Share

[04] Hari ketika - Berbincang

Dia ditinggalkan sendirian kali ini, Nyonya Mei sudah pergi karena seorang klien meminta bertemu guna membahas gaun rancangannya yang akan digunakan dalam acara penting sehingga ia tidak dapat menolaknya meskipun telah mencoba. Ia menangkap kedua tangannya dan berjanji bahwa ia akan segera kembali begitu semua urusannya diselesaikan. 

Dia mengangguk, "tak apa, Ā mu sangat sibuk tidak perlu untuk menungguku sepanjang waktu." 

Tidak membutuhkan waktu lama sebelum hanya mereka berdua yang tersisa, saudara perempuannya, Jiayi, sangat bersemangat dan berulang kali menekankan dia untuk segera sembuh dan mereka dapat membuat pesanan untuk model pakaian baru. 

Suatu pertanyaan melintas di kepala Houran, dan ia segera mengatakannya, "tidak bisakah kita meminta pada Ā mu saja? Bukankah Ā mu dapat merancang pakaian? Ia mengatakannya sebelumnya." 

Jiayi segera mengibaskan tangannya dan menolak dengan nada sungguh-sungguh, "sayang sekali kau telah melupakannya, tetapi dari kita semua, setelah saudara pertama, kau adalah orang kedua yang paling menolak pakaian yang didesain sendiri oleh Ā mu!" 

Houran menegakkan punggungnya, "mengapa aku melakukan itu?" 

"Kau harus mengingat ini, Ā mu senang membuat desain pakaian yang berkilau, dan juga dengan pernak-pernik yang akan membuat matamu sakit ketika melihatnya. Aku sendiri sebagai seorang perempuan tidak dapat bertahan mengenakan pakaian darinya." 

"Lalu, apakah Ā mu tidak kesulitan menemukan pelanggan?" Sambung Houran.

"Oh, itu jelas tidak mungkin." Jiayi memutar matanya dengan wajah mengejek, "kalangan bangsawan dari yang rendah hingga yang paling atas di ibukota entah bagaimana selalu menyukai pakaian yang berkilau semacam itu, mereka berpikir itu dapat membuat mereka tampak memiliki kekayaan lebih dan juga martabat yang tinggi ...."

" ... bahkan Ā mu juga menyadarinya, itulah sebabnya mengapa ia membuat desain pakaian semacam itu tetapi jarang menggunakannya untuk dirinya sendiri." 

Houran mengangguk dua kali, "ah, ternyata begitu." 

Sebenarnya, dia hanya berpura-pura, kenyataannya dia tidak benar-benar mengerti seluruh maksud dari perkataan saudara perempuannya. Ia hanya tahu bahwa sesuatu yang berkilau memang dianggap cukup mewah dan sangat kaya bahkan di desa asalnya. Banyak orang kaya yang mampir di desa akan menonjolkan kemewahan melalui segala sesuatu yang berkilau. Kebanyakan adalah kain sutra atau cincin dan kalung emas. 

Tetapi dia tidak mengerti desain, dia tidak mengetahui jenis yang akan digunakan bangsawan, dia juga tidak mengerti merk pakaian atau modelnya yang akan sering digunakan oleh kalangan bangsawan. 

Ia hanya menilai pakaian melalui warnanya, jika desa memiliki keluarga yang berkabung mereka akan mengenakan pakaian putih atau hitam, lalu warna merah untuk acara pernikahan atau apapun yang melibatkan keceriaan dan keramaian. Lalu warna coklat atau biru tua untuk melakukan pertanian. Dan warna hijau dan biru banyak digunakan oleh gadis-gadis muda dengan keluarga yang cukup mampu, karena semakin cerah warna pakaian, maka itu juga akan semakin mahal harganya. 

Keluarganya tidak banyak melakukan acara besar, ataupun membutuhkan warna yang cerah, sehingga kebanyakan bajunya berwarna coklat, hitam, putih. Hanya ada satu pakaian dengan kain merah yang ia simpan untuk hari-hari besar yang penting. 

"Houran!" 

Dia tersentak, "ah! Jie jie, apakah kau mengatakan sesuatu?" 

"Kau melamun lagi! Ingatlah untuk tidak memiliki terlalu banyak pikiran, atau Ā mu akan menarik rambutku dan memarahiku karenanya." 

"Em, maafkan aku." 

Jiayi hanya mencubit pipinya dan tertawa kecil, "kau mengetahui caranya meminta maaf dan menjadi imut setelah kehilangan ingatan, huh? Menyenangkan sekali untuk melihatmu yang sekarang ini." 

"Ha-ha."

Houran hanya tertawa dengan kaku. Dia tidak tahu apakah itu masih akan menjadi sebuah pujian jika gadis ini mengetahui bahwa adiknya bukan lagi yang sebenarnya. 

Jiayi mengusak rambut didinya hingga berantakan, "Jie jie akan pergi dulu, ada sesuatu yang harus kulakukan di universitas. Kau harus menjaga dirimu dengan baik, jangan terlalu banyak berpikir dan melamun, jika ada sesuatu yang kau inginkan, panggil pelayan, jika kau ingin keluar katakan pada Kepala pelayan, Paman Li, dan ia akan mengatur beberapa pengawal sampingmu. Pada intinya, jangan berpikir untuk melakukan sesuatu sendiri, itu akan berbahaya untukmu." 

Dia mengangguk lagi dan lagi, "hu'um, baiklah, aku mengerti Jie jie. Kau harus segera pergi." 

Jiayi segera memeluknya dan berjalan sambil melambaikan tangan padanya, "baiklah, sampai jumpa, Jie jie akan segera kembali." 

Dia tersenyum dan melambaikan tangannya sebagai balasan. 

Ketika saudara perempuannya benar-benar pergi, Houran merebahkan punggungnya pada sandaran sofa. Akhirnya ia memiliki waktu luang untuk memikirkan dengan baik bagaimana seharusnya ia melanjutkan kehidupannya di dunia ini. Seharusnya tubuh ini masih sekolah, tetapi ibunya mengatakan bahwa dia mengambil homeschooling dan tutor sedang diliburkan sampai ia cukup pulih untuk kembali belajar. 

Ia tidak memiliki minat apapun, tetapi ketika semua orang di rumah ini tampak sibuk, ia tidak bisa menahan dirinya untuk duduk diam begitu saja dan menyaksikan semuanya. 

Tetapi, apa yang dapat ia lakukan?

Sebelum ia dapat menemukan jawaban yang tepat, seorang pria paruh baya dengan rambut yang telah memutih tetapi masih bertubuh tegap berdiri di sebelah sofa dan membungkuk kepadanya. 

"Tuan muda, saya Paman Li, Kepala pelayan di rumah ini. Apakah anda menginginkan sesuatu untuk menemani anda duduk di sini? Atau mungkin anda ingin menyalakan televisi?" 

Tampaknya semua orang yang berada di dalam kediaman ini telah mengetahui perihal kehilangan ingatan yang terjadi kepadanya. 

Houran menatap Paman Li sambil memikirkan apakah ia menginginkan sesuatu, lalu ia mendapatkan satu. 

"Aku ingin makan nasi goreng." Ucapnya. 

Paman Li membungkuk, dan berbalik setelah menjawab, "baik, tuan muda." 

Houran ikut bangkit di belakangnya, dan berbicara dengan santai, "aku akan memasaknya sendiri." 

Selama ia hidup di desa sebelumnya, jika ia menginginkan nasi goreng atau telur dadar, sang ibu mengatakan padanya untuk membuatnya sendiri karena hal itu adalah keinginannya. Itu juga salah satu cara yang digunakan oleh ibunya agar ia segera menikah sehingga memiliki seseorang yang mau melayaninya setiap waktu. 

Oh, ia mulai melamun lagi.

Sedangkan pada saat yang sama setelah Houran mengatakan niatannya, Paman Li menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba dan raut wajahnya berubah kaku. Ia mengusap dahinya dan berbalik ke arah tuan mudanya dengan raut wajah gugup. 

Ia berbicara dengan gemetar, "tuan muda, bukankah sebaiknya anda duduk dan menunggu dengan santai di sini? Saya akan mengambilkan camilan dan menyalakan televisi jika kau takut bosan." 

Houran menaikkan alisnya, "mengapa Paman Li takut jika aku memasak sendiri, aku bisa melakukannya, kau harus mempercayaiku." 

Paman Li mengangguk sekali tetapi kemudian menggeleng dua kali dan berubah semakin gugup. 

"Anda benar-benar tidak bisa, tuan muda! Koki yang bertugas hari ini masih baru, itu menggantikan kepala koki yang sedang berlibur. Jika kau memasuki dapur, apalagi memasak sendiri ...." 

"Tuan dan Nyonya sudah pasti akan membuat koki ini kehilangan pekerjaannya! Dan saya tentunya akan terlibat karena tidak bertanggungjawab menjaga anda!" Terang Paman Li dengan kegugupan yang tidak lagi disembunyikan. 

Houran tertegun, dia tidak mengerti mengapa masalah sederhana seperti memasak sendiri akan melebar hingga ke arah pemecatan seorang koki. 

Keluarga bangsawan ini agak konyol. 

[To Be Continued]

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status