satu lagi seumuran denganku, memakai pakai kemeja biru lengan digulung, tersenyum ramah.Perempuan itu sepantaran Mbak Renata, rambut pendek rapi, mengenakan blazer hitam ketat yang memeluk tubuh proporsionalnya.Mbak Renata memulainya dengan salam profesional, “Terima kasih sudah menyempatkan waktu. Kami dari tim arsitektur hadir untuk presentasikan desain perumahan minimalis dengan sentuhan Eropa.”Aku berdiri, memproyeksikan denah di layar besar. “Ini layout utama, Pak, Bu. Setiap unit mempunyai balkon kecil untuk ventilasi alami, taman depan fungsional dengan elemen hijau ramah lingkungan seperti saran Bu Sandra. Biaya estimasi per unit sek

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 38. Meeting

    Aku keluar dari unitku, di koridor pagi ini cukup sepi. Saat akan masuk lift, tiba-tiba Mbak Dini muncul dari belakang, tas besar di bahu, sepertinya dia akan pergi ke salon.Pagi ini dia mengenakan blazer ketat berwarna hitam dan rok pendek seperti biasanya. Rambut pendeknya rapi dengan riasan tebal yang membuatnya terlihat segar.“Pagi, Mas Bima,” sapanya ceria, masuk lift bersamaku.“Pagi, Mbak,” balasku, tersenyum sopan.Lift bergerak turun pelan. Mbak Dini melirikku, matanya menatapku. “Mas, sekali lagi maaf ya semalam. Barang-barangnya sudah ada yang beresin." Lalu dia memperhatikanku lebih dekat, "Oh ya, kelihatannya hari ini kamu sangat senang, ada apa nih?"Aku tersenyum, mengingat pagi tadi. “Gak ada apa-apa, Mbak. Mungkin karena hari ini di kantor ada proyek besar, jadi seneng bisa dapat bonus.”Mbak Dini mengangguk, tapi tatapannya masih penuh arti. “Lumayan ya, buat ibumu di kampung. Eh, Nadira masih belum pulang ya? Aku kemarin sempat nanya ke Pak Jamal, katanya dia pula

  • Rayuan Maut Para Tetanggaku   Bab 37. Seperti punya istri

    Pagi harinya, aku terbangun karena mencium aroma harum. Aku bangkit dari tempat tidur, aku masih memakai celana dalam saja mengingat peristiwa semalam yang cukup panas bersama Nadira.Aku buru-buru memakai celana pendek dan kaus oblongku, lalu berjalan keluar kamar. Suara gemericik dari dapur membuatku penasaran.Nadira berdiri di sana, punggungnya membelakangiku, sibuk mengaduk sesuatu di wajan. Pagi ini, dia memakai daster longgar berwarna biru muda yang jatuh sampai lutut, tapi kainnya tipis dan sedikit transparan di bawah cahaya pagi, memperlihatkan siluet tubuhnya yang sempurna.Rambut panjangnya tergerai basah, seolah dia sudah mandi lebih dulu, dan aroma sabun strawberry-nya bercampur dengan bau nasi goreng yang menggoda.Dia menoleh saat mendengar langkahku, tersenyum manis dengan wajah polos tanpa riasan pipinya sedikit merona, matanya lentik dan cerah.“Selamat pagi, Mas,” katanya lembut, suaranya seperti angin pagi yang menyegarkan. Dia memegang spatula di tangan kanan, yan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status