Share

03. Bulan Madu?

Sebagaimana Villa "hideout", villa yang dituju oleh Alano dan Elrissa berkonsep alami. Bangunannya terletak di antara pepohonan rimbun.

Hunian tersebut cukup luas, besar, tinggi, kokoh. Dari mulai atap, tembok, jendela, pintu hingga anak tangga-- didominasi oleh kayu.

Ada balkon di atas yang pagar pembatasnya dipenuhi oleh mawar putih rambat. Semua itu menambah kesan natural sekaligus estetik.

Suara-suara nyanyian burung, kepakan sayap-sayap mereka terdengar di angkasa.

Hati Elrissa damai memandangi para binatang itu berterbangan di langit siang ini. Sebuah senyuman terlihat mengembang di bibir.

"Kita sampai, Sayang," kata Alano ikut tersenyum melihat Elrissa.

Elrissa tersadar. "Eh, mmm ... turunin aku, aku nggak apa, kok. Nanti kamu kecapekan gendong aku terus."

"Nggak mungkin, dong. Kamu itu enteng banget. Aku sanggup gendong kamu seharian."

Pipi Elrissa memerah. Dia masih tidak mengenali pria ini, tapi pesonanya sulit sekali ditolak dan ucapan manisnya juga sulit dibantah.

Alano berjalan lagi menaiki teras villa. Dia menambahkan, "lagian sebenarnya ini juga termasuk bulan madu kita, wajar 'kan kalau aku gendong kamu kayak gini?"

"Bu-Bu-Bulan madu?"

"Iya, bulan madu— honeymoon," ucap Alano dengan setengah berbisik, ingin menggoda Elrissa. "Menurutmu kenapa kita pergi Villa tersembunyi kayak gini? Untuk menikmati waktu berdua aja."

"Ta-Tapi--" Elrissa merasa seperti orang bodoh karena tak tahu harus berkata apa. Kini tak hanya pipi yang memerah, tapi seluruh kulit wajah sampai telinga.

Alano tergelak lirih. "Nggak usah panik gitu. Aku cuma jelasin keadaan kita. Aku paham kamu mungkin bingung— kamu istirahat aja malam ini, besok kita kembali ke kota, terus periksa kondisi kamu. Gimana?"

"Iya ..." Elrissa menjadi tenang. Dia tidak merasa kalau ucapan Alano mencurigakan. Entah mengapa, ia merasa bersalah. "Maaf."

"Kenapa minta maaf?"

"Mungkin ... eh, aku tadi agak berlebihan curiga sama kamu, padahal kamu yang selamatin aku."

"Nggak apa, Sayang, kamu emang kayak gini kalau ketemu orang asing."

Tak ada jawaban terlontar dari mulut Elrissa. Dia merasa kalau pria asing ini sangat memahami tentang dirinya. Jadi, apa benar mereka sudah menikah?

Dia masih tak percaya kalau sudah menikah dan sekarang sedang sedang menikmati waktu romantis dengan sang suami.

Alano menendang pelan pintu Villa yang dibiarkan terbuka sedikit. Setelah itu, dia berjalan menuju ke dalam, melewati beberapa sekat ruangan— dan masuk ke dalam kamar.

Elrissa kagum dengan bagian dalam Villa ini. Seluruh perabotannya rata-rata terbuat dari kayu dan memiliki ukiran cantik nan estetik. Hanya saja, dia merasa agak aneh karena seluruh jendela dipasangi teralis besi. Apa untuk keamanan saja? Keamanan dari apa— katanya tak ada binatang buas?

"Oke, Cantik, kamu mending ganti baju dulu, aku siapin minuman hangat buat kamu," kata Alano usai menurunkan tubuh Elrissa di ekat ranjang. Dia menuding koper-koper di pinggir meja rias. "Itu yang coklat koper kamu. Baju-baju kamu ada di dalam."

"Iya."

"Yaudah aku ke dapur dulu buatin kamu teh hanget." Alano tersenyum pada wanita itu, lalu meninggalkan ruangan.

Untuk beberapa detik, Elrissa masih terdiam— memandangi suasana kamar tidur villa ini. Ranjang serba putih terhias oleh kelopak bunga-bunga mawar mewah. Tidak salah lagi, ini bulan madu.

Kening wanita itu mengerut sembari melihat cincin di jari manisnya. Entah mengapa, sekalipun ucapan Alano masuk akal, tapi firasatnya tidak enak. Ada yang janggal.

Udara yang masuk melalui jendela membuat tubuhnya gemetar kedinginan. Dia memperhatikan sekujur tubuh serta baju yang masih basah.

"Loh?" Dia tersadar kalau penampilannya tidak sepertinya orang yang barusan bermain air. Iya, setelan blus dan rok pendek warna coklat— seperti sedang menghadiri sebuah acara semi-formal. “Kok?”

Aneh.

"Tenang, pasti ada alasannya, mungkin aku tenggelam sebelum ganti baju renang atau semacamnya ..." Elrissa berkata ke diri sendiri. Kepala sudah cukup pening, jadi tak mau terlalu terbebani pertanyaan lagi untuk sekarang.

Usai sedikit tenang, ia mengambil baju ganti dari dalam koper, lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuh.

Tak berselang lama, Alano datang dengan membawa secangkir teh hangat. Dia menatap pintu kamar mendi, bisa mendengar ada suara gemericik air di dalamnya.

Perlahan, bibirnya mengembangkan senyuman tipis. Sorot matanya pun terlihat seperti puas akan sesuatu.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status