Share

3. Pay His Shins

Hola, Happy reading and enjoy!

Chapter 3

Pay His Sins

"Kau akan menyesal meninggalkan Milan, Sayang."

"Aku ingin berkarya di negeriku," ujar Shashi.

"Kau berbakat, kau bisa berkarya di mana saja." Ucapan Jordan telah beribu-ribu kali didengar oleh Shashi. Namun, tidak pernah menggoyahkan keinginannya untuk kembali ke tanah airnya.

"Kalau begitu, tidak masalah jika aku di Tiongkok."

Jordan mendengus. "Masalahnya di sana kau harus memulai dari nol lagi karena kebanyakan pengikut media sosialmu adalah gadis Eropa."

"Mereka masih bisa menjadi klienku." Shashi berbicara dengan nada yang sangat yakin. "Mereka bisa datang ke Tiongkok kapan saja."

"Tidak semua orang berpikir praktis seperti kau, Sayang. Datang ke Tiongkok memerlukan biaya dan memakan waktu," ujar Jordan yang selalu mengatakan telah menganggap Shashi sebagai adiknya, bukan ancaman meskipun mereka menekuni bisnis di bidang yang sama.

Shashi menyudahi lamunannya ketika roda pesawat yang ditumpanginya menyentuh aspal di International Baiyun Airport, Guangzhou.

Sebelum bertemu Tian, ia datang ke Guangzhou bersama ayah tirinya untuk menemui ayah kandungnya, tetapi ayah tirinya justru menjualnya kepada muncikari karena upaya menemui ayah kandung Shashi menemui jalan buntu. Sekarang dirinya kembali berada di Guangzhou, tentunya dengan cerita yang berbeda.

Dirinya yang sekarang adalah seorang desainer gaun pengantin yang telah memiliki nama di Milan, dan yang pastinya dirinya bukan lagi gadis lugu yang hanya bisa menangisi penderitaan yang dialaminya setelah kematian ibunya.

Sashi menghela napasnya yang terasa sesak oleh kenangan-kenangan buruk yang mengisi rongga kepalanya seraya bersumpah jika suatu saat ia akan membalas semua perbuatan ayah tirinya. Juga bertekad akan membuat ayah kandungnya yang tidak pernah mengakui keberadaannya.

Juga masalah dendam di kehidupan lampau yang belum tuntas.

Setelah melewati prosedur di bagian imigrasi, Shashi berjalan di samping asistennya yang mendorong troli berisi tumpukan koper.

An berdehem pelan. "Nona, kuharap kau tidak menyesal meninggalkan Milan." 

Meninggalkan kariernya di Milan memang berat, tetapi lebih berat lagi hidup dalam dendam dan tidak berupaya untuk membalasnya.

"Kita sudah membicarakan ini berkali-kali, An," sahut Sashi dengan nada tegas kemudian mengenakan kacamata hitamnya.

"Sebenarnya Tuan Li lebih senang jika Anda tetap berkarier di Milan," ucap An lambat-lambat.

Mendengar nama Christian Li membuat Sashi tersenyum masam. Pria itu tidak terang-terangan melarangnya datang ke Guangzhou, tetapi Tian juga menyediakan tempat tinggal yang dibutuhkan di Guangzhou.

Sedikit membingungkan, tetapi Shashi tidak ingin ambil pusing apa lagi menanyakannya karena mereka nyatanya tidak pernah terlibat dalam pembicaraan.

Mungkin terakhir mereka berbicara adalah saat Tian merenggut kesuciannya, atau sebelum itu. Shashi juga tidak ingat.

Shashi tidak mempermasalahkan perbuatan Tian, bahkan mungkin Shashi adalah satu-satunya wanita yang tidak menyesali kehilangan mahkotanya ataupun menangisinya.

Baginya apa yang diambil oleh Tian belum sebanding dengan apa yang Tian lakukan untuknya hingga rasanya sanggup memberikan apa pun yang dimilikinya kepada Tian sebagai bentuk terima kasihnya karena tanpa Tian, dirinya mungkin sekarang sedang berada di rumah bordil untuk melayani laki-laki hidung belang.

Namun, jika benar dirinya yang sekarang adalah Reinkarnasi Bao Xia Lin, apakah yang dilakukan Tian untuk dirinya sekarang sebanding? Apakah nyawa ayah, adik laki-lakinya, dan kakak perempuannya juga sebanding?

Apakah memenggal kepala pria itu juga belum sebanding dengan tiga nyawa sehingga ia harus terlahir kembali dan bertemu Li BoYan?

"Jika Anda mau, kita bisa kembali ke Milan," ucap An.

"Katakan pada tuanmu, aku akan tetap di sini."

Ada banyak yang harus dilakukan di Guangzhou, salah satunya adalah mengembalikan nama baik mendiang ibunya dan selanjutnya adalah untuk menyelesaikan dendam di kehidupan lampau jika memang reinkarnasi itu benar adanya.

"Oh, iya. Nona, Tuan Muda juga bertanya jenis mobil apa yang Anda inginkan untuk dijadikan sebagai transportasi Anda di sini," kata An.

"Aku tidak masalah dengan mobil jenis apa pun," jawab Shashi.

Sebenarnya dengan posisinya sekarang, tanpa Tian pun Sashi memiliki kemampuan untuk menopang hidupnya. Ia memiliki uang yang cukup untuk menyewa tempat tinggal sekaligus studio sederhana. Semua uang itu didapatkan dari gaun pengantin rancangannya, di Milan beberapa butik gaun pengantin mengambil gaun rancangannya secara berkala dan ada puluhan wanita yang mempercayakan gaun untuk momen sakral mereka didesain oleh Shashi.

Namun, karena Tian ingin menjamin seluruh kehidupannya. Kenapa tidak diterima? Lagi pula Shashi juga tidak menampik jika dirinya menikmati seluruh fasilitas mewah yang disiapkan oleh Tian selama beberapa tahun yang telah dilewatinya.

Ketika sopir yang menjemput mereka menghampirinya di pintu kedatangan, Shashi tidak segera masuk ke dalam mobil. Ia berdiri seraya mengawasi An yang sedang mengatur mengatur sopir memasukkan koper-koper ke dalam bagasi lalu pandangannya mengamati orang-orang yang lalu lalang di depannya juga keadaan di sekitar bandara yang cukup asing baginya.

Di kehidupan lampau nama orang kepercayaannya adalah Rong Huan, dia seorang pria dan asistennya sekarang adalah An Na. Tidak mungkin, 'kan? An Na juga reinkarnasi dari Rong Huan.

Shashi menghela napasnya, sudah lebih dari dua tahun dirinya terkadang memikirkan hal-hal di luar nalar ini. Tetapi, ia tidak berani membicarakannya kepada siapa pun termasuk An.  

Kemudian tepat saat sebuah taksi melintas di depannya, Shashi melambaikan tangan dan bergegas masuk ke dalam taksi tanpa memedulikan teriakan An dan sopir.

"Nona, ke mana tujuanmu?" tanya sopir taksi ketika mobil melaju menuju pintu keluar bandara.

"Pemakaman pinggiran kota," sahutnya.

Sopir itu berdehem. "Nona, kau sepertinya bukan berasal dari sini."

Shashi memang lahir dan besar di Henan, bukan Guangzhou. "Aku berasal dari Henan dan aku baru saja kembali dari Milan."

Sopir itu tertawa. "Jadi, kau sama sekali tidak tahu tujuanmu?"

"Aku ingin pergi ke pemakaman di pinggiran kota, pemakaman itu berada di perbukitan." 

"Masalahnya hampir semua pemakaman berada di perbukitan dan aku tidak yakin jika makam yang ingin kau kunjungi itu mungkin sudah tidak ada mengingat banyaknya makam yang dihancurkan oleh pemerintah beberapa tahun terakhir ini demi pembangunan kota," ucap sopir.

Shashi tidak ingin mengunjungi siapa pun di pemakaman itu, ia hanya ingin mengenang pertemuan pertamanya dengan Tian di sana dan mungkin juga tempat pertemuan pertama mereka merupakan tempat di mana dulu ia memenggal kepala Li BoYan.

"Pemakaman paling dekat dengan rumah bordil milik Tuan Rong," ucap Shashi karena hanya itu satu-satunya petunjuk yang dimilikinya.

"Ah, tempat itu juga telah hancur. Kabarnya Tuan Muda Li membelinya dan merobohkannya kemudian membangun restoran di sana."

Jika di kehidupan lampau Li BoYan adalah putra mahkota, sekarang juga menjadi satu-satunya pewaris keluarga Li. Nasibnya benar-benar mujur, berbeda dengan dirinya.

"Jadi, apa pemakaman yang kumaksud masih ada?" tanya Shashi.

Bersambung....

Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan RATE

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status