Hola, Happy reading and enjoy!
Chapter 4Mr. Li?Sialnya ketika tiba di area pemakaman, langit terlihat mendung dan rintik-rintik lembut air dari langit mulai berguguran satu persatu. Kelihatannya tidak mungkin membasahi pakaian, tetapi jika terlalu lama di bawah rintiknya, akan terasa dingin dan mungkin akan terserang flu.Untungnya sopir taksi bersedia memberikan payungnya kepada Shashi meskipun tidak gratis. Seolah sengaja memanfaatkan Shashi yang belum memiliki uang tunai dalam bentuk Yuan sehingga mau tidak mau harus merelakan dua lembar ratusan Euro-nya. Selembar untuk biaya taksi dan selembarnya lagi untuk mendapatkan payung. Pemerasan!Namun, mau bagaimana lagi? Wanita berusia dua puluh dua tahun itu memegangi payung seraya melangkah tak tentu arah di area pemakaman seraya mengenang betapa mengerikannya saat dirinya susah payah berlari menyelamatkan diri dari kejaran pria suruhan bos rumah bordil yang berniat meringkusnya.Saat itu, dirinya tidak berpikir ke mana harus berlari. Hanya mengikuti naluri.Ah, itu pasti bukan sebuah kebetulan. Itu pasti karena di kehidupan lampau, dendam antara dirinya dan Tian belum selesai.Bibir Shashi melengkung membentuk senyuman tipis manakala matanya mendapati makam yang terbuat dari batu marmer berwarna hitam di dekatnya. Ia menunduk untuk memungut sehelai daun kering yang terjatuh di atas makam, rasanya terlalu sayang jika dibiarkan mengotori makam yang indah dan sepertinya sangat terawat, terlihat dari batu marmernya yang mengilap dan bunga segar yang diletakkan di depan batu nisan yang terukir nama si pemilik makam.Ia mengusap batu nisan yang bertuliskan nama menggunakan ujung jemarinya, keluarga orang yang berada di dalam makam itu pasti sangat menyayanginya."Aku tidak tahu jika menantuku memiliki keluarga di sini."Suara wanita membuat Shashi mendongak, seorang wanita tua yang mungkin berusia enam puluh lima tahun sedang berdiri di depannya tanpa payung."Tidak, Nyonya. Saya hanya kebetulan lewat...." Shashi menggenggam erat-erat daun kering di tangannya."Oh, dan kau menyempatkan berdoa di sini?"Shashi tidak mengangguk, hanya tersenyum tipis karena faktanya dirinya tidak mendoakan pemilik makam."Nyonya, cuaca sedang hujan. Di mana payung Anda?" tanya Shashi."Aku menghilangkannya tadi pagi," jawab wanita itu.Shashi beringsut ke samping wanita tua itu dan berucap, "Kalau begitu ijinkan saya berbagi payung dengan Anda, Nyonya.""Terima kasih, gadis kecil." Wanita itu terkekeh senang kemudian mengeluarkan dupa dari tasnya.Shashi tersenyum pahit menyaksikan wanita tua yang sedang mulai menjalankan ritual berdoa. Sejak kematian ibunya, dirinya belum sekali pun menjenguk makamnya. Ia juga tidak yakin jika makam ibunya terawat mengingat saat ibu mereka meninggal adiknya masih berusia lima tahun dan Shashi yakin jika ayah tirinya yang bajingan itu tidak akan mau repot-repot mengurus makam.Namun, Shashi berjanji, kelak di waktu yang tepat dirinya akan kembali ke Henan untuk membuat makam ibunya menjadi indah dan akan merawatnya dengan baik."Sekali lagi terima kasih, Gadis Kecil," ucap wanita tua itu. "Apa kau juga datang ke sini untuk mengunjungi makam keluargamu?" tanyanya."Tidak, Nyonya. Aku baru saja kembali dari luar negeri dan aku ke sini untuk mengenang sesuatu yang...."Indah atau buruk? Shashi cukup bingung untuk menggambarkan kenangan itu. Pada akhirnya tidak melanjutkan ucapannya.Wanita tua itu menggeleng pelan dan mengibaskan tangannya. "Sudah, jangan dipaksakan jika tidak ingin mengatakan padaku."Shashi tersenyum karena mungkin wanita tua itu mengira dirinya akan bersedih."Omong-omong, jaman sekarang ini sangat jarang menemukan anak muda sepertimu. Kebanyakan mereka tidak peduli apa pun selain kepada diri mereka sendiri, tapi kau peduli kepada nenek tua apa lagi bersedia memayungiku padahal kita tidak saling mengenal," kata wanita itu dengan nada serius.Menurut Shashi, itu hal yang sangat biasa dan tidak perlu dibesar-besarkan. Ibunya dulu mendidiknya untuk selalu bersikap sopan terhadap siapa saja terutama orang yang lebih tua, menolong siapa pun semampunya dan banyak lagi didikan mendiang ibunya yang sampai sekarang masih diingat dan dijalankan oleh Shashi."Nyonya, kau terlalu banyak memujiku," ucap Shashi dengan lembut."Tidak juga, aku merasa kau memang dididik dengan baik oleh orang tuamu. Kau berbudi baik, orang tuamu pasti sangat bangga memilikimu," ucap wanita tua itu.Shashi tersenyum dan mengangguk meskipun wanita tua itu tidak melihatnya. "Terima kasih pujiannya, Nyonya.""Bagaimana jika sebagai ucapan terima kasihku, aku mengajakmu minum teh?""Nyonya, aku senang sekali kau ingin mengajakku minum teh. Tapi, yang kulakukan hanyal hal sederhana, Anda tidak perlu repot-repot membalasnya.""Apa ibumu pernah mengajarimu jika tidak baik menolak rejeki?"Tentunya pernah. "Baiklah, Nyonya. Mari kita minum teh.""Dan mulai sekarang lebih baik kau panggil aku 'Nenek' saja karena panggilan 'Nyonya' kurang pantas untukku. Dan kau, siapa namamu?" tanyanya kepada Shashi."Namaku, Bao Shashi.""Oh, cantik sekali namamu. Aku akan memanggilmu, Xiao Bao. Kuharap kau tidak keberatan."Xiao Bao berarti harta karun kecil, itu mengingatkannya kepada mendiang ibunya yang memanggilnya dengan panggilan 'Xiao Bao'."Aku senang sekali dengan panggilan itu, Nyonya....""Panggil aku Nenek Gu," tegas wanita tua itu.Shashi mengangguk dan mengikuti nenek Gu, mereka kemudian tiba di kedai teh sederhana bergaya kuno yang cukup ramai oleh pengunjung. Di kota itu memang terkenal dengan budaya minum teh, penduduk di sana terbiasa meminum teh dua atau tiga kali dalam sehari sebelum menikmati hidangan lainnya.Karena tidak mengerti dengan jenis-jenis teh, Shashi berterus terang kepada nenek Gu dan membiarkan wanita tua itu yang memilih teh kemudian mereka melanjutkan obrolan mereka. Nenek Gu mengatakan ingin sekali memiliki cucu perempuan, tetapi menantunya justru melahirkan anak laki-laki.Menurut Shashi sedikit aneh karena kebanyakan orang menginginkan anak laki-laki sebagai penerus keturunan keluarga padahal itu adalah pemikiran yang sangat tidak masuk akal karena laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama di dunia ini.Baru setelah pukul enam sore Shashi kembali ke tempat tinggalnya yang merupakan tempat tinggalnya yang dulu. Sembari dengan suara pelan menirukan lagu yang didengar melalui headset, ia melangkah memasuki lobi apartemen dan bertemu An di sana yang sedang mondar-mandir."Nona, kau membuat kami khawatir," ucap An dengan raut wajah tegang menghampiri Shashi. "Kau mematikan ponselmu."Shashi bukan tidak mengaktifkan ponselnya, tetapi sim card di Milan tentu saja tidak berlaku di Tiongkok dan tidak membeli paket data roaming, ia melepaskan salah satu headset dari telinga."Oh, ponselku aktif kok," ucapnya dengan enteng seraya menunjukkan ponselnya.An menghela napas berat. "Dari mana saja Anda?" tanyanya sembari mengikuti langkah kaki Shashi memasuki lift.Shashi memiringkan kepalanya. "Aku minum teh dengan Nenek Gu.""Nenek Gu?""Kenalanku," ujar Shashi dengan polos."Nona.....""Ah, Nenek Gu sangat baik. Jangan khawatir, lusa kami akan minum teh lagi," potong Shashi dan mengamati barisan angka di samping pintu lift kemudian kembali memasang headset ke telinganya seolah menegaskan jika dirinya tidak ingin mendengar ocehan An lebih banyak lagi.Saat lift berhenti di lantai yang mereka tuju, Shashi keluar lebih dulu, wanita itu kembali menirukan lagu yang didengarkan. Tetapi, ketika baru beberapa langkah memasuki pintu unit tempat tinggalnya, langkahnya terhenti.Christian Li, pria tampan itu duduk di sofa. Menunduk dan salah satu tangannya memegangi jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Perlahan Tian mendongak, ekspresi wajahnya dingin dan angker.Bersambung.....Jangan lupa untuk tinggalkan komentar dan Rate.Terima kasih dan salam manis dari Cherry yang manis.♥️🍒☺️Hola, happy reading and enjoy!Chapter 5Dear Sister"Adik, ibu ingin menjodohkanku dengan calon penerus kerajaan Dongli," ucap Bao Xia Yan dengan nada murung. Kakak perempuannya itu adalah seorang gadis yang berbudi luhur, berhati sangat lembut, juga memiliki tutur katanya yang sangat santun. "Bukannya itu berita bagus? Kelak Kakak akan menjadi seorang Ratu," ucap Bao Xia Lin. Bao Xia Yan menggeleng dengan lemah. "Kudengar, pewaris takhta kerajaan Dongli memiliki perangai yang sangat menakutkan. Dia berhati dingin dan sangat kejam."Gosipnya sih memang begitu. Xia Lin juga pernah mendengar rumor itu dan gosipnya lagi, Sang Pangeran Dongli itu memiliki liur yang sangat baik terhadap gadis-gadis cantik. "Kakak, bisa jadi itu hanya gosip," kata Xia Lin. Xia Yan menatap bunga-bunga plum yang mulai bermekaran di taman dengan tatapan hampa. "Adik tahu, 'kan? Aku tidak pernah menolak apa pun yang Ibu dan Ayah perintahkan." Kakaknya memang wanita yang sangat patuh, berbeda dengan dirin
Chapter 6Treat Like a PrincessEmpat tahun yang lalu, hampir lima tahun tepatnya sejak pertama Tian bertemu Shashi. Namun, sejak Shashi pergi-dikirim ke Milan, Tian tidak sekali pun mencari tahu tentang Shashi.Ia selalu berpikir telah mengecewakan Shashi. Gadis malang itu pasti awalnya berpikir jika dirinya adalah seorang malaikat penolong, tetapi pada akhirnya dirinya justru melakukan hal kotor yang tidak terpuji kepada Shashi hingga membuat gadis itu kehilangan kehormatan yang mungkin adalah satu-satunya hal yang berharga di dalam diri Shashi saat itu. Setiap kali memejamkan mata, Tian dirundung perasaan bersalah, ia telah berusaha keras menutup matanya terhadap Shashi karena tidak sanggup jika harus melihat wajah kurus Shashi hingga memutuskan untuk tidak mencari tahu apa pun tentang diri Shashi. Baginya apa yang didengar dari asistennya dan An sudah cukup. Bahkan hingga Shashi berada di Guangzhou, Tian berencana untuk tidak menemui Shashi. Tetapi, ketika An mengatakan jika Sha
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 7Erotic DesiresTian menyandarkan kepalanya di sandaran kursi mobil mewahnya yang berbahan bakar listrik. Mata pria tampan itu terpejam dan beberapa kali menghela napasnya dengan berat. Pikirannya kacau mengingat kejadian dua jam yang lalu di kamar mandi.Rencananya Tian akan menghadiri perjamuan di sebuah restoran yang tidak jauh dari gedung apartemen itu dan setelah beraktivitas seharian, ia perlu menyegarkan diri terlebih dahulu. Dikarenakan jarak rumahnya dirasa terlalu jauh, untuk menghemat waktu ia memutuskan untuk membersihkan diri di sana. Namun, tidak pernah terpikirkan olehnya jika Shashi memasuki kamar mandi di saat tubuhnya tidak mengenakan apa pun, begitu pula Shashi yang telah menanggalkan seluruh pakaiannya hingga suasana menjadi seribu kali lebih canggung dibandingkan dengan suasana saat mereka berbicara di ruang tamu. "Maaf, Tuan Li, saya salah kamar," erang Shashi seraya menutupi dadanya menggunakan kedua lengannya. Kulit waj
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 8The Lucky OneYenny Su, wanita berusia dua puluh lima tahun itu mengemasi kertas-kertas yang berserakan di atas meja kerjanya, keletihan terlihat di wajah cantiknya dan beberapa kali pemilik rambut sebahu itu menghela napas dalam-dalam lalu bergegas keluar dari ruang kerjanya.Membangun perusahaan rupanya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Selama empat tahun, entah berapa kali kegagalan yang dialami hingga dirinya nyaris menyerah. Beberapa kali bisnis kecantikan yang dibangun berada di ambang kebangkrutan dan terseok-seok pertumbuhannya. Namun, sekarang semuanya terbayarkan karena bisnis produk kecantikan kulit yang digelutinya menjadi salah satu produk yang paling dicari di Tiongkok. Itu semua tentu saja berkat kegigihannya juga dukungan penuh dari ibunya.Ibunya adalah wanita yang luar biasa penyayang, wanita terbaik yang pernah Yenny temui sepanjang hidupnya. Sebagai putri satu-satunya keluarga Bao, seharusnya Yenny tidak perlu beker
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 9Afternoon Tea with KaiHanya berselang tiga hari setelah pertemuannya dengan Nenek Gu di pemakaman, Shashi pergi ke kedai teh karena wanita tua itu ingin ditemani minum teh lagi. Untungnya semua pekerjan menata studio hari ini sudah selesai meskipun masih ada beberapa yang perlu dibenahi. Tetapi, itu bisa dikerjakan besok. Beruntung Nenek Gu mengajaknya bertemu di kedai teh yang lokasinya tidak sulit untuk ditemukan, tempatnya berada tidak jauh dari stasiun kereta listrik.Shashi memilih menggunakan kereta listrik meskipun sebenarnya dapat mengemudikan mobil sendiri untuk menuju kedai itu, atau meminta sopir mengantarkannya. Tetapi, ia justru memilih menggunakan transportasi agar lebih mengenal kota yang akan menjadi tempat tinggalnya hingga entah sampai kapan nanti.Shashi tiba di kedai kopi lima belas menit sebelum waktunya, seharusnya ia tidak terlambat. Tetapi, fakta Nenek Gu telah berada di sana membuatnya terkejut. Ia buru-buru melangka
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 10Our DinnerShashi menikmati teh dan dimsum yang tersaji di sembari mendengarkan Nenek Gu bercerita tentang kehidupannya. Kepahitan hidup tepatnya. Dimulai perceraian dengan suaminya, kemudian merawat putra semata wayangnya dan harus kembali menerima kenyataan pahit karena menantunya meninggal saat melahirkan Kai kemudian merawatnya sendiri karena ayah Wen Kai menikah lagi.Kemudian Nenek Gu juga menceritakan masa kecil Wen Kai dan setiap kali Nenek Gu menceritakan kenakalan Wen Kai, Shashi dapat menangkap kasih sayang yang sangat besar di mata Nenek Gu. Wen Kai sungguh beruntung karena dibesarkan oleh wanita yang penuh kasih sayang dan tentunya hebat karena bukan hanya membesarkan Kai sendirian, Nenek Gu juga harus mencari nafkah dengan mengelola usaha keluarga yang sudah turun-temurun diwarisinya di tengah gempuran era pengobatan modern."Nah, kalian lanjutkan obrolan kalian," ucap Nenek Gu dan wanita itu mengambil tasnya yang diletakkan di k
Chapter 11My PetYenny berdiri di depan cermin mengamati gaun tanpa lengan berwarna merah muda pudar dengan model plisket pada bagian roknya yang mencapai atas mata kaki dipadukan dengan sandal senada. Ia memutar bahunya ke kanan dan ke kiri untuk memastikan segala sesuatu yang melekat di tubuhnya sesuai dengan yang diinginkan."Ma, bagaimana penampilanku?" tanyanya kepada Nyonya Bao untuk ke sekian kalinya. Nyonya Bao melirik tumpukan gaun yang telah dicoba oleh Yenny dan sedang dibereskan oleh pelayan kemudian mendekati Yenny dan berdiri di belakang putri angkatnya. Wanita itu tersenyum dan matanya menatap pantulan bayangan Yenny di cermin. "Berapa kali harus kukatakan pada putriku ini? Kau selalu cocok mengenakan apa pun di tubuhmu." "Aku tidak yakin jika Tian menyukai penampilanku." Yenny mendengus pelan. "Dia... tidak pernah memujiku," ucapnya dengan lirih. Nyonya Bao menyentuh pundak Yenny dengan lembut. "Terkadang laki-laki memilih menyimpan kekaguman mereka di dalam hatin
Hola, happy reading and enjoy!Chapter 11.2Evil PrinceBao Xia Lin berdiri untuk menyambut pangeran dari Dongli yang datang untuk menemui kakaknya, ia tersenyum dan memberikan hormat. "Salam untuk Pangeran Li BoYan, terima kasih telah sudi mengunjungi saya," kata Bao Xia Lin.Pria tampan itu tidak membalas senyum Bao Xia Lin, hanya sudut bibirnya yang berkedut. Seolah seluruh rumor yang beredar benar adanya, Xia Lin menelan ludah karena pilihan kakaknya untuk menyelidiki kakaknya sepertinya langkah yang tepat."Salam untuk Tuan Putri, Bao Xia Yan," ucap Li BoYan dengan nada datar. Keduanya kemudian duduk di kursi dan Bao Xia Lin menuangkan teh untuk Sang Pangeran seraya matanya diam-diam melirik pangeran yang dirumorkan memiliki perangai dingin. Memang pangeran memiliki paras yang rupawan, gadis mana yang tidak terpikat dengan ketampanannya? Tetapi, kalau perangainya tidak sebaik rupanya yang menawan, bagi Xia Lin ketampanan Li BoYan menjadi tidak menarik lagi. "Pangeran, silakan