Share

04. Disekap?

Usai membersihkan diri, Elrissa keluar dari kamar mandi. Kini, tubuhnya telah terbalut dress kasual selutut berwarna biru dengan motif bunga-bunga. Dia melihat Alano duduk di pinggiran ranjang sambil memainkan ponsel.

Menyadari keberadaan Elrissa, Alano mengantongi ponselnya di celananya lagi, kemudian bertanya, "Sayang— udah selesai? Kamu nggak apa?"

"Nggak apa." Elrissa mendekat ke ranjang. Dia penasaran akan sesuatu. "Ngomong-ngomong mana HP-ku?"

"Kayaknya jatuh ke laut, aku nggak nemuin HP kamu waktu nyelamatin kamu, di tepi pantai juga nggak ada."

"Aku main air sambil bawa HP?"

"Mana kutahu."

"Aku juga agak penasaran—" Elrissa menatap pria yang mengaku suaminya itu dengan serius. "—kamu bilang aku main air, renang mungkin 'kan? Tapi kenapa aku pakai baju blus sama rok sebelumnya? Kan nggak masuk akal. HP-ku juga nggak ada."

"Kamu mau bilang kalau aku bohong sama kamu? Kamu mau bilang kalau penjelasanku nggak masuk akal?"

"Aku loh nggak bilang kamu bohong."

"Tapi cara ngomong kamu sama cara kamu natap aku itu kelihatan banget kamu ragu sama aku."

"Kamu kok ngomongnya gitu? Apa jangan-jangan emang benar kamu nyembunyiin sesuatu dariku?"

Ekspresi Alano berubah menjadi serius pula. Otot-otot wajahnya tegang. Usai jeda beberapa detik, dia berdiri lalu mendekati wanita tersebut.

Dia menegaskan, "Rissa, aku ini suami kamu, aku bicara apa adanya."

"Aku bingung aja. Aku mungkin tenggelam, tapi masa gara-gara main air? Tolong jujur, sebenarnya ada apa denganku? Apa yang terjadi sebelum aku tenggelam?"

Alano menghela napas panjang. Dia kelihatan seperti sedang menahan diri. Senyuman palsu mengembang di bibir, tak ingin ada ketegangan di antara mereka.

Dia menjelaskan, "jujur, Sayang ... aku sebenarnya nggak terlalu tahu kamu renang apa enggak atau gimana. Kamu ke pantai duluan, ninggalin aku di villa. Waktu aku ke sana, kamu udah tenggelam. Aku berenang buat nyelamatin kamu."

Selesai jeda sesaat, dia menambahkan, "jadi, aku ngiranya kamu mungkin nekad main air atau renang."

Penjelasan itu cukup masuk akal di telinga Elrissa, tapi entah mengapa dia masih tidak enak. Firasatnya mengatakan ada sesuatu yang disembunyikan oleh pria ini.

Tapi, apa?

Alano mendekat, lalu memeluknya dengan erat. Suaranya begitu lembut dan dalam ketika berkata lagi, "maaf barusan mungkin aku nakutin kamu. Aku cuma bingung aja sama sikap kamu yang jadi over waspada kayak gini padahal aku suami kamu."

Elrissa membeku di tempat. Pelukan Alano sangat hangat dan terasa tak ada niat jahat. Dia sedikit terjepit, tapi tak merasa kesakitan, justru merasa aman dalam dekapan dada keras pria tiu.

Dia menjawab, "nggak apa-apa. Maaf juga soalnya aku nuduh kamu bohong padahal kamu udah nyelamatin aku."

"Kamu istriku. Aku cinta sama kamu. Aku nggak mau kehilangan kamu. Aku nggak bisa bayangin hidupku kalau aja gagal nyelamatin kamu. Aku nggak bisa dan nggak mau hidup tanpa kamu, Rissa."

Elrissa terbuai oleh perkataan manis tersebut. Dia merasa kalau dekapan pria itu makin erat seakan ingin meluapkan perasaan rindu mendalam.

Tanpa terasa bibirnya melebarkan senyuman manis. Dia berkata lirih, "makasih udah nyelamatin aku."

"Iya." Alano melepaskan pelukannya, lalu beralih mencubit dagu Elrissa. Dia mendongakkan wajah wanita itu agar bisa menatapnya lebih dekat. Tak heran dia harus begitu karena dia jauh lebih tinggi.

Elrissa masih menahan malu dengan sikap orang yang mengaku suami itu. "Apa? Kenapa kamu ngeliatin aku sampai kayak gitu?"

"Nggak apa, aku cuma kangen aja, pengen ngeliatin wajah cantik kamu dari dekat."

"Ja-jangan godain aku."

"Shh," desis Alano seakan tak mau mendengar penolakan. Bibirnya menyeringai lebar. "Ini salah kamu."

"Kenapa jadi aku yang salah?"

"Soalnya kamu cantik banget. Rugi 'kan kalau punya istri cantik tapi nggak digodain?"

Elrissa merinding sekujur tubuh. Perasaan makin tidak karuhan akibat seringaian Alano makin lebar. Pesona pria misterius ini sungguh tak bisa ditolak.

Benar, Alano seolah terlahir di dunia hanya untuk membahagiakan para wanita. Dari mulai fisik yang tangguh, atletis nan berotot— wajah tampan menawan luar biasa, suara pun terdengar menggairahkan.

Karena Elrissa makin tegang, Alano pun terpaksa melepaskan sentuhannya di dagu wanita itu. Dia menahan tawa saat menggodanya, "sayangku kayaknya speechless. Masa baru aku sentuh pakai jari aja udah begini— apa jadinya kalau aku sentuh pakai anggota tubuh yang lain?"

"Apaan, sih ..." Elrissa merasa wajahnya menguap. Daun telinga pun memerah akibat membayangkan maksud pria itu. "Jangan ngomong yang enggak-enggak, aku beneran belum kenal sama kamu, loh."

"Iya, iya, Sayang. Maaf, aku nggak betah kalau nggak godain kamu. Yaudah, itu aku buatin teh buat kamu, minum aja, terus tidur," kata Alano sembari menuding cangkir teh di atas meja.

Setelahnya, dia melihat jam tangan sambil berkata kembali, "aku mau bersihin sampah sama ngurusin barang-barang kita yang masih berantakan di luar."

"Iya."

Alano pergi keluar dari kamar.

Selama semenit lamanya, Elrissa hanya diam di tempat. Baru setelah itu, pandangannya menoleh ke jendela berteralis besi.

Entah mengapa, pikirannya menjadi sedikit liar— kalau misalkan dia disekap, maka tempat seperti ini yang paling sempurna.

Villa misterius di tengah hutan. Tidak ada siapapun di antara mereka, dan tidak ada komunikasi.

"Apa yang aku pikirin ... nggak mungkin Alano orang jahat, lagian dia udah nyelamatin aku," ucap Elrissa menepis pemikiran buruk itu.

Dia lantas mengamati cincin kawin di jari manisnya sambil terus bertanya-tanya—

Tidak mungkin 'kan?

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status